PWMU.CO – Ketua PWM Jatim Dr dr Sukadiono MM mengupas pengelolaan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dalam kegiatan Baitul Arqam Ramadan 1445 H guru dan tenaga kependidikan AUM Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Ngagel Surabaya, Sabtu (30/3/2024).
Dalam acara yang diadakan di Mas Mansyur Hall lantai 6 SMA Muhammadiyah 2 (Smamda) Surabaya Tower, Sukadiono mengatakan terkait pengelolaan AUM harus membaca Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM).
“Yang normatifnya sudah ada tinggal bagaimana mengimplementasikannya. Sebagai pimpinan AUM mulai kepala sekolah, direktur rumah sakit, kepala panti asuhan, dan rektor wajib memahami cara pengelolaan AUM dan bisa menjadikan AUM kita menjadi sarana dakwahnya persyarikatan Muhammdiyah,” katanya.
Dia menuturkan, kehidupan mengelola AUM sebagai alat mencapai tujuan muhammadiyah dan taqarrub illahallah. Dia pun mengajak 430 peserta Baitul Arqam untuk sharing, berdiskusi, tidak satu arah saja.
“Tak kek i hadiah, sing gelem njawab tak kek i dhuwit,“ ucapnya. Tentu saja langsung disambuh tawa dan riuh tepuk tangan peserta.
“Ada yang sudah membaca Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah?” tanyanya pada peserta. “Isi ne opo ae?” Imbuhnya.
Pertanyaan ini bisa dijawab 2 guru yaitu Luklu’ul Islamiyati dari SMA Muhammadiyah 2 Surabaya dan Novi dari SD Muhammadiyah 4 Surabaya.
Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini menjelaskan tentang sifat kriteria PHIWM. Pertama, mengandung hal-hal pokok/prinsip dan penting dalam bentuk acuan nilai dan norma.
“Kedua, bersifat pengkayaan dalam arti memberi banyak khazanah untuk membentuk keluhuran dan kemuliaan ruhani dan tindakan. Ketiga aktual, yakni memiliki keterkaitan dengan runtutan dan kepentingan kehidupan sehari-hari. Berikutnya, memberikan arah bagi tindakan individu maupun kolektif yang bersifat keteladanan,” terangnya.
Inilah pentingnya sebagai pimpinan itu. The leader as a model pimpinan itu harus menjadi model, harus menjadi uswah, pimpinan itu harus menjadi suri tauladan. Dia menambahkan teori sukses kepemimpinan menurut Hermawan Kertajaya yaitu pertama change, bisa melakukan perubahan, yang kedua adalah dream, yang punya visi punya misi.
“Yang ketiga adalah empowering bisa memberdayakan yang dipimpin. Yang keempat adalah model bisa menjadi uswa. Dan yang terakhir adalah love yang artinya cinta, Love what you do, Do what you love, itu prinsip dalam bekerja, tidak menjadi beban dalam melakukan pekerja,” katanya.
Jika, lanjutnya, semua itu dilakukan akan menjadi dasar pemikiran untuk bekerja di amal Muhammadiyah.
Dia menjelaskan jika pimpinan bisa menjadi suri teladan. Dia akan bisa dipercaya anak buahnya. Jika tidak jangan harap bisa melakukan empowering. Tetapi jika pimpinan tidak bisa menjadi tauladan jangan harap bisa menggerakkan anak buahnya.
Sifat PHIWM yang berikutnya yaitu Ideal, yakni dapat menjadi panduan untuk kehidupan sehari-hari yang bersifat pokok dan utama. Rabbani, artinya mengandung ajaran-ajaran dan pesan-pesan yang bersifat akhlaqi yang membuahkan kesalihan dan terakhir adalah taisir, yakni panduan yang mudah dipahami dan diamalkan oleh setiap muslim khususnya warga Muhammadiyah.
Pada bagian kedua paparannya Pria kelahiran tahun 1968 menjelaskan tentang PHIWM dalam mengelola AUM.
“Pimpinan AUM yang diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Persyarikatan dalam kurun waktu tertentu harus memiliki keahlian tertentu dalam bidang usahanya yang juga memahami peran dan tugas dirinya dalam mengemban amanah serta senantiasa meningkatkan dan mengembangkan amal usahanya,” urainya.
Lebih lanjut dia juga menyampaikan sebagai amal usaha yang bisa menghasilkan keuntungan, maka pimpinan AUM berhak mendapatkan nafkah dalam ukuran kewajaran. Tentunya pimpinan berkewajiban melaporkan pengelolaan amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya, khususnya dalam hal keuangan/kekayaan kepada pimpinan Persyarikatan.
