Tasawuf Modern dan Jalan Hidayah Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Menulislah, Engkau Akan Dikenang (terbit Maret 2024) dan sepuluh judul lainnya.
PWMU.CO – Sangat banyak pembaca Tasawuf Modern, salah satu buku legendaris Hamka, yang mendapatkan manfaat besar. Manfaat, bisa dari sekadar pencerahan sampai kepada menjadi media terbukanya jalan hidayah.
Tasawuf Modern (buku yang terbit kali pertama pada 1939), memang fenomenal. Salah satunya, karena menjadi sebab terbukanya jalan hidayah seseorang bahkan sebuah keluarga setelah membacanya. Berikut ini kisahnya, yang disampaikan Hamka sendiri di Tafsir Al-Azhar (2007: 523-524).
Kisah Asyik
Di sebuah hari, di tahun 1957, Hamka ada kunjungan dakwah di Surabaya. Di kesempatan itu, Ulama Besar tersebut bertemu dengan seorang anak muda yang sekampung dengan dirinya, yaitu sama-sama dari Maninjau – Sumatera Barat.
Si anak muda itu menyampaikan titipan salam dari mertuanya kepada Hamka. Berkata demikian, sambil dia jelaskan bahwa sang mertua sangat suka kepada karangan-karangan atau tulisan-tulisan Hamka dan terutama yang berjudul Tasawuf Modern. Dengan buku yang disebut terakhir itu, mertuanya mendapat bimbingan menjadi orang Islam yang baik.
Si anak muda lalu menerangkan apa yang pernah dialaminya. Bahwa, pada masa hebatnya revolusi bersenjata di Yogyakarta pada tahun 1945 sampai 1947, dia telah bertemu jodoh dengan seorang gadis Jawa yang beragama Katholik. Ayah dan bundanya juga Katolik. Demikian pula sekalian anggota keluarganya yang lain.
Atas rencana si anak muda itu yang akan kawin dengan perempuan beragama Katholik, teman-teman dekatnya tidak setuju karena takut dia akan meninggalkan Islam. Bahkan, setelah sampai berita itu ke kampungnya-Maninjau-, dia lalu dianggap telah hilang oleh keluarganya.
Niat telah bulat, perkawinan itu jadi dilaksanakan. Dalam perjalanannya berumah tangga, si anak muda terus menjalankan segala aspek kehidupan secara Islam. Dia patuhi berbagai ibadah dalam Islam.
Sikap kepada istrinya, baik sekali. Misal, kalau istrinya hendak ke gereja maka ditolongnya yaitu dengan menemaninya. Lantaran kelakuan yang baik itu, dia disayang oleh sang mertua. Pergaulan bertambah lama semakin akrab.
Di antara kebiasaan baik si anak muda adalah suka membawa buku-buku Islam yang bermutu untuk bacaan istrinya. Di antara buku yang dibawanya adalah Tasawuf Modern.
Singkat kisah, terutama lewat buku Tasawuf Modern, sang mertua yang ikut membaca lalumasuk Islam. Begitu juga dengan saudara-saudara isterinya, hampir semua memeluk Islam. Khusus isteri si anak muda, kemudian menjelma menjadi seorang perempuan yang taat beragama Islam.
Terkait perubahan keadaan itu, hubungan dua keluarga menjadi baik. Hubungan yang dimaksud adalah antara mertuanya dengan keluarga si anak muda di Maninjau. Kini, akrab-lah hubungan antar-besan.
Proses Sukses
Selanjutnya, terjadilah dialog Hamka dengan si anak muda. Sebuah percakapan yang mengesankan.
“Cara apakah yang engkau pakai buat menarik mereka,” tanya Hamka. Bukankah, orang Katholik sangat teguh disiplin agamanya, kata Hamka lebih lanjut.
“Pertama sekali,” respons si anak muda, “Benar-benar saya perlihatkan kehidupan cara Islam. Saya cintai istri dan saya tolong. Kadang-kadang saya turut masuk ke dapur. Saya hormati mertua dengan sebenar-benarnya hormat. Saya bersikap baik kepada sekalian saudaranya”.
“Satu keuntungan lagi,” lanjut si anak muda, “Sebab mertua saya yang laki-laki orang yang suka membaca. Selama ini dia belum mengenal buku-buku Islam yang bermutu. Sengaja saya sediakan buku-buku itu. Dan, saya jawab dengan hormat kalau beliau bertanya. Akhirnya, timbullah herannya dan kagumnya setelah mengetahui peraturan-peraturan Islam dan pikiran-pikiran Islam.”
“Sedangkan istri saya,” masih kata si anak muda, “Hanya tiga bulan yang pertama dia masih memegang agama Katholik. Sebelum pergaulan kami sampai enam bulan, ketika saya ajak dia masuk Islam dengan lemah lembut, dia pun mau dan mengucapkan dua kalimat syahadat”.
Tak cukup hanya itu. “Saya bawa dia mempelajari agama kepada Aisyiyah di Yogyakarta dan Surabaya (dengan cara aktif di dalamnya),” lanjut si anak muda.
Yang Kembali
Secara khusus, bagaimana kisah sang mertua masuk Islam? Berikut ini lanjutan kisah menarik ini.
“Ketika mertua saya hendak menukar agamanya,” terang si anak muda, “Terharu saya mendengar perkataan beliau. Saat itu beliau berkata bahwa sebenarnya nenek-moyangnya beragama Islam. Ayahnya masih Islam. Hanya saja, karena keislaman mereka tersebab keturunan dan tidak mendapat penerangan yang betul, jadilah mertua Katolik”.
Lalu, si anak muda menutup kisah sang mertua saat masuk Islam. Intinya, sang mertua berterima kasih. Bahwa, karena pertolongan sang menantu, si mertua kembali kepada agama Islam sebagaimana nenek-moyangnya.
Rencana Indah
Selesaikah kisah si anak muda (yang ketika berjumpa Hamka di tahun 1957, anaknya sudah tiga orang) itu? Ternyata, masih ada dialog lanjutan dengan Hamka.
“Di manakah kalian kawin,” tanya Hamka.
“Kami berdamai. Mula-mula kawin di gereja. Setelah itu kami pergi ke pengkulu, kawin secara Islam,” jelas si anak muda.
“Rupanya engkau punya rencana dalam perkawinan ini,” tukas Hamka.
“Menjalankan rencana Tuhan,” jawab si anak muda sembari tersenyum.
Sejumlah Ibrah
Ada banyak pelajaran dari kisah di atas. Pertama, mendakwahkan Islam bisa dengan cara berperilaku baik dalam keseharian. Kedua, jalan hidayah itu banyak termasuk lewat bacaan yang bermutu. Ketiga, mereka yang punya hobi membaca bukan saja punya peluang besar memiliki ilmu yang luas bahkan bisa pula menjadi lantaran turunnya hidayah.
Alhasil, pertama, jadilah kita insan yang gemar membaca. Kedua, rajinlah menulis. Jenis tulisan bisa kita pilih sesuai minat dan kecakapan masing-masing. Bentuknya, antara lain seperti berita, feature, artikel-opini, dan buku.
Sebagaimana Tasawuf Modern-nya Hamka, semoga tulisan kita bermanfaat bagi masyarakat, aamiin. Semoga Allah mudahkan niat baik kita, amin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni