Perjuangan Sindu Bertahan Hidup Usai Hijrah di Bawean

Kemas Saiful Rizal (kanan) saat berkunjung di rumah Sindu di Desa Daun Kecamatan Sangkapura, Rabu (27/4/2024). (Kemas Saiful Rizal/PWMU.CO)

PWMU.CO – Perjuangan Sindu bertahan hidup usai hijrah di Bawean terungkap, Rabu (27/4/2024) sore. Kisah ini bermula dari bagaimana Sudarsono yang akrab disapa Sindu, pria berasal dari Rambipuji Jember, bisa sampai hijrah di Pulau Bawean.

Rumah Sindu rusak cukup berat akibat gempa Bawean. Dinding dua kamar tidur bagian luar runtuh. Sementara di bagian lain, dinding rumah ada yang bergeser dan retak-retak.

Tahun 1997, saat usianya 32 tahun, Sindu diajak dua orang aktivis Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Daun. Yaitu Achlas dan Bat’ul untuk mengajar di MTs Muhammadiyah 5 Daun Sangkapura Bawean.

Sindu yang punya passion di bidang pendidikan ini bersedia menerima tantangan tersebut. Sebagai kompensasinya, Sindu mendapat fasilitas sebuah rumah tua dan setiap tahunnya mendapat jatah 26 sak padi oleh PRM Daun, tanpa ada ketentuan gaji tertentu.

Satu sak berisi sekitar 30 kilogram gabah padi. Bagi Sindu, keberadaan rumah dan 26 sak padi ia rasa cukup untuk memenuhi kebutuhan bersama istri dan tiga orang anak. Sekalipun tanpa mendapat gaji bulanan.

Dari 26 sak padi dari PRM Daun itu, 2 sak buat makan setiap bulan dan 2 sak lagi ia gunakan untuk ongkos selep padi. Adapun untuk lauk dan sayur, dia bisa cari sendiri di sawah atau tegalan yang ada di Desa Daun.

Pada tahun 2000 hingga 2020, Sindu menjadi Kepala MTsM 5 Daun selama 20 tahun. Bahkan saat SMK Muhammadiyah 4 Daun (SMK Muda) berdiri, Sindu merangkap sebagai Kepala Sekolah SMK Muda selama dua tahun (2013-2015).

Selama 27 tahun hidup di Bawean, Sindu ditemani sang istri, Susiati (57) yang lahir dan besar di Jember, namun ayah dan ibunya berasal dari Desa Daun Bawean. Susiati adalah alumnus SMA Muhammadiyah Rambipuji Jember.

Sang istri banyak membantu menopang ekonomi keluarga dengan membuat kue-kue yang dijual di pasar Desa Daun. Kue spesial buatannya adalah bolu gulung dan brownis. Bulan Ramadhan merupakan masa yang ramai untuk pesanan kue buatannya. Sehingga hasil berjualan kue di bulan Ramadhan bisa untuk biaya mudik ke Jember setiap tahunnya.

Sejak 2008, Sindu mendapatkan dana sertifikasi guru dari pemerintah. Sejak saat itu pula jatah beras yang semula 26 sak dikurangi menjadi 7 sak saja per tahun. Itupun Sindu terima dengan hati ikhlas. Disinggung sikapnya yang tidak banyak menuntut, dia mengatakan mungkin warisan dari sang Kakek dari pihak ibu yang merupakan perintis Muhammadiyah di Jember.

Sindu memiliki tiga orang anak yang sudah dewasa, 1 putra dan 2 putri. Anak pertama, Novan Adi Pratama, lulusan S1 Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK). Sekarang mengajar di Jember.

Anak kedua, Ica Ayu Wardhani lulusan sekolah pramugari di Bali. Kini telah berkeluarga dan tinggal di Bali. Sedangkan anak ketiga, Feby Ayu Andaresta lulusan S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya. (*)

Penulis Kemas Saiful Rizal Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version