PWMU.CO – Kisah Abu Qilabah menjadi kupasan khotbah Idul Fitri Drs Amal Syarifuddin MA di Lapangan MI Muhammadiyah 5 Cangaan Ujungpangkah Gresik, Rabu (10/4/2024).
Jamaah shalat Idul Fitri sebanyak 1.250 orang. Jamaah laki-laki 575 orang dan perempuan 675 orang.
Amal Syarifuddin mengatakan, bermacam cara orang menyikapi musibah. Lalu dia menyampaikan kisah Abu Qilabah, seorang sahabat Nabi yang selalu bersyukur terhadap rahmat Allah dalam kondisi suka maupun duka.
Suatu hari Abu Qilabah ditanya seseorang. “Siapakah orang yang paling kaya?”
Ia menjawab,”Orang paling kaya adalah yang bersyukur atas apa yang diberikan Allah kepadanya.”
“Siapakah orang yang paling berilmu?” tanya orang itu lagi.
Abu Qilabah menjawab,”Orang yang selalu meningkatkan pengetahuannya.”
Lelaki dalam Kemah
Kisah Abu Qilabah ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Muhammad yang bercerita,”Suatu hari aku berada di daerah perbatasan, wilayah Arish di negeri Mesir. Aku melihat kemah kecil yang dari bentuknya menunjukkan pemiliknya orang yang sangat miskin.”
Lalu aku pun mendatangi kemah di padang pasir tersebut untuk melihat dalamnya. Aku melihat ada seorang laki-laki, tetapi bukan laki-laki biasa.
Kondisi laki-laki itu berbaring dengan tangan dan kakinya yang buntung, telinganya sulit mendengar, matanya buta, dan tidak ada yang tersisa selain lisannya yang berbicara.
Dari lisannya orang tersebut mengucapkan,”Ya Allah, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku. Engkau sangat memuliakan aku dari ciptaanMu yang lain.”
Lantas aku pun bertanya kepada orang itu,”Wahai saudaraku, nikmat Allah mana yang engkau syukuri?”
Laki-laki itu menjawab,”Wahai saudara, diamlah. Demi Allah, seandainya Allah datangkan lautan, niscaya laut tersebut akan menenggelamkanku atau gunung apa yang pasti aku akan terbakar atau dijatuhkan langit kepadaku yang pasti akan meremukkanku. Aku tidak akan mengatakan apapun kecuali rasa syukur.”
Aku kembali bertanya,”Bersyukur atas apa?”
Laki-laki itu menjawab,”Tidakkah engkau melihat Dia telah menganugerahkan aku lisan yang senantiasa berdzikir dan bersyukur. Aku juga memiliki anak yang waktu shalat ia selalu menuntunku ke masjid dan ia menyuapiku. Namun sejak tiga hari ini dia tidak pulang kemari. Bisakah engkau tolong carikan dia?”
Kehilangan Anak
Aku pun menyanggupi permohonannya. Pergi mencari anaknya. Setelah beberapa saat mencari, aku mendapati mayat yang sedang dikerubungi oleh singa. Ternyata, anak laki-lakinya diterkam singa.
Mengetahui tragedi itu aku bingung bagaimana cara mengatakan kepada laki-laki itu. Lalu aku berkata kepadanya.
“Wahai saudaraku, sudahkah engkau mendengar kisah Nabi Ayyub?”
Lelaki itu menjawab, “Iya, aku tahu kisahnya.”
Kemudian aku bertanya lagi, “Sesungguhnya Allah telah memberinya cobaan dalam urusan hartanya. Bagaimana keadaannya dalam menghadapi musibah itu?”
Ia menjawab, “Ia menghadapinya dengan sabar.”
Aku bertanya kembali, “Wahai saudaraku, Allah telah menguji Ayub dengan kefakiran. Bagaimana keadaannya?”
Ia menjawab,”Ia bersabar.”
Aku kembali bertanya. “Ia pun diuji dengan tewasnya semua anak-anaknya, bagaimana keadaannya?”
Ia menjawab,”Ia tetap bersabar.”
Aku bertanya yang terakhir kali. “Ia juga diuji dengan penyakit di badannya, bagaimana keadaannya?”
Ia menjawab .”Ia tetap bersabar. Sekarang katakan padaku di mana anakku?”
Lalu aku menjelaskan,”Sesungguhnya putramu telah aku temukan di antara gundukan pasir telah diterkam dan dimakan singa. Semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu dan menyabarkan engkau.”
Laki-laki itu berkata,”Alhamdulillah, Allah tidak meninggalkan keturunan bagiku yang bermaksiat kepada Allah sehingga ia diazab di neraka.”
Kemudian ia menarik napas panjang lantas meninggal dunia. Aku menyedekapkan tangannya. Kututupi tubuhnya dengan jubahku.
Kemudian meminta bantuan kepada empat laki-laki yang lewat mengendarai kuda untuk mengurus jenazahnya.
Empat laki-laki itu mengenali jenazah di kemah kecil itu. “Ini Abu Qilabah, sahabat Ibnu Abbas,” katanya.
”Laki-laki ini pernah diminta oleh khalifah menjadi hakim. Namun menolak jabatan tersebut.”
Dikatakan dalam riwayat lain, Abu Qilabah sahabat terakhir Rasulullah saw. Setelah menolak jabatan hakim dia pergi ke Mesir hingga wafat dalam keadaan seperti ini.
Dalam tidurnya Abdullah bermimpi melihat Abu Qilabah ada disurga dengan senyum dan keadaan anggota tubuhnya lengkap sempurna.
Sikap Menghadapi Musibah
Dari kisah Abu Qilabah itu kembali Amal Syarifuddin mengatakan, ada berbagai cara orang menyikapi musibah. Ada yang menunjukkan benci, marah, dan menyalahkan orang lain.
”Sikap itu artinya Allah memberikan siksa berupa jiwa yang tidak tenang dan dijauhkan dari hidayah,” katanya.
Dia mengatakan, menyikapi musibah dengan sabar, Allah memberikan pahala tanpa batas. Menyikapi musibah dengan ridho, menerima dengan hati ikhlas.
Menyikapi musibah dengan bersyukur, bahwa ada musibah yang menimpa orang lain di sana lebih berat daripada yang dialaminya dengan mengucapkan alhamdulillah dan innalillahi.
Penulis Muhammad Khoirum Editor Sugeng Purwanto