PWMU.CO – Ternyata sulit cari pemimpin selama pemilihan presiden.
Hal itu disampaikan pengamat politik Eep Syaefullah Fatah dalam Kajian Ramadhan 1445 PWM Jatim bertempat di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Sabtu (16/3/2024).
“Ternyata sulit mencari pemimpin dalam Pilpres. Demokrasi sendiri, terlepas ajaran Islam punya kriteria pemimpin harus shiddiq, fatonah, tabligh, amanah, dalam teori demokrasi pemimpin yang dicari adalah orang yang punya tiga kualitas,” kata Eep.
Tiga kualitas itu, pertama, punya gagasan berdemokrasi yang mumpuni. “Disebut sebagai democratic mind,” ungkap pria kelahiran Bekasi, 13 November 1967 itu.
Artinya, sambung dia, ilmu dan pengetahuannya cukup untuk berdemokrasi. Begitu pula pemahamannya, cukup tentang perbandingan praktik-praktik demokrasi di berbagai negara.
Kedua, democratic attitude (perilaku berdemokrasi). “Orangnya layak nggak diteladani. Sehingga setiap orang yang dipimpinnya mengacu pada yang bersangkutan dan karena itu setiap orang akan berperilaku baik dalam kaitan dengan bangsa, agama, dan kemanusiaannya,” terangnya.
Ketiga, democratic skill (keterampilan demokrasi). “Kalau hilang aspek demokrasi, bisa tetap terampil tapi istilahnya diubah menjadi political skill, yakni kemampuan bersiasat atau berpolitik dengan kehilangan nilai demokrasi,” lanjutnya.
Eep menilai kadang kita menemukan pemimpin yang democratic mind luar biasa tapi pada saat yang sama political skillnya terbatas. Salah satu contohnya, Kiai Abdurrahman Wahid.
“Karena itu, kemudian dengan cepat dimakzulkan karena mengambil keputusan yang dari sisi ukuran democratic skill harusnya dihindari,” ungkap Founder dan CEO Dig-Inc.Asia (Digital Marketing and Solutions) ini.
Sebab, saat itu Abdurahman Wahid alias Gus Dur membubarkan MPR dan DPR yang jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi UUD 1945. “Kalau hari itu Gus Dur tidak membubarkan MPR DPR, ceritanya akan berbeda. Lebih alot untuk menjatuhkannya,” kenangnya.
Sebaliknya, ada yang political skill-nya luar biasa sampai kriteria democratic attitude-nya yang layak diteladani dan kriteria democratic mindnya yang terbatas tidak terlihat. “Menurut saya, contoh terbaiknya adalah Presiden Jokowi,” ungkapnya bikin seisi aula itu riuh.
“Saya sudah kadung dianggap bersuara keras jadi harus keras,” imbuhnya memantik tawa peserta kompak terdengar.
Sepanjang pengalaman berdemokrasi sejak 1999, menurutnya bangsa Indonesia punya pengalaman mendapatkan pemimpin dengan kualitas beragam dari tiga hal itu. Baik ditinjau dari gagasan demokrasinya, perilaku demokrasinya, maupun keterampilan berpolitiknya.
“Menurut saya, kalau saya simpulkan sekarang, Pak Jokowi tidak amanah. Jadi salah satu kegagalan dari demokrasi kita, karena cacat dan cederanya itu, belum berhasil menjamin didapatkannya pemimpin yang amanah itu,” ungkapnya.
Eep pernah menjadi Konsultan Politik pasangan Anies-Sandi yang diusung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam Pilkada DKI 2017. Lalu ia menjadi tim sukses pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Pilkada DKI 2012. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Sugeng Purwanto