Pulang Kampung dan Kerinduan Spiritual; Oleh Kumara Adji Kusuma; Dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) dan Wakil Ketua Majelis Tabligh PDM Sidoarjo)
PWMU.CO – Idul Fitri menjadi momen penting bagi kaum Muslim Indonesia. Bagaimana tidak, setelah berpuasa selama sebulan lamanya, setelah fase kesalehan privat, selanjutnya masuk ranah kesalehan sosial: “pulang kampung.”
Pulang kampung adalah fenomena kemanusiaan berupa perjalanan jarak jauh dan melelahkan yang harus ditempuh guna berkumpul dengan keluarga dan teman-teman di kampung halaman. Pulang kampung merupakan bagian penting dari menjaga hubungan dengan keluarga besar, menjalin ikatan yang erat, dan memelihara tradisi-tradisi keluarga yang lekat dengan tempat kelahiran.
Namun, ternyata, fenomena pulang kampung tidak hanya khas Indonesia. Ada banyak budaya/tradisi serupa yang menghargai tradisi keluarga dan nilai-nilai kebersamaan. Banyak negara dan budaya memiliki tradisi ini di mana orang-orang pulang kampung untuk merayakan momen-momen penting dalam kehidupan mereka.
Ya, tradisi pulang kampung atau pulang ke kampung halaman ini ditemukan juga di banyak budaya dan negara di berbagai penjuru dunia. Meskipun detailnya bisa bervariasi, konsep dasarnya tetap sama: orang-orang kembali ke tempat kelahiran mereka atau ke daerah di mana keluarga mereka berasal untuk bersatu kembali, merayakan bersama, dan menghabiskan waktu bersama orang-orang tercinta.
Tidak hanya umat Islam di Indonesia yang memiliki tradisi pulang kampung, di seluruh belahan dunia lainnya, pulang kampung ini layaknya sebuah fenomena universal bagi kemanusiaan yang mencerminkan nilai-nilai universal tentang kebersamaan, identitas, koneksi, dan pertumbuhan pribadi.
Di banyak negara Barat seperti Amerika Serikat dan Eropa, mereka pun sering melakukan perjalanan jarak jauh untuk berkumpul dengan keluarga dan teman-teman di kampung halaman mereka. Tradisi ini sering terjadi selama musim liburan, seperti Natal, Thanksgiving, dan Paskah.
Sedangkan di banyak negara dengan mayoritas penduduk Muslim, seperti Indonesia, Malaysia, Arab Saudi, dan negara-negara lain di Timur Tengah, tradisi mudik atau pulang kampung sangat umum terjadi selama perayaan besar seperti Idul Fitri (Lebaran) atau Idul Adha.
Sementara itu, di banyak negara Asia seperti China, Korea, Vietnam, dan lainnya, orang sering kembali ke kampung halaman mereka untuk merayakan tahun baru tradisional, seperti Tahun Baru Imlek, Seollal (Tahun Baru Korea), dan Tết (Tahun Baru Vietnam).
Demikian halnya di India, tradisi pulang kampung sering terjadi selama festival-festival agama seperti Diwali, Holi, Idul Fitri, dan Idul Adha, ketika orang-orang kembali ke rumah orang tua mereka atau ke kampung halaman untuk merayakan bersama keluarga besar.
Dengan demikian, tidak hanya umat Islam di Indonesia yang memiliki tradisi pulang kampung, di seluruh belahan dunia lainnya, pulang kampung ini layaknya sebuah fenomena universal bagi kemanusiaan yang mencerminkan nilai-nilai universal tentang kebersamaan, identitas, koneksi, dan pertumbuhan pribadi.
Momen pulang kampung mencerminkan esensi kebersamaan dan koneksi yang mendalam, di mana perjalanan fisik menjadi simbol perpaduan emosional dengan keluarga, teman-teman, dan komunitas.
Refleksi Pribadi
Lebih dari sekadar mengenang akar budaya dan tradisi, pulang kampung juga merupakan waktu refleksi pribadi, di mana seseorang dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang pertumbuhan pribadi dan membangun kembali hubungan yang kuat dengan orang-orang terdekat, sekaligus memaafkan dan diterima. Hal ini juga menjadi momen berbagi kebahagiaan dan merayakan kenangan bersama, menciptakan ikatan yang tak ternilai dengan masa lalu dan masa kini.
Secara keseluruhan, pulang kampung merupakan sebuah fenomena sosial-budaya yang dilakukan secara periodik, siklis. Ini merupakan manifestasi dari nilai-nilai keluarga, keterikatan emosional, dan kebutuhan akan hubungan sosial yang kuat dalam kehidupan manusia.
Hal utama yang melatar belakangi pulang kampung ini adalah keterikatan emosional dengan keluarga dan teman-teman di kampung halaman yang sering kali sangat kuat. Rasa cinta, rindu, dan nostalgia terhadap tempat-tempat di mana mereka dibesarkan dan orang-orang yang mereka kenal sejak lama menjadi dorongan yang kuat untuk pulang kampung. Bahkan mereka yang tidak pulang kampung pun diklaim sebagai orang yang tidak tahu diri; durhaka terhadap asal muasal mereka.
Selain bernuansa rasa cinta dan rindu, pulang kampung pun didasarkan pada momen-momen penting dalam hidup, seperti perayaan hari raya, ulang tahun, pernikahan, dan acara-acara keluarga lainnya yang membuat orang-orang ingin berkumpul bersama keluarga dan teman-teman di kampung halaman. Hal ini memberikan kesempatan untuk merayakan bersama dan membangun kenangan yang berharga.
Namun bagi banyak orang yang tinggal jauh dari keluarga dan kampung halaman mereka, baik merantau maupun karena pekerjaannya, pulang kampung adalah cara untuk mengurangi rasa sepi dan kesendirian. Berkumpul dengan orang-orang yang mereka cintai dan kenal dengan baik dapat memberikan dukungan emosional dan kebahagiaan.
Mempererat Hubungan Sosial
Selain berkumpul dengan keluarga, pulang kampung juga memberikan kesempatan untuk bertemu dengan teman-teman lama. Perkumpulan tersebut akan dapat mempererat hubungan sosial. Ini penting untuk menjaga jaringan sosial, mendapatkan dukungan, dan membangun kembali ikatan yang mungkin telah terputus akibat jarak geografis.
Namun fenomena pulang kampung bila ditarik pada ranah yang lebih dalam lagi, pada hakikatnya pulang kampung itu merupakan cerminan hasrat pertemuan umat manusia terdalam, baik secara material maupun spiritual.
Seperti halnya hadits Rasulullah yang mengatakan bahwa setiap tubuh memiliki haknya, maka penglihatan, pendengaran, dan peraba memiliki hak untuk melihat, mendengar dan meraba sosok yang dicinta dan dirindunya. Ingin merasakan masakan/makanan yang biasa dikecapnya yang membawa pada kenangan di masa lalu. Merasakan kehadiran secara indrawi merupakan kebutuhan material yang perlu dipenuhi.
Seperti dalam pulang kampung, di akhirat orang-orang beriman akan bersatu kembali dengan Tuhan mereka dan bertemu dengan orang-orang yang sama-sama beriman, menciptakan rasa kebersamaan yang abadi.
Pulang kampung pun memiliki tendensi untuk kembali ke tempat kelahiran. Ini merupakan cerminan adanya kerinduan untuk kembali kepada induknya, kampungnya. Secara hakikat, pulang kampung adalah ekspresi kerinduan manusia untuk kembali ke “kampung akhirat.” Ini dipandang sebagai kembalinya manusia ke akarnya yang sejati, yaitu kehidupan abadi di sisi Tuhan.
Pulang kampung dalam konteks spiritual ini juga mencerminkan keinginan manusia untuk merayakan kebahagiaan yang abadi, sejahtera, dan keberkahan yang dijanjikan dalam akhirat
Seperti dalam pulang kampung, di akhirat orang-orang beriman akan bersatu kembali dengan Tuhan mereka dan bertemu dengan orang-orang yang sama-sama beriman, menciptakan rasa kebersamaan yang abadi. Ini adalah kerinduan hakiki seorang makhluk, seorang hamba kepada sesamanya, dan kepada sang Pencipta.
Pulang kampung yang dilakukan secara material juga mencerminkan upaya manusia untuk mencari keseimbangan spiritual dan mencapai tujuan hidup yang lebih tinggi, yaitu pulang ke kampung akhirat, untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang menciptakannya dan untuk meraih kebahagiaan abadi di kampung sebenarnya, Surga-Nya. Insya Allah. Wallahu’alam (*)
Editor Mohammad Nurfatoni