PWMU.CO – Anti mainstream. Begitulah Aisyiyah Boarding School (ABS) Bandung yang menerapkan beberapa hal berbeda dari pesantren lainnya.
Pesantren di bawah naungan Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Barat ini terpilih menjadi salah satu lokasi lomba di ajang Olympicad Ke-7 Tahun 2024. Tepatnya lomba untuk guru dan kepala sekolah. Seperti matalomba inovasi media pembelajaran guru, praktik baik penyelenggaraan pendidikan inklusi, dan praktik baik pengelolaan sekolah (kepala sekolah).
Masih di dalam kompleks ABS Bandung, di depan Gedung Asrama Putri Siti Hajinah, di mana registrasi peserta berlangsung, ada taman luas terbentang. Tepat di sisi barat taman itu ada amphitheater setengah lingkaran. Ada pula area panahan di sisi utara dan gazebo di sisi selatan.
Mudir ABS Bandung Dede Kurniawan SThI menyampaikan, konsep pesantren yang sudah berdiri sejak 10 tahun yang lalu ini konsisten menerapkan pembelajaran berimbang antara outdoor dan indoor.
Nuansa pembelajaran terbuka tampak jelas di area amphiteater yang bisa menjadi ruang kelas. “Memaknai kelas tidak harus klasikal indoor. Kalau ada public speaking dan performance serta pertemuan dengan wali kelas, bisa menggunakan amphitheater,” ungkapnya.
Begitu pula untuk pelajaran Fisika, sambung Dede, ada gazebo di mana anak-anak biasanya bereksperimen.
Di samping itu, program field trip menjadi ciri khas pembelajaran sejak didirikannya. “Satu bulan satu kali field trip untuk asosiasi mata pelajaran di luar dengan di dalam,” ujar Dede saat ditemui PWMU.CO, Rabu (6/3/2024) malam.
“Boarding school umumnya tinggal di pondok, pulang hanya 6 bulan sekali, keluar dibatasi. Kita justru membuka anti mainstream seperti itu. Anak eksplorasi banyak, keluar, tidak hanya diam saja di dalam ABS. Karena experience (pengalaman) itu yang diperlukan,” terangnya.
Nilai Bangunan
Memfasilitasi pengalaman untuk siswa juga pihaknya pertimbangkan dalam mendesain bangunan ABS Bandung yang berlokasi di Jalan Laswi No. 309, Kelurahan Warga Mekar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung.
“Bangunan itu kita juga ingin menghadirkan experience. Kami pakai bata ekspos semua. Ini memberikan kesan sejuk, unik dan teduh,” imbuh Dede.
Dede yakin, kalau pesantren hanya mengandalkan bangunan fisik, tentu ada yang lebih mewah. Jadi pihaknya mengutamakan kegunaan atau nilai dari bangunan itu.
Area panahan misalnya. Ini menjadi tempat favorit santri yang mengikuti ekstrakulikuler panahan. “Ada 13 ekstrakurikuler. Panahan, jurnalistik juga ada. Sesekali kita undang atlet. Pelatih sehari-harinya ya dari guru kita sendiri selama kita ada,” ujar Dede.
Termasuk masjid yang didesain melengkung. “Bagaimana anak merasakan pengalaman shalat di sana. Itu baru 60 persen. Masih dalam tahap penyelesaian menara dan lantai 2,” ungkapnya.
Begitu pula dengan perpustakaannya. “Perpustakaan kecil tapi orang ingin akses info bisa, Tokoh Muhammadiyah bisa. Sebisa mungkin anak termotivasi. Tidak kaku, homey,” imbuh Dede.
Ramah Lingkungan
Dede juga menjelaskan, ABS Bandung bekerja sama dengan ecobineka mengusung konsep green school. “Kita mengurangi pemakaian plastik dan hal-hal yang bisa bikin sampah,” ujarnya.
Dengan komitmen ini, pihaknya menyampaikan kepada panitia sehingga tidak ada minuman atau makanan dalam kemasan plastik atau yang berpotensi menimbulkan sampah. Sebagai konsekuensinya, pihaknya menyediakan air minum isi ulang tersebar di beberapa titik.
Selain itu, ABS Bandung juga zero asap. “Tidak ada security maupun bagian dapur yang suka merokok. Meski tamu kami yang bingung bagaimana kalau ingin merokok, kami tetap konsisten,” ujarnya.
Di area belakang ABS Bandung juga ada budidaya maggot. “80 persen sisa makanan kami olah lalu kami jual ke peternak,” terangnya.
Pihaknya melibatkan tim unit bisnis untuk menjalankan ini. “Tidak murni menerapkan entrepreneurship kepada siswa. Kami pilot project dulu melibatkan tenaga profesional, lalu melibatkan santri ikut belajar saat kelas tertentu,” ujar Dede.
Tempat sampah yang tersedia juga sudah terpilah menjadi tiga bagian. Pertama, sampah kertas (kering) tempatnya merah. Kedua, sampah organik (sisa makanan) tempatnya warna hijau. Ketiga, sampah umum yang tempatnya berwarna kuning, meliputi plastik, kaleng, logam, kaca dan tisu basah.
Sekolah Percontohan
Sebagai pesantren khusus santri perempuan jenjang SMP dan SMA, Dede menekankan ABS Bandung ramah perempuan. “Baik dalam fasilitas, program, maupun perkataan,” imbuhnya.
“Pengasuhan ramah santri. Ramah lingkungan dan ramah perempuan,” ujar Dede.
Karena itulah, sambung Dede, ABS Bandung menjadi sekolah percontohan, salah satu pesantren terbaik di Indonesia oleh Lembaga Pengembangan Pesantren Muhammadiyah (LP2M) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah
Saat mengitari Gedung Siti Hajinah, di salah satu dindingnya, seberang toilet, ada semacam mading digital. Papan kecil berwarna ungu menunjukkan selasar itu museum di sekolah dan galeri kreativitas. Di sana terpampang pigura berisi foto dan deskripsi para Tokoh Aisyiyah dari tahun ke tahun.
Dede menjelaskan, “Itu masuk mata pelajaran Kemuhammadiyahan. Anak berliterasi digital. Ingin tahu tokoh, tinggal scan barcode.”
Di pesantren ini, sambungnya, smartphone boleh digunakan sesuai RPP. “Justru harus bawa, tapi penggunaan sesuai SOP. Literasi digital berbeda. Bukan berarti boleh dipakai bebas 24 jam. Anak harus tahu bagaimana cara menggunakan handphone yang baik,” imbuhnya.
Kalau pesantren lain hilang trust (kepercayaan) memberikan HP ke santri karena persepsi negatif, pesantren ini justru menghadirkan objektivitas. “Oke nih ada pelajaran, kalian searching. Ada tanggung jawab di sana,” contohnya.
Menurutnya, tak masuk akal jika santri tidak boleh pakai HP tapi gurunya di mana-mana bawa HP. “Kita kasih imun untuk literasi digital,” tegas Dede. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post