PWMU.CO – Khotbah Guru Besar ITS imbau melanjutkan tradisi Ramadhan untuk memperkuat ketahanan pangan dan air.
Demikian pesan khotbah Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (disingkat ITS) Prof Ir Daniel Muh. Rasyid MPhil PhD MRINA, Rabu (10/4/2024). Prof Daniel menjadi khatib shalat Idul Fitri 1445 di Lapangan Parkir Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG). Tepatnya di Jalan Sumbawa GKB Gresik, Jawa Timur.
Para jamaah khusyuk menyimak khotbahnya usai shalat Idul Fitri dengan Imam Ustadz Hogi Caesar Budianto SPd. Bulan lalu (2/3/2024) dia juara III Lomba Imam Masjid Muhammadiyah oleh Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur.
Prof Daniel awalnya mengajak jamaah bersyukur sebab merayakan keberhasilan selama bulan Ramadhan. “Ramadhan menjadi wahana kita belajar menggembleng diri sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, untuk membersihkan diri dari kerak-kerak hati, ucapan, dan tindakan kita selama setahun terkahir,” ujarnya.
“Kita melungsungi bersama melalui shaum Ramadhan ini sehingga kita keluar dari Ramadhan berbuah takwa dan kesabaran!” tegas Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan itu.
Prof Daniel pun mengajak jamaah untuk kembali ke fitrah. “Fitrah kita cinta pada kebenaran, kejujuran, kecerdasan, kepedulian dan kemanan. Yakni sifat sidiq, amanah, fatonah, dan tabligh. Itu kompetensi softskill yang bisa kita peroleh melalui training selama Ramadhan. Insyallah demikian,” ujar pria kelahiran Klaten, 2 Juli 1961 itu.
Tim Ahli Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim pada tahun 2000an itu lantas mengutip sabda Rasulullah SAW, “Puasa itu adalah perisai dari nafsu yang mungkin telah menguasai kita sehingga kita tidak lagi cerdas dan peduli.”
Dari sini ia menekankan, “Kalau kita gagal mempertahankan diri dari nafsu maka yang terjadi adalah kerusakan pribadi maupun lingkungan.”
Al-Baqarah ayat 11 pun ia bacakan.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ
Artinya: “Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.”
Padahal, lanjut Prof Daniel, mereka orang yang merusak. Ia mencontohkan, “Kita melalui gaya hidup kita yang sangat lapar energi dan makanan, masalah yang jelas adalah pengurasan sumber daya alam.”
Hidup Sederhana
Prof Daniel mengungkap, “Konsumsi energi kita sekarang sekitar 1 megawatt per orang atau setara seribu liter kalau seperti minyak. Ini masih sedikit. Konsumsi energi orang Amerika 7 ribu liter, 7 kali lipat.”
Dari data di atas, Prof Daniel menyimpulkan, orang Indonesia jika dilihat dari segi konsumsi energinya tergolong relatif rendah. Berbeda dengan konsumsi energi masyarakat di negara maju hingga mereka harus melakukan globalisasi berbentuk penjajahan.
“Kita mesti berhati-hati karena konsumsi yang tak terkendali menyebabkan kerusakan alam dan keretakan dalam kehidupan manusia, terjadi penjajahan. Sampai hari ini terjadi perebutan sumberdaya alam,” imbuhnya.
Prof Daniel mengungkap, puasa mengajarkan untuk menahan diri, hidup sederhana. Ia menyadari mereka menghadapi godaan menyeluruh. “Begitu besar sehingga kita secara tidak sadar mulai merampas hak saudara kita sendiri lalu merampas hak orang lain untuk memenuhi gaya hidup kita,” ungkapnya.
Karena itulah, ia yakini, Allah telah membimbing mereka melalui ajaran Islam. “Agar kita memiliki sikap yang dipandu dan dipedomani oleh teladan Rasulullah, lalu diberi jalan syariah untuk hidup bersama dalam lingkungan yang majemuk ini agar kita tidak terpecah-belah,” tuturnya.
Selanjutnya, Prof Daniel menukil Ali Imran ayat 85 berikut.
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ ٱلْإِسْلَٰمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِى ٱلْءَاخِرَةِ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ
Artinya: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”
Di surat itulah, kata Prof Daniel, Allah SWT menjanjikan kalau hidup dengan cara Islam maka hidup kita tidak akan bangkrut. “Kalau kita mencari jalan hidup lain maka kita akan bangkrut,” imbuhnya.
Tantangan Alam
Dari perspektif neraca lingkungan, menurut Prof Daniel, kita sekarang menghadapi masa kritis. “Kita lihat di mana-mana banyak banjir. Di satu sisi kebanyakan air, di sisi lain kekurangan air. Kita mesti perhatikan bagaimana kita sekadar mengatur air,” tuturnya.
Sebagai suatu bangsa, sambung Prof Daniel, kita menghadapi tantangan alam. “Ada perluasan lahan pertanian. Termasuk mengganti beras. Kita memasuki masa sulit karena perubahan iklim,” paparnya.
Karena itulah Prof Daniel mengimbau untuk memperhatikan aspek terkait air dan pangan. “Kalau kita lanjutkan gaya hidup sekarang, tidak pakai air secara bijak dan suka membuang makanan, kita mesti hati-hati. Karena saudara kita yang walau sudah mendapatkan zakat fitrah beras tapi seminggu lagi tidak tentu bisa makan,” tegasnya.
Melalui Ramadhan ini, lanjut Prof Daniel, kita diminta peduli. “Kita lapar, kita makin peka, kita lebih cerdas. Jadi saya kira, tradisi berpuasa selama Ramadhan tidak berhenti pada Ramadhan tapi kita lanjutkan dengan puasa-puasa sunnah. Ini bagian upaya kita memperkuat ketahanan pangan dan air,” ungkapnya.
Menurutnya, tantangan besar ke depan umat adalah bagaimana bisa lepas dari jebakan penghasilan menengah kemudian melesat jadi bangsa dengan penghasilan tinggi. “Itu membutuhkan kontribusi kita sebagai umat melalui penyediaan sumber daya manusia yang punya sifat fitrah, sehat, dan produktif,” ungkapnya.
Prof Daniel juga berpendapat, kampus Muhammadiyah di mana pun untuk tugas-tugas itu, di samping itu membutuhkan satu arsitektur kelembagaan yang lebih adaptif karena kepemimpinan nasional semakin bersifat disruptif. “Tantangan yang kita hadapi ini besar. Terutama saat Cina menjadi negara superpower baru, ini akan mengganggu stabilitas di Asia Timur,” ungkapnya.
Menghadapi itu, Prof Daniel mengungkap, peran umat Islam dalam rangka menjaga negeri yang luas ini sangat besar. “Jangan sampai kita dijadikan musuh oleh pemerintah baru,” ajaknya.
Ia pun mengimbau agar Muhammadiyah jadi bagian tak terpisahkan dalam rangka ikut menguatkan pemerintah yang akan datang. “Supaya kita bersatu dan bersinergi. Tidak terpecah-pecah. Jangan sampai bertahan, perkampretan dan percebongan harus dihentikan!” pesannya.
Ia juga mengingatkan, “Tugas orang mutaqin menempa sinergi sehingga kita bisa sebagai umat bahu-membahu melahirkan masyarakat-bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Itu cita-cita pendiri negeri ini yang sebagian besar ulama. Beliau meluruskan fitrah negara ini.”
Yang penting menurutnya, prinsip musyarawah bil hikmah dalam mengambil keputusan. Bukan prinsip kompetisi di pasar bebas.
Maka ia mendoakan, “Mudah-mudahan terhindar dari berbagai konflik dan kepentingan. Konflik membawa luka kalau tidak langsung terselesaikan. Mudah-mudahan Allah memberi kekuatan lahir batin untuk membawa bangsa ini menjadi Indonesia emas.”
Mudah-mudahan, sambungnya, bisa melanjutkan tradisi Ramadhan untuk mempertahankan fitrah kita.
Akhirnya, salah satu takmir Masjid al-Khoory Faqih Oesman Kampus UMG Mustiar A. Yahya mengumumkan peroleh hasil infak jamaah shalat Idul Fitri pagi itu. Yakni sebesar Rp 16,197 juta. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni