PWMU.CO – Dua karya siswa SDMM Gresik, Jawa Timur, lolos sebagai 20 semifinalis dalam ajang Kalbe Junior Scientist Award (KJSA 2024) yang diselenggarakan PT Kalbe Farma Tbk, Senin (25/3/2024).
Dua tim yang masuk semifinalis tersebut berhasill membuat karya alat peraga IPA. Pertama, Panic Button oleh tim bernama “Alpha Centaury” dengan personel Kayyisah Zarifah Mazaya Kisna, Athiyah Fahitah, dan Idelia Sakhi Hermawan. Tim ini dibina oleh guru SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Ria Eka Lestari SSi.
Kedua Magic Finger Com (Magic FC), ciptaan Tim Magic FC yang terdiri dari Nawal Aghla Mahesvari, Alham Fathuddin Ghaisan, dan Nusaiba Layyana Mazea Syafir ini mempersembahkan alat yang memberikan solusi bagi para disabilitas dan lansia yang mengalami kesulitan bergerak dan berbicara. Guru pembinanya Shofan Hariyanto MPd.
Kepada PWMU.CO, Rabu (27/3/2024) Ria Eka Lestari menjelaskan fungsi Panic Button. Dia menjelaskan, ide awal alat tersebut muncul saat terjadi perudungan (bullying) yang melibatkan anak artis, juga kasus-kasus lain yang dialami santri di salah satu pondok pesantren.
“Nah, baru-baru ini viral kasus perundungan, ya. Mulai dari sekolah anak artis yang ternama di area ibukota, kemudian perundungan yang sampai menyebabkan kematian di pesantren, itu menjadi fokus perhatian kami,” kata Penanggung Jawab Bimbingan Konseling (BK) SDMM itu.
Alat tersebut dibuat sesuai dengan tema yang diusung KJSA tahun ini yakni tentang kesehatan. Maka Alpha Centaury membuat alat sesuai tema, yakni tentang kesehatan mental yang erat kaitannya dengan kesehatan jiwa agar terhindar dari ancaman perudungan.
“Sebenarnya kami hanya menyesuaikan tema dari Kalbe. Temanya kan tentang kesehatan. Nah, dari hasil diskusi dengan siswa, kami memilih kesehatan mental yang mungkin masih akan belum banyak peserta yang melirik. Karena biasanya yang banyak adalah kesehatan fisik,” terangnya.
Cara Kerja Panic Button
Menurutnya Panic Button sangat berguna untuk berkomunikasi dengan orang tua yang menerima notifikasi dari alat ini ketika digunakan.
“Ketika anak mengalami perundungan, anak menekan tombol Panic Button. Panic Button akan berbunyi, mengirimkan pesan nama siswa yang mengalami perundungan dan lokasi terjadinya perundungan. Orang tua akan menerima pesan Telegram bahwa putra-putrinya dalam bahaya. Orang tua bisa langsung ke sekolah mencari tahu kondisi putra/putrinya,” jelas guru IPA itu.
Tari, sapaanya, bersyukur karena karya timnya lolos 20 besar dari 135 lebih karya yang mengikuti ajang itu
“Sempat ragu karena mengangkat tema kesehatan mental, melihat 135 peserta yang antusias di WA group dengan karyanya yang bagus-bagus, namun saat muncul di Instagram perasaan campur aduk, ya pengin menangis, ya pengin tertawa,” ungkapnya.
Dia berharap bahwa alat ciptaan timnya ini menjadi solusi untuk kasus-kasus perudungan di negeri ini dapat hilang.
“Seperti filosofi Bintang terbesar di galaksi selain matahari harapannya Panic Button menjadi penerang kasus perudungan di negeri ini, setiap anak terjaga kesehatan mentalnya dengan alat yang bisa dibawa membersamainya,” ujarnya penuh harapan.
Muchammad Rahmadhony salah satu pembina robotika SDMM yang membantu perakitan alat Panic Button menjelaskan alat tersebut berbasis IoT (internet of things) yang dapat mengirim pesan notifikasi letak perudungan lewat internet dan aplikasi berbasis pesan seperti Telegram.
“Alat bekerja secara IoT seluruh bentuk komunikasi berjalan melalui internet, alat juga bisa mengirimkan notifikasi berupa pesan telegram ke orang tua untuk memberi tahu bahwa siswa sedang membutuhkan bantuan,” ujarnya. (*)
Penulis Zaki Abdul Wahid Editor Mohammad Nurfatoni