PWMU.CO – Muhammadiyah bekerja tanpa banyak berbicara diungkapkan oleh Asmawatie Rosyidah SH M Pd pada Pelatihan Peningkatan Kompetensi Kepemimpinan bagi Kepala, Guru Taman Kanak-kanak (TK) dan Kelompok Bermain (KB) Aisyiyah serta Pengelola Amal Usaha Aisyiyah (AUA) se-Kabupaten Gresik di Hall Sang Pencerah Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG), Ahad (3/3/2024).
“Dari mana panjenengan semua mengenal Muhammadiyah?” tanya Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Timur Asmawatie Rosyidah SH MPd ini mengawali pemaparannya.
Beragam jawaban dilontarkan oleh 250 peserta yang hadir. Ada yang mengenal Muhammadiyah dari madrasah ibtidaiyah Muhammadiyah. Ada yang mengenal dari rumah sakit Muhammadiyah. Ada juga yang mengenal Muhammadiyah dari SD, SMP, atau SMA Muhammadiyah.
Asmawatie lalu memberikan pemahaman tentang nilai-nilai ideologi Muhammadiyah.
“Muhammadiyah adalah gerakan amar makruf nahi mungkar. Jadi, dakwah itu tidak harus melalui khotbah, tetapi bisa melalui amal usaha Muhammadiyah karena Muhammadiyah itu bekerja tanpa banyak bicara,” ungkapnya.
Selain menanyakan tentang Muhammadiyah, Asmawatie juga memberikan pertanyaan seputar awal mula peserta mengenal Aisyiyah. Pertanyaan tersebut juga mendapatkan berbagai macam jawaban dari para peserta. Ada yang menjawab istrinya Muhammadiyah, ada yang menjawab salah satu organisasi otonom Muhammadiyah.
“Jangan sampai kita sebagai warga Muhammadiyah tidak tahu arti Aisyiyah,” tegasnya.
Alumni SD Muhammadiyah 2 Kota Malang ini mengajak para peserta untuk menumbuhkan semangat amar makruf nahi mungkar di amal usaha Aisyiyah.
“Pemimpin itu adalah orang yang tahu mau ke mana tujuan kita, dia berjalan dengan menggunakan kapal berupa lembaga pendidikan. Maka dia tidak hanya tahu jalannya tetapi juga menunjukkan jalan kepada orang lain. Lalu ikut melakukan, tidak hanya omong doang,” jelasnya.
Tujuh Karakter Pemimpin
Berikutnya dia menjelaskan tentang tujuh karakter yang harus dimiliki oleh perempuan berkemajuan. Yaitu iman dan takwa, taat beribadah, akhlakul karimah, berpikir tajdid, bersikap wasatiah, amaliah salihah, dan bersikap inklusif.
“Berpikir tajdid memiliki makna pemurnian, dalam arti mengembalikan akidah dan ibadah kepada kemurniannya sesuai dengan Sunnah Nabi SAW,” terangnya.
Perempuan berkemajuan juga harus memiliki sifat wasatiah (bersikap tengah-tengah dan tidak memihak), amaliah salihah, dan bersikap inklusif.
“Artinya ia harus selalu berusaha memahami sudut pandang orang lain, termasuk dalam hal setiap orang memiliki latar belakang, kepercayaan, dan budaya yang berbeda,” tuturnya. (*)
Penulis Nadhirotul Mawaddah Editor Mohammad Nurfatoni