Lima Prinsip Pembelajaran Menurut Ki Hadjar Dewantara, tulisan kolom opini oleh M. Mahmud, Guru di Paciran Lamongan.
PWMU.CO – Hari lahir Ki Hajar Dewantara, 2 Mei, dipilih pemerintah menjadi Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati setiap tahun.
Pemilihan tanggal kelahiran tokoh itu menimbulkan perdebatan karena tidak mengandung nilai sejarah sebuah peristiwa pendidikan yang patut dikenang dan diambil spiritnya.
Kalau meninjau dari peristiwa sejarah pendidikan maka KH Ahmad Dahlan lebih layak terpilih sebagai tokoh pendidikan.
Kiai Dahlan yang pertama kali mendirikan sekolah modern bernama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah pada 11 Desember 1911. Madrasah ini menggabungkan konsep pesantren dan sekolah Belanda. Bermula dari sekolah ini kemudian melahirkan ribuan sekolah Muhammadiyah hingga kini.
Sementara Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa pada 3 Juli 1922 yang mengadopsi dari sekolah Eropa yang dia pelajari saat belajar di Belanda tahun 1913-1919.
Sekolah milik Kiai Dahlan dan Ki Hajar sama-sama muncul di Yogyakarta. Satu berdasarkan nilai Islam, satunya nasionalisme.
Lepas dari perdebatan itu, tulisan ini mengkaji prinsip Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan sehingga dia ditetapkan pemerintah menjadi tokoh pendidikan dibandingkan tokoh lainnya.
Ungkapan populer Ki Hajar Dewantara yang dijadikan jargon Kemendikbud adalah semboyan trilogi pendidikan: Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Ing ngarsa sung tuladha maknanya ketika berada didepan harus memberi teladan.
Ing madya mangun karsa maksudnya ketika berada di antara kalangan harus bisa menciptakan prakarsa, ide, inovasi, menggerakkan.
Tut wuri handayani artinya berada di belakang harus bisa memberikan dorongan dan arahan.
Trilogi semboyan pendidikan ini juga menjadi populer dalam konsep kepemimpinan.
Mengutip artikel berjudul Pemikiran Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Relevansinya dengan Kurikulum 2013 oleh Eka Yanuarti di Jurnal Penelitian, Vol. 11, No. 2 Agustus 2017, menjelaskan lima prinsip pembelajaran Ki Hajar Dewantara.
1. Prinsip kemerdekaan
Kemerdekaan atau kemampuan pribadi bertujuan agar siswa dapat leluasa mengembangkan cipta, rasa, dan karsa dalam proses belajar.
2. Prinsip kebangsaan.
Belajar juga harus sesuai dengan prinsip kebangsaan karena siswa akan hidup dan berinteraksi dengan masyarakat luas.
3. Prinsip kebudayaan
Belajar juga harus sesuai dengan prinsip kebudayaan tempat agar hasil belajar bisa diterima di lingkungan tempat tinggal.
4. Prinsip kemanusiaan
Siswa juga dituntut tidak melanggar dasar hak asasi manusia.
5. Prinsip kodrat alam
Dengan lima prinsip pembelajaran itu siswa tidak melalaikan kewajiban baik kewajiban terhadap Tuhan, lingkungan, masyarakat, maupun diri sendiri.
Secara garis besar, disadari setiap siswa sudah mempunyai potensinya masing-masing. Guru perlu menuntun atau memberi arahan untuk siswa dapat mengelola potensinya secara relevan dengan pembelajaran dan mendapatkan hasil yang baik.
Ki Hadjar Dewantara menggambar siswa bukanlah kertas kosong melainkan kertas yang sudah diberi coretan tipis. Guru tidak boleh seenaknya membuat coretan baru tetapi membantu siswa untuk menebalkan coretan tersebut.
Setelah meresapi hasil pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut, keinginan-keinginan apa untuk guru merefleksikan pemikiran di kelas kita masing-masing.
Editor Sugeng Purwanto