PWMU.CO – Prof Haedar Nashir menyampaikan dalam perspektif Islam, kepemimpinan itu dunia akhirat. Maka kepemimpinan itu harus sesuai dengan risalah nabi.
Hal ini disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dalam Kajian Ramadhan 1445 yang diselenggarakan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur dengan tema Menunaikan Amanat Kepemimpinan: Refleksi untuk Pemimpin Negeri di Aula Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Sabtu (16/3/2024).
Dia menjelaskan kepemimpinan dalam Islam adalah proyeksi dari risalah Nabi. Pertama membangun umat manusia secara utuh. Di sini bisa dimaknai yaitu untuk membangun keadaban
“Kedua, nabi diutus sebagai pembuka wahyu dengan Iqra’ bismi rabbikal-lażī khalaq. Ini satu kesatuan bukan hanya pada kata iqra’ semata,” tekannya di hadapan jajaran PWM Jawa Timur, Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan Aisyiyah (PDM-PDA) se-Jatim; serta amal usaha Muhammadiyah (AUM), organisasi otonom (ortom), dan Majelis dan Lembaga PWM se-Jatim.
Pembuka wahyu dengan Iqra’ bismi rabbikal-lażī khalaq ini, kata Haedar, adalah satu kesatuan yang utuh dengan kalimat pembuka melalui kata iqra’. “Ini adalah pembuka peradaban, membangun peradaban, sekaligus kunci dalam membangun peradaban kita,” terangnya.
Risalah ketiga yaitu bahwasanya nabi diutus untuk menebarkan rahmat bagi semesta alam, rahmatan lil alamin. Dia mengungkapkan, kepemimpinan dalam Islam itu adalah proyeksi risalah nabi tersebut. Dengan memahami ini, kepemimpinan dalam Islam itu berat.
“Dan alhamdulillah di Muhammadiyah itu tradisinya bagus. Saling tidak mengejar jabatan. Dan sistemnya melalui sebuah proses panjang sehingga mencegah orang saling berebut jabatan,” katanya.
Dia pun mencontohkan pemilihan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. “Itukan dua tahun prosesnya. Dipilih lalu calon-calonnya tersebut yang akan dipilih di Tanwir. Terpilih 39 lalu dipilih lagi menjadi 13. Dari 13 dipilihlah ketua umum. Itu berlapis-lapis,” katanya.
Maka, lanjutnya, tidak akan ada sponsor mana pun yang bisa masuk dalam pemilihan tersebut. Mungkin lain ceritanya kalau ada pemilihan tunggal.
“Ada tradisi juga di Muhammadiyah, jangan mengejar jabatan, tetapi ketika jabatan diamanahkan ambil dan tunaikan dengan baik,” katanya. (*)
Penulis Ichwan Arif Editor Mohammad Nurfatoni