PWMU.CO – Ramadhan di Taichung Taiwan, kota minoritas Muslim merupakan sebuah tantangan tersendiri. Seperti yang dialami oleh Novendra Setyawan ST MT, dosen Program Studi Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang kini menempuh pendidikan doktor di National Formosa University, Kota Taichung, Yunlin County, Taiwan.
Novendra menceritakan berbagai pengalaman menarik yang ia alami saat bulan Ramadan di Taichung, Taiwan. Di sana, mayoritas masyarakatnya menganut agama Budha. Maka tentu suasana Ramadhan di tempat tinggalnya sama seperti hari-hari biasanya.
“Karena Taichung merupakan kota kecil dan masih sangat kental budaya yang ada, sehingga tidak ada masjid di kota ini. Perlu menempuh perjalanan kurang lebih satu setengah jam untuk bisa menemukan masjid di kota pusat,” ujarnya, Aabtu (23/3/2024)..
Sulitnya menemukan masjid untuk beribadah membuat Novendra bergabung ke dalam komunitas Muslim yang berasal dari beberapa negara. Seperti mereka dari India, Pakistan, dan Indonesia. Mereka sering berkumpul selama bulan Ramadhan untuk berbuka puasa bersama ataupun melaksanakan shalat Tarawih berjamaah.
“Kami sering memasak untuk menghindari makanan non-halal. Memanfaatkan aplikasi Halalin untuk membantu kami menemukan bahan makanan yang dapat dikonsumsi Muslim. Tidak banyak toko yang menjual bahan makanan halal di sini karena rata-rata bahan makanan yang masyarakat lokal konsumsi mengandung minyak babi,” katanya.
Novendra mengatakan ia dan teman-teman komunitas Muslim tengah bersiap menyelenggarakan sebuah sosialisasi tentang Islam. Ini sebagai cara mengenalkan Islam ke masyarakat non-Muslim di Taichung.
Kunjungi PCIM Taiwan
Selama Ramadan, Noven juga menyempatkan diri untuk berkunjung ke Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Taiwan. Di sana ia banyak bertemu dengan para perantau yang sedang menempuh pendidikan di Taiwan. Mereka melaksanakan buka puasa, tarawih, dan kajian bersama. Ia merasa bahagia karena bisa merasakan suasana Ramadhan di luar negeri namun tetap dapat berkumpul sesama umat muslim.
Terkait jauhnya masjid, ia mengatakan bahwa perjalanan jauh tidak menjadi halangannya untuk beribadah bersama teman-teman Muslim lain. Ia percaya perjalanannya merupakan bagian ibadah dan dihitung sebagai pahala.
“Saya mendengar banyak cerita mereka yang mendapatkan situasi seperti saya merupakan orang yang istimewa. Maka saya harus menikmatinya dengan baik dan menjalani Ramadan dengan bahagia di kota ini,” kelakarnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni