Nabi Shalat Malam di Akhir Ramadhan bersama para Sahabat; Oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian ini berdasarkan hadits sebagai berikut:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ الغفاري قَالَ صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَضَانَ فَلَمْ يَقُمْ بِنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَقِيَ سَبْعٌ مِنْ الشَّهْرِ فَقَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ نَحْوٌ مِنْ ثُلُثِ اللَّيْلِ ثُمَّ كَانَتْ سَادِسَةٌ فَلَمْ يَقُمْ بِنَا فَلَمَّا كَانَتْ الْخَامِسَةُ قَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ نَحْوٌ مِنْ شَطْرِ اللَّيْلِ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ نَفَلْتَنَا قِيَامَ هَذِهِ اللَّيْلَةِ قَالَ إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا صَلَّى مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ قَالَ ثُمَّ كَانَتْ الرَّابِعَةُ فَلَمْ يَقُمْ بِنَا فَلَمَّا بَقِيَ ثُلُثٌ مِنْ الشَّهْرِ أَرْسَلَ إِلَى بَنَاتِهِ وَنِسَائِهِ وَحَشَدَ النَّاسَ فَقَامَ بِنَا حَتَّى خَشِينَا أَنْ يَفُوتَنَا الْفَلَاحُ ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْ الشَّهْرِ قَالَ دَاوُدُ قُلْتُ مَا الْفَلَاحُ قَالَ السُّحُورُ
Dari Abu Dzarr dia berkata, “Kami puasa Ramadan bersama Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ tidak bangun (shalat malam) bersama kami hingga tinggal tujuh hari dari bulan Ramadan, lalu beliau bangun bersama kami hingga sepertiga malam. Kemudian pada malam keenam akhir Ramadan, beliau tidak bangun (shalat malam). Setelah malam kelima beliau bangun (shalat malam) bersama kami hingga hampir lewat separuh malam. Lalu kami berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah ﷺ, bagaimana jika engkau ikut shalat sunah bersama kami malam ini?’
Beliau menjawab, “Jika seseorang shalat bersama imam hingga usai, berarti ia telah menegakkan shalat malam.” Ia berkata lagi, “Pada malam keempat (menjelang berakhirnya Ramadan) beliau tidak bangun (shalat malam) bersama kami. Setelah tinggal sepertiga dari bulan (Ramadan) beliau mengutus seseorang kepada anak-anak perempuannya dan para istrinya, serta mengumpulkan orang-orang, lalu beliau shalat bersama kami hingga kami khawatir kehilangan waktu falah. Beliau tidak melakukan itu lagi pada bulan Ramadan.” Daud berkata, aku bertanya, apakah yang di maksud dengan falah? Al Walid menjawab, yaitu waktu sahur. (HR Abu Dawud, an-Nasa’i, Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)
Para sahabat didikan Rasulullah memang orang-orang yang sangat luar biasa. Tempaan keimanannya menjadikan mereka menjadi orang-orang yang sangat memiliki keinginan yang kuat akan kebaikan. Kecintaan mereka kepada nabi dengan memberikan loyalitasnya yang penuh menjadi bukti bahwa keimanan mereka nyaris sempurna. Mereka adalah pembela nabi dalam berdakwah dan sekaligus menjadi pangamal ibadah yang selalu taat.
Kita tidak dapat membayangkan, apakah sekiranya kita menjadi bagian dari mereka, kita dapat menjadi sahabat yang seperti mereka itu. Apapun keadaan kita saat ini, tiada lain haruslah terus berupaya dengan maksimal untuk menjadi hamba yang baik, hamba Allah yang senantiasa menjaga nilai kehambaan kita secara baik. Sebagaimana mereka menjadi teladan bagi kita, karena mereka adalah orang-orang yang senantiasa ingin menggapai ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Shalat Malam bersama Nabi
Abu Dzar al Ghiffari, sahabat mulia Rasulullah menceritakan bahwa pada saat bulan suci Ramadhan Nabi tidak pernah shalat malam bersama para sahabat sampai sepertiga malam kecuali pada malam keduapuluh tiga. Selanjutnya pada malam keduapuluh empat beliau tidak lagi shalat bersama para sahabat.
Kemudian pada malam keduapuluh lima beliau shalat lagi bersama para sahabat sampai tengah malam. Sampai Abu Dzar usul kepada Rasulullah, sekiranya shalat malam ini diperbanyak bersama beliau, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya apabila seseorang salat (malam) bersama imam hingga selesai, maka akan di catat baginya seperti bangun (untuk mengerjakan salat malam) semalam suntuk.”
Ungkapan Rasulullah di atas merupakan sesuatu yang lebih meringankan bagi para sahabat dan umat beliau. Bahwa dengan shalat berjamaah qiyamullail di bulan Ramadhan maka akan mendapatkan pahala sebagaimana shalat semalam suntuk. Begitulah kasih sayang beliau kepada umatnya, sangat besar dan tiada bertepi. Balasan cinta itu adalah mengikuti sunah beliau dan memperbanyak membaca shalawat atas beliau dengan sebaik-baiknya.
Pada malam keduapuluh enam beliau tidak lagi shalat bersama para sahabat, dan pada malam keduapuluh tujuh, keduapuluh delapan dan keduapuluh sembilan beliau mengumpulkan keluarganya, istri dan anak-anaknya serta kaum muslimin untuk shalat bersamanya, sampai-sampai mereka khawatir ketinggalan al–Falahatau makan sahur. Selanjutnya beliau tidak lagi keluar dalam rangka Qiyamullail pada bulan Ramadhan pada tahun berikutnya karena dikhawatirkan hal itu dianggap wajib bagi para sahabat dan umatnya.
Hadits ini sekaligus memberikan penjelasan bahwa Rasulullah dan para sahabat pernah melaksakakan Qiyamullail pada bulan Ramadhan. Istilah sekarang aktivitas ini sering disebut sebagai Qiyamu Ramadhanatau Tarawih. Sekaligus memberikan dorongan kepada umat beliau agar benar-benar berusaha memanfaat malam ganjil di sepuluh akhir bulan Ramadhan untuk beribadah kepada Allah.
Dengan demikian, sudah seharusnya di sepuluh akhir bulan Ramadhan itu umat ini lebih fokus dalam rangka meningkatkan kuantitas ibadahnya kepada Allah, dan mengurangi perhatiannya dalam urusan dunia.
Acapkali justru di akhir bulan Ramadhan umat lebih sibuk menyiapkan diri untuk menghadapi datangnya Idul Fitri. Tentu hal ini sah-sah saja, akan tetapi untuk urusan ibadah juga harusnya mendapat porsi perhatian yang lebih pula. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni