Nyai Walidah Kartini Muhammadiyah, Oleh Prima Mari Kristanto
PWMU.CO – Tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini atau Hari Emansipasi Wanita Indonesia.
Tanggal 21 April merujuk pada tanggal lahir RA Kartini di tahun 1879. Bernama lengkap Raden Ajeng Kartini, kiprahnya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa khususnya kaum wanita dikenal melalui tulisan-tulisan korespondensinya dengan Tuan Abendanon, seorang warga Belanda.
Tulisan-tulisan yang kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku dalam bahasa Belanda berjudul Door Duisternis Tot Licht.
Terjemahan buku dari versi bahasa Belanda ke bahasa Melayu pertama kali dilakukan tahun 1922 oleh Bagindo Dahlan Abdullah, Zainudin Rasad, Sutan Muhammad Zain, dan Djamaloedin Rasad berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Kiprah RA Kartini berakhir setelah wafat 17 September 1904, namun perjuangannya tetap abadi berkat tulisan-tulisannya.
Kiprah RA Kartini “seumuran” dengan Nyai Walidah yang lahir pada 3 Januari 1872, Dewi Sartika kelahiran 4 Desember 1884, dan Maria Walanda Maramis kelahiran 1 Desember 1872.
RA Kartini di Jawa Tengah, Nyai Walidah di Yogyakarta, Dewi Sartika di Jawa Barat, Maria Walanda Maramis di Sulawesi Utara sama-sama mengangkat isu pemberdayaan wanita.
Jika R.A Kartini meninggalkan jejak karya berupa tulisan-tulisan, Nyai Walidah meninggalkan organisasi wanita yang sangat berpengaruh: Aisyiyah. Berawal dari perkumpulan atau paguyuban wanita bernama “Sopo Tresno” awal berkiprah tahun 1914 lanjut “menyala” sebagai organisasi otonom Muhammadiyah bernama Aisyiyah sejak 1917.
Dengan Aisyiyah, wanita-wanita Muhammadiyah merajut kiprah “nyaris” setara dengan kaum pria di Muhammadiyah. Sejumlah amal usaha lahir dari tangan dingin ibu-ibu Aisyiyah mulai pendidikan anak usia dini Bustanul Athfal hingga universitas Aisyiyah.
Amal usaha kesehatan tingkat klinik sampai rumah sakit melengkapi jaringan amal usaha kesehatan persyarikatan. Bersama Aisyiyah, wanita-wanita Muhammadiyah bukan berkiprah secara kebetulan sebagai istri aktivis Muhammadiyah sebagaimana organisasi wanita dalam instansi perusahaan dan pemerintahan.
Emansipasi wanita dalam Aisyiyah benar-benar membuat kiprah wanita sejajar dengan pria tanpa melupakan kodrat wanita sebagai ibu dari anak-anak dan istri dari suami. Antara RA Kartini dan Nyai Walidah tidak perlu diperdebatkan siapa lebih hebat. Ibarat nyala api, RA Kartini sebagai pemantik, sedangkan Nyai Walidah bersama Muhammadiyah dan Aisyiyah penjaga api pemberdayaan kaum hawa tetap menyala, bahkan berkobar-kobar tanpa membakar dan merepotkan kawasan sekitar.
Salam takzim untuk seluruh pejuang emansipasi wanita Indonesia: RA Kartini, Nyai Walidah, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, dan sebagainya.
Mereka adalah “ibu negara” sesungguhnya yang secara nyata ikut memberi inspirasi untuk Kemerdekaan Indonesia.
Selamat Hari Kartini 21 April 2024 dengan iman “Habis Gelap Terbitlah Terang.” Al-Baqarah ayat 257: “Allah pelindung orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (*)
Editor Mohammad Nurfatoni