PWMU.CO – Tiga kriteria tumakninah dalam shalat disampaikan Dr Zainuddin MZ dalam ceramah tarawih di Masjid an-Nur Muhammadiyah Sidoarjo, Kamis (15/3/2024).
Dia menyampaikan sebuah hadits, suatu hari saat Rasulullah sedang duduk bersama sahabat di masjid, tiba-tiba datang seorang sahabat. Ia langsung melaksanakan shalat.
Bisa jadi sahabat itu sedang melakukan shalat tahiyatul masjid atau mungkin shalat sunnah mutlak. Setelah sahabat itu shalat, ia menghadap Rasul, memberi salam kepada Rasul, dan Rasul menjawab salamnya.
“Sehabis itu Rasulullah bersabda, shalatlah, sungguh kamu belum shalat. Padahal teman kita ini sudah shalat oleh Rasul dianggap belum shalat,” terangnya.
Pria yang akrab disapa Ustadz Zainuddin ini melanjutkan, sebagai sahabat yang disuruh oleh Rasul, ia tidak rewel. Ia berdiri lagi, shalat lagi untuk yang kedua kalinya. Sehabis salam, ia menghadap lagi kepada Rasulullah.
“Lagi-lagi Rasul mengatakan sungguh kamu belum shalat. Padahal teman kita ini sudah menjalani shalat sebanyak dua kali,” lanjutnya.
Sehabis shalat menghadap lagi kepada Rasul, lagi-lagi Rasul berkata, sungguh kamu belum shalat. Padahal sahabat tadi sudah menjalani shalat sebanyak tiga kali.
“Lalu sahabat kita ini ingin tahu sudah menjalani shalat tiga kali kok kata Rasul belum shalat. Bahasa santunnya ia bertanya, lalu bagaimana ya Rasul saya ini bagaimana bisa melaksanakan shalat? Ajarilah kami Ya Rasul,” tambah Ustadz Zainuddin.
Rasul kemudian mengajari tata krama shalat. Maka ulama sepakat apa yang diajarkan oleh Rasul kepada sahabat inilah yang nanti menjadi rukun-rukun shalat. Ulama sepakat kalau rukun shalat itu sudah dijalankan mudah-mudahan shalat kita sudah sah, diterima oleh Allah. Ternyata sahabat ini disuruh mengulang-ulang shalat gara-gara tidak ada sikap tumakninah sewaktu rukuk maupun sujud.
“Bukan berarti tumakninah itu hanya dalam rukuk dan sujud kajian, tetapi agar betul-betul tegak dengan sempurna, agar duduk dengan sempurna, itu dilaksanakan pada setiap gerakan shalat,” urai pakar hadits ini.
Berdasarkan hasil kajian hadits tematik baru dinamakan tumakninah kalau memenuhi tiga unsur. Pertama, menyempurnakan gerakannya dulu. Sewaktu kita rukuk, bagaimana telapak tangan ini tepat pada lutut. Bukan di atas lutut juga bukan di bawah lutut.
“Kalau kita lakukan seperti ini secara anatomi tubuh punggungnya masih melengkung. Biar lurus yang namanya punggungnya itu lengannya mekrok ke arah kanan dan kiri. Sehingga betul-betul punggungnya jadi rata. Kepalanya tidak didongakkan, tidak didingklukan walaupun pandangan mata lurus ke tempat sujud,” tambah Ustadz Zainuddin.
Setelah gerakannya sempurna, baru unsur yang kedua, membaca dzikirnya dengan tenang, dengan nikmat. Bagi yang pernah mengikuti tahsin shalat setidaknya bacaannya itu didengar oleh telinganya sendiri. “Ucapan saya ini sudah didengar oleh Allah. Mau baca wirid subhana rabbiyal azhimi silakan. Bacaannya dinikmati,” lanjut Zainuddin.
Unsur yang ketiga baru ada pemberhentian sejenak. Bahasa Inggrisnya biar ambe’annya enak. Entah itu kemampuannya tiga detik silakan, empat detik silakan. Bahkan sepuluh detik silakan.
“Alhamdulillah setelah unsur yang ketiga dijalani baru melaksanakan kegiatan berikutnya, akan terasa indahnya shalat yang kita jalani,” pungkas Ustadz Zainuddin.
Penulis Ernam Editor Sugeng Purwanto