Prank: Selamat Datang Permisif! oleh Dr Encep Saepudin SE MSi, Dosen Prodi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah (UM) Purwokerto dan Anggota LPCR PWM Jateng.
PWMU.CO – Suara tawa terhenti seketika. Para pelaku terkejut karena kejutannya menyebabkan korban prank tidak bergerak lagi. Meninggal dunia!
Namun, kejadian kematian itu bukan aksi prank terakhir. Ternyata masih saja ada kisah-kisah kematian berikutnya.
Prank merupakan trik yang dilakukan kepada seseorang agar kaget dan heran. Aksinya sekadar bercanda atau lelucon praktikal.
Prank makin ngetren seiring makin marak pilihan media sosial. Seperti FB, IG, TikTok, dan lain sebagainya. Media sosial ini menjadi media menyebarluaskan Reels aksi prank agar naik trafiknya.
Kenaikannya terjadi karena publik penasaran isi Reels tersebut. Publik pun bisa langsung berkomentar tanpa perlu merasa bersalah. Apalagi harus minta maaf bila ternyata isi Reels tersebut jauh dari kenyataan.
Sedangkan pelaku prank terus berharap Reelsnya makin viral. Prank viral, ipun melesat. Lesatannya akan menggelontorkan rupiah ke dalam pundi. Kaya mendadak!
Betapa mudahnya mendapatkan cuan dengan menyakiti orang lain. Tanpa merasa bersalah.
Toh, kalau pun bersalah hanya cukup bikin surat pernyataan tidak akan mengulangi lagi dengan membubuhkan tanda tangan di atas meterai. Meski sebagian juga ada yang sampai ruang pengadilan hingga hakim memutuskan vonis sekian waktu. Tok, tok, tok!
Diperbolehkan
Selama masih sebatas candaan dan tidak membahayakan jasmani dan rohani korban, prank masih dibolehkan. Untuk lucu-lucuan. Apalagi dalam kehidupan keseharian yang pikiran mumet karena di-‘prank’ harga-harga sembako ‘yang disesuaikan’ supply-demand. Bolehlah kita melucu.
Terlepas dari itu, prank telah menggeser norma dan tabu. Norma hubungan antarindividu. Norma hubungan antara pimpinan bawahan. Bahkan norma hubungan orang tua dan anak. Juga tabu yang berada dalam lingkungan masyarakat.
Selamat datang permisif. Selamat tinggal norma dan tabu!
Islam tidak melarang perubahan tersebut. Perubahan adalah keniscayaan. Yang penting perubahan tidak melanggar syariah.
Konsep syariahnya tertuang dalam hukum asal muamalah: “Sesungguhnya hukum asal dari segala ciptaan adalah mubah, sampai tegaknya dalil yang menunjukkan berubahnya hukum asal ini.” (Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir, 1/64. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Rasulullah Muhammad SAW pun mengingatkan umatnya terkait perubahan yang mungkin terjadi sesuai zamannya. Hal ini tertuang dalam hadits: “Yang halal adalah apa yang Allah halalkan dalam kitabNya, yang haram adalah yang Allah haramkan dalam kitabNya, dan apa saja yang didiamkan-Nya, maka itu termasuk yang dimaafkan.”
(HR At-Tirmidzi No. 1726, katanya: hadits gharib. Ibnu Majah No. 3367, Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir No. 6124. Syaikh Al Albani mengatakan:hasan. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 1726. Juga dihasankan oleh Syaikh Baari’ ‘Irfan Taufiq dalam Shahih Kunuz As sunnah An Nabawiyah, Bab Al Halal wal Haram wal Manhi ‘Anhu, No. 1)
Fenomena prank yang diviralkan merupakan salah satu jalan menuju perubahan. Kadangkala kita mengubah keadaan lebih efektif dengan membuat aksi lucu nan menghibur.
Karena itu, prank perlu dijaga agar lebih menjurus kepada perbuatan yang banyak mendatangkan kemaslahatan dan menjauhkan kebatilan secara norma yang berlaku di tengah masyarakat. (*)
Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni