PWMU.CO — Kenapa tidak ada basmalah pada Surat at-Taubah? Padahal surat lain biasanya didahului dengan basmalah.
Pertanyaan itu membuka tausiah Khofifatur Rohmah SPdI pada Ngaji Tafsir Ibnu Katsir untuk guru SD Muhammadiyah 1 GKB (SD Mugeb) Gresik, Kamis (21/3/2024) pagi.
Tolong ditambahkan yang saya bold
Guru al-Islam yang akrab disapa Ifa itu menyampaikan, pertanyaan itu muncul dari para sahabat. Imam Tarmizi mengatakan Abdullah Ibnu Abbas bertanya kepada Usman, “Wahai amirul mukminin, mengapa engkau menyertakan surat at-Taubah ke surat al-Anfal dan mengapa engkau tidak menyertakan basmalah di antara dua surat itu?”
Kemudian Usman menjawab pertanyaan pertama terlebih dahulu. “Karena dulu Rasulullah ketika mendapat Wahyu surat at-Taubah ini, Beliau tidak memanggil ahli yang menuliskan Wahyu,” ujarnya di perpustakaan al-Hikmah SD Mugeb.
Adapun untuk pertanyaan kedua, Usman menjawab, “Karena ayat ini saling berhubungan. Sama-sama membahas perang. Sampai Rasulullah wafat, tidak ada keterangan apakah surat at-Taubah termasuk surat al-Anfal.” Al-Anfal membahas tentang harta rampasan perang.
Ifa menjelaskan, “Usman khawatir jika surat al-Baroah termasuk bagian dari surat al-Anfal maka beliau tidak menyertakan basmalah di antara keduanya.”
Ia menyimpulkan, “Jadi surat al-Baroah tidak tertulis basmalah di permulaannya karena para sahabat dalam hal ini mengikuti cara Usman.”
Tafsir yang lain, kata Ifa, juga menyebutkan, basmalah tidak disebutkan di awal at-Taubah karena at-Taubah memuat tentang peperangan. Sedangkan basmalah menunjukkan rahman (pengasih) dan rahim (penayang) Allah.
“Jadi ketika mau membaca at-Taubah bisa dimulai dengan membaca taawudz saja tanpa basmalah,” terang wali kelas I itu.
Pemutus Hubungan
Ifa lebih lanjut menjelaskan tafsir ayat pertama at-Taubah. “Ayat 1 dimulai dengan ‘baroa’ yang artinya pemutus hubungan. Maksudnya, Allah menyeru kaum Muslimin memutuskan hubungan dengan kaum Musyrikin,” ungkapnya.
Setelah Perang Tabuk, lanjut Ifa, Muhammad SAW melaksanakan haji kubro yang diikuti semua penduduk Kota Madinah. “Kaum muslimin maupun musyrikin semuanya sama-sama melaksanakan haji sebelum ayat itu turun,” terangnya.
“Tiba-tiba beliau melihat kaum musyrikin sai dengan telanjang tanpa busana. Itu tidak sesuai etika. Setelah itu, Muhammad tidak mau bersinggungan dengan kaum musyrikin. Beliau mengutus Abu Bakar untuk memberi peringatan kepada kaum Musyrikin setelah turun ayat itu,” tuturnya.
Dari sini, Muhammad SAW juga memberikan peringatan kepada kaum muslimin agar tidak meniru kaum musyrikin yang thawaf tanpa busana di mana itu tidak sesuai ajaran Islam.
Kedua, kaum Muslimin diminta memutus hubungan perdamaian dengan kaum musyrikin. “Kalau ada perdamaian, dibatasi 4 bulan, kalau selama itu mereka masih ingkar, maka wajib memerangi kaum musyrikin,” ujar Ifa.
Ini merupakan tafsir ayat satu at-Taubah atau yang terkenal dengan al-Baroah (sesuai permulaan suratnya).
Adapun pada ayat kedua, dijelaskan lebih lanjut, perjanjian itu hanya terlaksana selama empat bulan. “Kurang lebih 50 hari. Setelah itu, semua perjanjian sudah tidak ada lagi,” ungkapnya.
Ayat ketiga, Allah memberikan pengampunan agar mereka bertaubat. Ayat keempat, bagi yang ada perjanjian, maka Muslimin boleh memenuhi janji dengan mereka selama waktu tersebut. Adapun bagi yang tidak ada perjanjian dengan kaum musyrikin maka harus benar-benar dimusuhi.
Sebelum menutup tausiahnya, Ifa memberi pesan, “Hidup itu seperti kita menabung. Entah itu tabungan kebaikan atau keburukan, kita pasti menerimanya. Allah tidak hanya memberikan balasan di akhirat, Allah juga akan menampakkan di dunia untuk mengingatkan kita karena cintanya kepada kita.” (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni