PWMU.CO – Alumni puasa Ramadhan, seperti ulat atau ular disampaikan oleh dosen UINSA Surabaya Dr Nyong Eka Teguh Iman Santosa MFil dalam khutbah shalat Idul Fitri, Sabtu (10/4/2024).
Shalat diselenggarakan oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Grabagan, Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo di Lapangan Bundaran Fasum Perumtas 3 Grabagan. Betindak sebagai imam Al Hafidz Muhammad Beltham Ardennafish, santri Kelas XI Medical SMA Integral Ar Rohmah Tahfih Pesantren Hidayatullah Malang.
Dalam khutbahnya Nyong Eka Teguh Iman Santosa menguraikan Ramadhan sebagai madrasah, padepokan, atau perguruan, tempat kita diasuh, dididik, ditempa, dan diberi kesempatan untuk bertransformasi berubah menjadi baik
“Pertanyaannya, apakah kita termasuk santri Ramadhan yang berhasil lulus dengan predikat takwa atau justru gagal mendapatkannya,” katanya. “Jika kita lulus madrasah Ramadhan akan mendapat predikat takwa.
Dia lalu menjelaskan beberapa indikator orang bertakwa. Misalnya sebelum banyak berbuat maksiat atau meninggalkan syariat maka setelah Ramadhan berubah seketika hidupnya yakni meninggalkan maksiat dan melaksanakan syariat demi menggapai ridha Allah.
Nyong Eka Teguh Iman Santosa lalu mengibaratkan orang yang berhasil menjalankan puasa Ramadhan seperti ulat saat ditempa di madrasah Ramadhan lalu menjadi kepompong dan kini memasuki bulan Syawal menjadi sosok yang berbeda: bukan lagi ulat atau kepompong tapi kupu-kupu yang indah, yang menyenangkan siapa pun yang memandangnya.
“Tidak lagi merusak tanaman atau daun akan tetapi justru menyerbuk bunga, memberi manfaat bagi lingkungan sekitarnya,” kata Anggota Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Sidoarjo itu.
Akan tetapi, lanjutnya, jika seseorang gagal menjadi santri madrasah Ramadhan, maka dia ibarat ular. Selama puasa menjadi ular dan keluar puasa Ramadhan tetap ular dengan pola hidup yang tidak berubah. Sebelum puasa banyak maksiat setelah puasa tetap tidak ada perubahan, berbuat maksiat terus.
Dia mengatakan indikator alumni Ramadhan lainnya adalah hidupnya lebih baik, bermutu, berkualitas, dan berintegritas.
Nyong Eka Teguh Iman Santosa menambahkan orang yang beriman mempunyai kesadaran sebagai hamba yang selalu merasa diawasi Allah. Orang beriman juga mempunyai kesadaran rasa malu berbuat maksiat dan memiliki integritas di mana pun dia bekerja.
Menjelang akhir khotbah dia membaca al-Bayyinah 5:
وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ
“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).:
Dari ayat itu dia menyimpulkan, karekter orang beriman alumni puasa Ramadhan ada empat. Pertama orang beriman tidak diperintahkan beribadah kecuali mengikhlaskan diri pada Allah. “Orang beriman mempunyai jangkar teologi yang kokoh,” katanya.
Kedua, mempunyai kompas moral yang senantiasa hidupnya terarah, terukur, dan tidak sembrono. Ketiga, memiliki keshalehan personal, taat beribadah, menjaga waktu shalat. Tidak mungkin alumni Ramadhan shalat lima waktu keteteran tidak bisa berjamaah.
Keempat, orang beriman mempunyai keshalehan sosial atau publik. “Semoga jamaah yang hadir shalat Idul Fitri menjadi alumni madrasah puasa Ramadhan yang berpredikat Mukmin yang bertakwa,” harapnya. (*)
Penulis Sumardani Editor Mohammad Nurfatoni