Wafat saat Menjamu Tamu Lebaran, Akhir Hidup yang ‘Hidup’ Pengusaha Ini; Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Menulislah Engkau Akan Dikenang dan sepuluh judul lainnya
PWMU.CO – Di Pamekasan, 2 Syawal 1445 atau 11 April 2024, ada sebuah kematian yang bisa memberikan pelajaran besar bagi kita. Memang, saat wafat di usia sekitar 50 tahun, almarhum tidak sedang sujud saat shalat. Tidak sedang mengaji atau sedang berceramah. Tapi rangkaian (sebagian) aktivitasnya di hari-hari akhir hidupnya cukup mengesankan.
Nama dia, Shaleh Abdullah. Profesi, pengusaha. Sebelumnya, saya tidak mengenalnya.
Rabu 1 Syawal 1445 atau 10 April 2024, almarhum datang ke rumah saya. Dia (bersama anak lelakinya) bertamu ke adik saya. Keduanya berteman saat di TK dan SMP.
Adik saya Dr Firman Arifin, dosen PENS Surabaya. Inti kedatangan almarhum, meminta pendapat adik saya terkait langkah terbaik untuk pendidikan sang putra yang lulus SMA tahun ini.
Pembicaraan diakhiri dengan undangan kepada adik saya, agar berkenan hadir di rumah dia esoknya. Kata almarhum, insya Allah akan disiapkan menu istimewa. Almarhum juga berharap, adik saya datang bersama istrinya.
Pas saat yang dijanjikan, Kamis 2 Syawal 1445 atau 11 April 2024 bakda Maghrib (malam Jumat) adik saya memenuhi undangannya. Adik saya datang sendirian, tidak bersama sang istri karena lelah sehabis dari luar kota.
Singkat kisah, jamuan dimulai, hanya berdua saja. Subhanallah, hanya masuk satu suap saja, tiba-tiba almarhum terlihat tertunduk. Wajahnya mendekati piring yang dipegangnya.
Setelah istri dan tiga putra-putrinya juga turut melihat perubahan situasi yang sangat cepat itu, adik saya menyimpulkan bahwa si sahabat telah wafat.
Meski begitu, untuk lebih meyakinkan, Almarhum oleh keluarganya dibawa ke klinik. Hasilnya, dipastikan memang sudah meninggal dunia. Inna lillahi wa inna lillahi roji’un.
Baik, Insya Allah
Saya tidak kenal secara pribadi almarhum. Saya mengenalnya, sehari sebelum dia meninggal.
Hanya saja, ada serangkaian catatan akhir hidupnya yang bisa membuat kita ‘iri’. Bukankah, kata Nabi Muhammad SAW, pernah menyampaikan bahwa nasib orang itu tergantung di akhirnya?
Mari, kita cermati. Pertama, insya Allah dia baru saja ‘sempurna’ menyelesaikan puasa Ramadhan (lengkap dengan iktikaf di akhir Ramadhan). Kita tahu, pahala yang dijanjikan Allah kepada mereka yang berpuasa karena iman dan semata-mata mengharap pahala dari Allah.
Kedua, di akhir-akhir hidupnya, almarhum serius memikirkan kelanjutan pendidikan putranya.
Ketiga, dia bersilaturahmi ke sahabatnya, adik saya. Almarhum, silaturahmi membawa putranya (setelah sang ayah tiada, si anak bisa meneruskan silaturahmi dengan sahabat sang ayah sesuai sunah Nabi SAW).
Keempat, pas di hari dia meninggal, dia undang sahabatnya untuk dijamu sekalian untuk buka puasa awal Syawal yang dia tunaikan.
Kelima, almarhum meninggal di hari Kamis bakda Maghrib, pukul 18.30, itu sudah masuk hari Jum’at.
Di atas disebutkan, bahwa di saat akhir hidupnya dia terus memikirkan kelanjutan pendidikan anaknya (yang merupakan anak ketiga).
Ternyata, di akhir hidupnya “Almarhum juga sudah menyiapkan alih pengelolaan bisnisnya ke anak lelakinya yang pertama. Sepertinya, Almarhum telah menata dengan baik kehidupan keluarganya sepeninggal dia,” kata Firman Arifin.
Saudara Saleh Abdullah, selamat jalan. Semoga engkau bahagia di sisi Allah. Amin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni