PWMU.CO – Tujuh langkah Umsida mencapai Akreditasi Unggul diungkapkan Rektor Univeristas Muhamadiyah Sidoarjo (Umsida) Dr Hidayatulloh MSi di Baitul Arqom dosen dan karyawan di Institut Ahmad Dahlan (IAD) Probolinggo.
Hidayatulloh menceritakan tujuh langkah bagaimana akhirnya Umsida meraih Akreditasi Unggul itu. Hal ini diselaraskan dengan tema Baitul Arqom Meningkatkan Kapasitas Pribadi yang Unggul, Selasa (26/3/2024).
“Pertama, yang kami lakukan adalah penguatan kepemimpinan, leadership is action, not position” ujarnya.
“Kepemimpinan kita di perguruan tinggi itu bukan jabatan, bukan posisi, tetapi tindakan,” tegasnya di hadapan para pimpinan, dosen ,dan karyawan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Muhammadiyah Bangil, STIT Muhammadiyah Lumajang, dan IAD Probolinggo.
Hidayatulloh melanjutkan, “Bagaimana kita yang ditugaskan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah menjadi rektor ini mampu memberikan action terbaik untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi yang kita pimpin.”
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur itu menekankan bahwa seorang pemimpin itu harus mampu mengetahui cara untuk menjadikan perguruan tinggi ini meraih tujuannya, atau visinya.
“Setelah tahu caranya, seorang pemimpin harus bisa menunjukkan jalan untuk menuju visi tersebut, dan harus mampu menjalankan dan menggerakkan bersama-sama dengan seluruh yang dipimpinnya untuk mencapai visi bersama itu.
Untuk menjalankan semua itu Hidayatulloh merusmuskan paradigma TORSIE yaitu singkatan trust, openness, responsibility, synergy, inter-dependence, dan empowering.
“Antara pimpinan dan seluruh tim di Umsida itu saling percaya, ada rektor ataupun tidak ada rektor, semua menjalankan tugas masing-masing dengan sebaik-baiknya,” katanya.
Hidayatulloh mengungkapkan antara pimpinan dan seluruh anggota wajib saling terbuka dan bertanggungjawab dengan pekerjaan masing-masing, saling bersinergi dan berkolaborasi, saling bergantung, dan memberdayakan sesuai dengan kapasitas masing-masing.
Inspirasi Al-Quran
Langkah kedua adalah penguatan team work. Penguatan team work ini didasari oleh Surat as-Saff 4 dan Ali Imran 103.
Surat as-Saff 4 artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
Sedangkan surat Ali Imran 103 artinya: “Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.”
Dari kedua ayat di atas, Hidayatulloh merumuskan 5K yaitu kompak, kokoh, kontribusi, konsisten, dan komitmen. Konsep 5K ini diterapkan di seluruh elemen unit kerja yang ada di Umsida.
Setiap individu dari sivitas akademika Umsida, sambung dia, harus kompak dalam bekerja, harus kokoh, saling menguatkan dalam setiap kendala yang dihadapi. Selain itu, setiap dosen, tendik (tenaga kependidikan) hingga pimpinan Umsida juga harus memberikan kontribusi melalui setiap pekerjaannya. Dan semua itu harus dilakukan dengan konsisten dan komitmen yang tinggi.
“Yang ketiga adalah penguatan sumber daya manusia (SDM) yaitu dosen dan tendik. Kami mendorong agar semua dosen berkualifikasi pendidikan doktor,” tuturnya.
“Kami juga mendorong dosen memiliki jabatan fungsional minimal lektor, lektor kepala dan guru besar. Selain itu, kami juga memberikan pelatihan kompetensi sertifikasi untuk tendik dan dosen.” jelasnya.
Hidayatulloh juga mengungkapkan tentang reward and punishment. “Jika ada dosen maupun tendik yang mampu melampaui target, kami beri penghargaan, tetapi yang membuat institusi menjadi terbebani akan kami berikan sanksi,” tegasnya.
“Yang keempat, kami melakukan optimalisasi Catur Dharma Perguruan Tinggi, pendidikan dan pengajaran, penelitian, pengabdian, dan masyarakat, juga integrasi dan interkoneksi al-Islam dan Kemuhammadiyahan,” terangnya.
“Kelima, kami melakukan optimalisasi dan implementasi sistem penjaminan mutu internal, penetapan standar, pelaksanaan standar, evaluasi standar, pengendalian standar hingga peningkatan standar,” jelasnya.
Keenam, “Kami juga melakukan inovasi teknologi yaitu digitalisasi informasi, layanan berbasis sistem informasi, decision support system, learning management system, software pembelajaran,” ungkapnya.
Terakhir, ketujuh, “Kami terus meningkatkan akreditasi dan sertifikasi. Semua program studi diupayakan untuk terakreditasi unggul,” tukasnya.
Semua yang dilakukan ini, kata Hidayatulloh, didasarkan pada surat ar-Ra’d 11 yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
“Kita semua wajib berusaha dengan sungguh-sungguh. Kata kuncinya adalah usaha. Usaha itu kalau dalam ilmu eksak adalah gaya dikalikan jarak, W = F x S. Gaya dikalikan jarak perpindahan itu namanya usaha,” jelasnya.
“Kita ini seringkali bilang bahwa kita sudah berusaha tetapi kok begini-begini saja, tidak ada perubahan, itu namanya kita baru bergaya,” katanya diikuti tawa riuh peserta.
“Gaya yang dilakukan belum menimbulkan perpindahan jarak, artinya tidak ada usaha di situ, tetapi baru bergaya saja,” ujarnya.
Gaya itu, lanjut Hidayatulloh, ada gaya dorong, gaya tarik, gaya tekan. Yang kami lakukan di Umsida supaya unggul ini dengan mendorong, menarik, menekan dan alhamdulillah semua mau didorong, ditarik dan ditekan secara bersama-sama sehingga Umsida terakreditasi unggul,” tandasnya. (*)
Penulis Dian Rahma Santoso Editor Mohammad Nurfatoni