Tanggung jawab pimpinan AUM selanjutnya adalah bisa menciptakan suasana kehidupan Islami dalam amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya. Pimpinan AUM juga harus mampu menjadikan AUM-nya (guru dan karyawannya) sebagai salah satu alat dakwah maka tentu saja usaha ini menjadi sangat perlu agar juga menjadi contoh dalam kehidupan bermasyarakat.
“Peran AUM sebagai Sarana Dakwah Persyarikatan Muhammadiyah dapat dioptimalkan dengan cara: mewujudkan AUM berkemajuan, yakni menjadi unggul dan Islami, mewujudkan AUM berkemajuan, yakni menjadi unggul dan islami, menjadikan Pimpinan dan pengelola amal usaha sadar akan kewajibannya dalam menjalankan misi dakwah persyarikatan,” ujarnya.
Alumnus Fakultas Kedokteran UNAIR tahun 1995 menegaskan setiap pimpinan AUM harus punya legacy, peninggalan yang fenomenal itu artinya ada change. Dia menceritakan sejarah perkembangan UM Surabaya hingga berubah menjadi seperti sekarang ini. Perubahan perubahan tersebut itu merupakan perwujudan dari mimpi-mimpi yang dicapai bersama.
“Pimpinan AUM harus keluar dari zona nyaman, berpikir ke depan memajukan kualitas yang dipimpinnya,” imbuhnya.
Selain itu pimpinan AUM, guru karyawan AUM juga dituntut untuk mempunyai rasa memiliki dan kesetiaan untuk memelihara serta mengembangkan amal usaha tersebut sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT dan berbuat kebajikan kepada sesama.
Guru dan karyawan AUM juga harus berkontribusi untuk kemajuan amal usahanya, tidak hanya kepala sekolah. Tetapi semua harus dikerjakan dengan serius.
“Jika kamu mengurus amal Muhammadiyah dengan serius, maka Allah akan mengurus urusanmu dengan serius, tetapi jika tidak serius, maka Allah juga tidak serius,” tuturnya.
Dia pun kembali bertanya kepada beberapa peserta terkait kontribusi apa yang akan diberikan kepada AUMnya. Dalam mengelola AUM, pimpinan AUM dan guru karyawannya harus berkewajiban dan menjadi tuntutan untuk menunjukkan keteladanan diri, melayani sesama, menghormati hak-hak sesama, dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi sebagai cerminan dari sikap ihsan, ikhlas dan ibadah.
“Selain itu hendaknya memperbanyak silaturrahmi dan membangun hubungan-hubungan sosial yang harmonis,” ucapnya.
Komitmen
Dia menjelaskan terkait komitmen yang harus dimiliki pimpinan dan pengelola AUM yang pertama komitmen terhadap Islam dan kedua adalah komitemn terhadap persyarikatan dan yang terakhir adalah komitmen terhadap pengembangan AUM.
Dalam kesempatan yang sama, dia menjelaskan terkait 5 kekuatan yang dapat membuat AUM hidup dan terus berkelanjutan.
“Yang pertama pertama, ruh Islam sebagai pondasi gerakan Muhammadiyah termasuk dalam dunia pendidikan. Kedua, misi dakwah dan tajdid sebagai nilai yang melekat dengan organisasi Muhammadiyah,” ujarnya di depan guru dan tenaga kependidikan dari SD Muhammadiyah 4, SDM Kreatif 16, SMP Muhammadiyah 5 dan Smamda.
Dakwah yaitu menyebarluaskan nilai-nilai Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, organisasi, dan cakupan lebih luas, antar bangsa ataupun di tingkat global.
Ketiga, keikhlasan dari pimpinannya yaitu hidupnya jiwa ikhlas yang menjadi karakter dari Muhammadiyah. Keempat, sistem modern dan good governance menjadikan Muhammadiiyah sebagai karakter modern dan terus beradaptasi dalam perkembangan zaman.
Muhammadiyah memiliki sifat good governance yang menjadi budaya organisasi yang ditopang oleh kejujuran, sidiq, amanah, tabligh, dan fatonah dari semua yang ada dilingkungan PTMA dan AUM.
Kelima, adaptif terhadap perubahan yaitu hidup di tengah zaman yang terus berubah dan dengan nilai dasar yang dimiliki kita mampu hadir di tengah zaman tersebut. KH Ahmad Dahlan merancang perubahan dengan karya Islam. (*)
Penulis Tanti Puspitorini. Editor Ichwan Arif.