PWMU.CO – Selama ini terbentuk persepsi bahwa orang-orang Afrika yang pergi haji itu kasar. Mereka dianggap suka main dorong, terutama saat melakukan thawaf. Cerita-cerita seperti itu beredar dari jamaah haji Indonesia yang pulang dari menunaikan rukun Islam ke-5 itu.
Tapi anggapan itu tak berlaku bagi Abu Bakar, seorang jamaah calon haji dari negara Guinea, Afrika Barat. Yang nampak justru sikap friendly. Pria yang mengaku memiliki 9 anak—5 perempuan dan 4 laki-laki dari istri yang bernama Zaenab itu—dengan ramah mengenalkan diri, saat kami duduk satu shaf di di depan kabah menunggu shalat Asar, Ahad (20/8).
Meski dengan komunikasi yang terbatas, kami pun berbincang. “English small, Arab small,” katanya bermaksud menjelaskan bahwa penguasaan bahasa Inggris dan Arabnya minim. Menurutnya, bahasa yang dikuasainya adalah Perancis. “France fine,” ucapnya. Maklum, Guinea -negara dengan penduduk 10 jutaan- adalah negara yang pernah dijajah Perancis.
(Baca: Meski Berada di Saudi, Jangan Kearab-araban…)
Selain ke Madinah dan Mekah, Abu Bakar ternyata pernah melakukan lawatan ke berbagai negara, seperti ke China, Jepang, India, dan bahkan Indonesia. “Di sana saya belajar tentang pertanian,” katanya sambil menunjukkan foto-foto di galari HP-nya.
Terlihat foto Abu Bakar dengan latar belakang tanaman padi miliknya. “From China,” terangnya ketika menunjuk foto alat berat pertanian yang dia punyai.
Selain itu dia perlihatkan foto istri dan anak-anaknya. Ketika menunjuk foto istrinya, dia menjelaskan bahwa Zaenab sudah berhaji tahun 2013 dan mahir berbahasa Arab.
Tentang Indonesia, Abu Bakar sempat memuji sebagai negara dengan umat Islam terbesar. Selain itu, “Pertaniannya juga bagus,” katanya dengan tersenyum.
Senyum Abu Bakar, bagi saya penting untuk membuktikan bahwa di balik postur tubuh Afrika-nya yang tinggi besar, ada kelembutan hati dan keramahan sikap. Semoga itu ciri calon haji mabrur. (MN)