PWMU.CO – Ditanya porsi nahi mungkar Muhammadiyah sedikit, Abdul Mu’ti beri contoh ini.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti MEd menjawabnya dalam Kajian Ramadhan 1445 PWM Jatim, yang bertempat di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Sabtu (16/3/24).
Menurut Abdul Mu’ti, cara amar makruf nahi mungkar itu sangat terbuka. “Sayangnya kemudian kita ini memaknainya dalam bentuk retorika,” ujarnya.
Dia kemudian memberi ilustrasi, “Kemarin itu kan ramai orang soal speaker. Soal itu saya setuju dengan Gus Yaqut (Menteri Agama). Saya setuju soal tadarus dan tarawih tidak pakai speaker luar. Saya bilang, bisa diapresiasi dan bisa dipahami. Itu biasanya viral di Kemenag kalau saya mendukung,” ujarnya.
Nikah Semua Agama
Tapi kemudian ketika ditanya wartawan bagaimana masjid Muhammadiyah. “Saya bilang, Muhammadiyah dari dulu tidak ada speaker untuk tarawih dan tadarus. Jadi mulai dari dulu sebelum ada edaran sudah dilakukan oleh Muhammadiyah,” jelasnya.
Tapi soal ramai-ramai Kantor Urusan Agama (KUA) dia tidak setuju. “Karena kalau KUA untuk semua agama, maka harus mengubah undang-undang. Seperti Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang Adminduk, dan Kompilasi Hukum Islam. Nah, itu mungkin yang Gus Menteri belum memahami konsekuensi soal usul beliau KUA untuk semua agama itu,” paparnya.
Maka yang disampaikan Abdul Mu’ti ke Gus Menteri adalah dikaji yang mendalam. “Dikaji yang mendalam itu kritik sebenarnya. Tetapi kalau orang yang memahaminya secara keras, ojo ngunu kuwi keliru. Itu bukan Muhammadiyah menurut saya. Ngelengke menteri itu bedo karo ngelengke tidak menteri,” tuturnya.
Kenapa Abdul Mu’ti seperti itu. “Karena saya juga biasa nitip ke Gus Menteri. ‘Gus ini PWM mau haji’. Itu juga, kalau mengeritik terus tiba-tiba minta dibantu ya, ‘enak aja lho ngeritik terus kemudian tiba-tiba minta tolong’. Kalau memang ngeritik ya jangan minta tolong. Karena kalau bicara politik tidak bisa seperti itu,” ungkapnya.
“Maka Bapak dan Ibu, soal amar makruf nahi mungkar itu tidak harus didikotomikan. Soal ada orang yang mengeritik itu biarkan saja. Itu bukti kalau ada yang mengeritik itu tanda kita masih hidup. Wong kadang-kadang orang yang sudah mati saja dikritik,” selorohnya. (*)
Penulis Darul Setiawan.