PWMU.CO — Eep Saefulloh Fatah, CEO PolMark Indonesia, menyampaikan ‘kuliah’ demokrasi di Kajian Ramadhan 1445 PWM Jatim bertema Menunaikan Amanat Kepemimpinan, Sabtu (16/3/2024).
“Demokrasi tidak bisa sembarangan,” katana Pria yang juga Founder PolMark Indonesia itu menjabarkan prasyarat, sarana, dan tujuan demokrasi. Ini sebagai materi pembuka di sesi pertama
Menurutnya ini penting disampaikan karena mereka perlu memulai dari dasar berpikir. Eep menegaskan di awal, “Dalam demokrasi itu biasa dibedakan antara prasyarat, sarana, dan tujuan.”
Lebih lanjut, ia mengungkapkan tiga prasyarat demokrasi. Yakni kebebasan, partisipasi, dan kompetisi.
“Di satu tempat hanya mungkin ada demokrasi yang tersedia. Ada kebebasan, orang dipersilakan berpartisipasi. Lalu tersedia kompetisi yang sehat,” ujarnya di Aula Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).
Tanpa prasyarat itu, sambungnya, tidak bisa bicara soal demokrasi. Baru ketika masuk ke tahap berikutnya, Eep mengupas tiga sarana demokrasi.
Sarana Demokrasi
Sarana pertama, keterwakilan atau representasi. “Karena dalam demokrasi, kedaulatan itu kedaulatan rakyat, semua orang. Sementara tidak bisa semua orang membuat kebijakan dan menjadi pejabat publik, maka dikenakan mekanisme keterwakilan,” jelas Eep.
Dalam representasi itu, lanjutnya, harus dipraktikkan sarana demokrasi kedua, mandat. “Mandat adalah menitipkan kekuasaan yang dimiliki rakyat kepada sebagian kecil pejabat publik yang kemudian menyelenggarakan kekuasaan,” terangnya.
Terakhir, melekat pada proses keterwakilan dan mandat, kata Eep, dalam demokrasi harus bekerja pertanggungjawaban publik.
Akhirnya ia menyimpulkan, “Keterwakilan harus dijaga dan ditegakkan, mandat dan pertanggungjawaban publik harus ditunaikan.”
Ia menegaskan, itulah yang dibayangkan penggagas demokrasi, dengan ini akan mencapai tujuan-tujuan demokrasi. “Tujuan demokrasi itu gampang diucapkan tapi sangat sulit untuk kita capai,” ujar pria kelahiran Bekasi, 13 November 1967 ini.
Karena itulah, menurutnya, demokrasi disebut sebagai sistem yang paling sulit tetapi yang terbukti paling berhasil. “Kalau mau gampang ya nggak pakai demokrasi. Orang mengkritik, tangkap aja, masukkan ke penjara tanpa pengadilan,” contohnya.
Akhirnya pria yang pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Utusan Golongan itu menegaskan, “Kalau dalam demokrasi nggak bisa sembarangan!”
Tujuan Demokrasi
Eep memaparkan tujuan demokrasi pertama, persamaan. “Orang harus diberi kedudukan yang sama di depan hukum dan orang harus diberi kesempatan yang sama untuk menjemput masa depan mereka,” terang tim sukses pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Pilkada DKI 2012 itu.
Kalau tujuan itu tidak tercapai, sambungnya, percuma punya prasyarat dan sarana. “Tapi dalam demokrasi, tujuan persamaan itu harus melekat dengan tujuan lain yang disebut keadilan!” ungkapnya.
Bersikap, membuat hukum, dan bekerja menjadi pemimpin yang adil menurutnya sangat penting bagi demokrasi. “Berikutnya, kemakmuran dan kesejahteraan,” imbuh Konsultan Politik pasangan Anies-Sandi yang diusung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam Pilkada DKI 2017 itu.
Ia lantas menjelaskan perbedaan makmur dan sejahtera menurutnya. “Kesejahteraan itu makmur yang berkelanjutan. Kesejahteraan itu kemakmuran yang membatin pada setiap orang sehingga orang bukan hanya nyaman dan aman hidup di suatu tempat tapi bahagia,” terangnya.
Pakar politik ini menyadari, banyak negara makmur tapi tidak sejahtera. “Kemajuan ekonomi tinggi, ditandai berbagai indikator, itu alat ukur untuk mendeteksi kemakmuran,” ungkap Founder dan CEO Dig-Inc.Asia (Digital Marketing and Solutions) itu.
Tapi seberapa bahagia orang menjalani hidupnya yang cukup itu, seberapa terfasilitasi hubungan transendentalnya sang Maha Kuasa, dan seberapa terfasilitasi kebebasannya untuk berekspresi sesuai keyakinan tiap orang di tengah kemakmuran itu menurutnya urusan kesejahteraan. “Inilah yang disebut demokrasi,” ujarnya.
Pengamat Politik Santun
Sebelumnya, moderator sesi materi pertama ialah Prof Dr Biyanto. Biyanto mengenalkan, “Pak Eep pengamat politik yang sangat santun, jernih, hanya belakangan agak galak.”
Ia lanjut menerangkan, “Saya lihat di Podcast YouTube beliau luar biasa. Tekad yang beliau usung, yang bisa kita ikuti itu, bagaimana mengalahkan orang yang didukung oleh presiden saat ini.”
Prof Biyanto lantas menyampaikan, “Kami merancang diskusi ini untuk ada harapan pilpres itu bisa dua putaran.” Spontan para tamu undangan yang memenuhi aula itu gerr-gerran.
“Tapi atas ikhtiar Pak Hasan Nasbi yang belum datang ini, Pemilu itu langsung menjadi satu putaran dan seperti yang kita tahu semua lewat Quick Count yang belum resmi,” imbuhnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni