PWMU CO – Puasa Ramadhan, bentuk Pendidikan Paling Revelosioner. Hal itu dikatakan oleh M. Sa’id Mpd,dalam khotbag Idul Fitri di halaman Masjid At-Taqwa Keduyung, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Rabu (10/4/23).
Di awal khutbahnya, Sa’id mengatakan bahwa hari ini umat Islam sejagat mengumandangkan takbir, tahmid, tahlil membesarkan asma Allah Subhanahu wa Taala. Allahu akbar, Allahu akbar la illaha Illallah wallahu akbar Allahu akbar wa lillahil hamdu.
Ketua Majelis Dikdasmen dan PNF Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan itu menyampaikan sebulan penuh kita diberi kesempatan Allah membakar dosa-dosa melalui ibadah puasa, qiyamur Ramadhan, tadarus al-Qur’an, infak, dan iktikaf di masjid.
“Maka tibalah saat pagi hari ini kita meraih kemenangan yang sangat besar—sebuah kemenangan berperang melawan hawa nafsu, dan capaian ini adalah semata-mata anugerah dari Allah SWT. Tidak semua Muslimin yang mampu berpuasa lalu mereka diberi kesempatan dan pertolongan Allah untuk menjalankan berpuasa puasa, tidak semua muslimin yang mampu berzakat, kemudian diberikan taufik untuk menunaikan zakat,” ujarnya.
Begitu pula, sambungnya, tidak semua yang mengaku Muslim diberi kesempatan melakukan shalat jamaah di masjid. Itu semua karena anugerah dari Allah SWT yang diberikan kepada kaum Muslimin yang mampu melangkahkan kakinya selama bulan Ramadhan untuk ke masjid bertakarub kepada Allah.
Menurut Kepala SMP Muhammadiyah IV Pangkatrejo ini, puasa Ramadhan merupakan bentuk gemblengan rohani yang paling revolusioner, yaitu melatih diri menahan nafsu duniawi yang hasilnya insyaallah merupakan suatu kualitas diri sebagai insan mutakin, yakni orang-orang bertakwa.
Sifat-Sifat Baik
Sa’id menjelaskan sifat-sifat yang harus dimiliki orang-orang yang bertakwa sebagai buah pelaksanaan berpuasa adalah sifat-sifat yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sifat baik yang ada pada Rasulullah antara lain Jujur, amanah, adil, berbuat baik kepada sesama, berbuat baik kepada tetangga, santun dalam bertutur, sopan dalam berperilaku. Sifat kebaikan inilah yang harus melekat pada orang-orang yang mendapat predikat mutakin.
“Orang yang bertakwa dalam bermuamalah selalu melakukan dengan cara yang halal dan baik termasuk dalam berniaga, baik di dalam berpolitik dan berwirausaha. Orang yang bertakwa bahkan harus baik kepada sesama manusia, meskipun orang-orang itu berbeda agama, berbeda keyakinan suku dan ras,” tuturnya.
Sa’id melanjutkan, takwa yang sebenar-benarnya adalah bertakwa dengan jiwa, dengan pikiran, dan dalam tindakan.Bukan bertakwa dalam batas-batas ungkapan. Bukan bertakwa dalam batas-batas retorika, yang hanya terpampang dalam visi dan misi, tetapi ketakwaan itu harus diimplementasikan dalam kehidupan nyata dalam perbuatan kita sehari-hari.
“Insan bertakwa selalu bertakarub kepada Allah menjalani kehidupan dengan benar, menjalani kehidupan dengan baik. Ketaatan dalam beribadah harus membuahkan ihsan, termasuk dalam menahan marah, termasuk dalam berujar dengan kata-kata yang baik dan santun,” bebernya.
Insan mutakin senantiasa beriman, berilmu, dan beramal shaleh dengan sepenuh hati untuk meraih kehidupan yang lebih baik di dunia dan di akhirat.
Orang bertakwa itu hidupnya bersih lahir batin, disiplin, tanggung jawab, taat aturan, suka bekerja keras, berani dalam kebenaran, malu bila bersalah, serta memiliki martabat dan kehormatan yang tinggi.
“Orang bertakwa itu pandai bersyukur atas segala nikmat Allah sekaligus tetap bersabar bila menerima ujian, musibah dan bila diuji sakit dan sebagainya tetap bersabar”.
Tiga Rukun Syukur
Sa’id menjelaskan, sebagai manifestasi perwujudan rasa syukur pada Allah kita perlu mengaplikasikan ataumenjalankannya dengan tiga rukun syukur. Pertama syukur bil–qalbi yakni syukur dengan hati. Merasa berterima kasih atas beragam nikmat yang diberikan Allah SWT.
Kedua bil-lisan yaitu rasa syukur kita ungkapkan dengan ucapan-ucapan yang baik. “Ungkapkan yang paling utama adalah alhamdulilahirabilalamin setiap kali kita mendapat kenikmatan dan rahmat dari Allah, maka lisan kita selalu dzikir dengan kalimat-kalimat tayibah,” kata dia.
Ketiga syukur bil–arham syukur dengan anggota badan kita, sebagai rasa syukur kita kepada Allah SWT, maka kita gerakkan anggota badan kita untuk melangkah mendekatkan diri pada Allah melaksanakan shalat wajib serta di tambah shalat sunah-sunah lainnya.
“Setelah kita terbebas dan kembali fitrah pada hari fitri ini, kita baru melaksanakan habluminallah, baru urusan kita pada Allah SWT, masih ada yang perlu kita perhatikan yang tidak kalah pentingnya hak kepada sesama habluminannas. Kita sebagai makhluk sosial pasti tidak lepas dari kesalahan dosa baik di sengaja maupun tidak sengaja,” tutur dia.
Maka momentum hari raya ini anak, saudara, dan kerabat yang bertempat tinggal berjauhan pulang dan kumpul.“Mari digunakan sebaik-baiknya kesempatan untuk bermaaf-maafan, bersilaturrahim. Maka kita akan terbebas dalam sisi dua arah yaitu sisi habluminallah dan sisi habluminannas,” terangnya.
Sa’id lalu mengajak jamaah untuk mengingat jasa-jasa kedua orangc ua yang tidak ternilai banyaknya, namun apa balasan yang sudah kita berikan pada ayah dan ibu.
Menurutnya balasan apapun tidak akan bisa menyamai jasa-jasanya. “Jika mereka sudah tiada di dunia maka doakan keduanya dan apabila kedua orang tua kita masih ada mari pagi ini kita bersimpuh, di hadapan keduanya, mencium tangan mereka, mari kita akui kekurangan kita, sehingga kita mendapat ridhanya. Ridha Allah tergantung ridha kedua orang tua dan benci Allah tergantung benci kedua orang tua,” urai Sa’id.
Dia menegaskan, kita mampu mewujudkan tanda-tanda orang bertakwa tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Maka berarti kita meraih apa yang telah dijanjikan oleh Rasulullah SAW ‘Barang siapa puasa pada bulan Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala Allah SWT niscaya diampuni segala dosanya yang telah lalu’.
Sebaliknya puasa seseorang tidak mencerminkan ketakwaan, maka ibadah sebulan penuh itu berhenti pada formalitas dan rutinitas setiap tahun. Puasa sekadar lahiriah dan tidak menimbulkan perubahan perilaku ke arah takwa. Puasanya sebagaimana hadits riwayat Ahmad: “Banyak orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan apapun dari puasanya selain rasa lapar dan dahaga dan betapa banyak orang yang beribadah di malam hari, namun sekadar bergadang di malam hari.”
“Jika setiap Muslim mampu menahan nafsu makan, minum, dan pemenuhan kebutuhan biologis sebagai representasi perwujudan bakti di dunia maka akan menjadi insan yang Ihsan yakni manusia yang mampu berbuat kebajikan utama, karena dirinya terkendali dan memahami sesuatu yang luhur dalam kehidupannya,” tuturnya.
Ihsan
Sa’id berpesan pascaramadhan dan Idul Fitri ini ihsan harus hadir dalam kehidupan insan yang beriman. Sebabdalam kehidupan berbangsa sedang diuji dan membutuhkan nilai-nilai mulia ihsan. Betapa tidak? Nilai-nilai kejujuran hampir lenyap, yang ada hanyalah kebohongan-kebohongan. Untuk itu Islam harus hadir melalui umatnya menunjukkan bahwa umat Islam adalah yang terbaik.
Seperti yang diterangkan dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 90 yang artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberikan bantuan kepada kerabat. Di (juga) melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu ingat.”
Sa’id kemudian berpesan agar kita tetap berjuang sebagai bagian umat Islam sesuai peran dan kapasitas masing-masing. “Sebagai seorang pemimpin negara, sebagai rakyat jelata, sebagai pemimpin organisasi, sebagai pemimpin kemasyarakatan, harus menunjukkan akhlak yang mulia dan menunjukkan sifat-sifat orang muslim yang bertakwa, menyebarkan pesan-pesan positif yang makruf kegembiraan agar umat dan bangsa semakin optimis dan damai dalam kehidupan sehari-hari secara bersama-sama,” harap dia.
“Dan ketika mengatakan hal yang buruk atau yang mungkar kita gunakan dengan cara yang makruf bukan dengan cara kemungkaran juga. Kemungkaran tidak boleh dilawan dengan kemungkaran. Nabi Muhammad SAWmengajarkan sikap adil dan ihsan sebagai perwujudan akhlakul karimah. Sebagaimana sabda beliau aku diutus oleh Allah tiada lain hanya menyempurnakan akhlak yang mulia,” tambahnya. (*)
“Mudah-mudahan puasa kita selama bulan Ramadhan dan qiyamullail, iktikaf, kita di terima Allah SWT,” Sa’id menutup khotbah (*)
Penulis Slamet Hariadi Editor Mohammad Nurfatoni