PWMU.CO – Lakukan ini agar anak tak bermental tempe. Psikolog dan Founder Titik Putih Intan Erlita MPsi membahasnya pada Parenting di Hotel Khas Gresik, Sabtu (27/4/2024).
SD Muhammadiyah 1 GKB (SD Mugeb) Gresik menyelenggarakan parenting itu sebagai penutup rangkaian semarak Milad Ke-29. Di hadapan 300 wali siswa yang dominan ibu-ibu, Intan menyampaikan, “Untuk membentuk generasi pemenang masa depan, tentunya kita sebagai orangtua harus memberikan karakter pemenang! Karena anak akan melakukan 3M, melihat, mendengar, dan meniru.”
Psikolog berdomisili di Jakarta ini mencontohkan, ketika habis adzan, ibu mengajak anak untuk mendirikan shalat. “Sementara Ibu ngapain? Bentar lagi nih, bentar lagi masaknya, nanggung,” contohnya bikin gerr seisi ruangan.
Dari contoh itu, Intan menjelaskan, anak hanya mendengar perintah tapi tidak melihat ibunya langsung segera shalat. “Maka anak punya excuse mama aja masak dulu. Karena anak pasti copy paste-nya dari orang tua baru nanti guru menjadi jadi role model kedua, baru nanti lingkungan. Jadi jangan salah, nih,” sambung Intan.
Ia menyadari, kadang-kadang kita sebagai orangtua suka menyalahkan. Kalau anak salah, dibilangnya salah pergaulan. “Karena temannya nih ini, karena bergaulnya. Ternyata, lingkungan masuk ketiga yang merusak anak. Yang merusak anak pertama kali adalah kita (orang tua),” tegasnya.
Intan lanjut mengajak peserta parenting menyadari kesalahannya. “Tidak apa-apa harus dimulai dari kesadaran, Bu, karena kalau mulai dari sadar akhirnya tumbuh keinginan belajar, betul enggak? Ketika tumbuh belajar, muncullah self improvement ingin berkembang supaya anak menjadi lebih baik daripada diri kita (orang tua),” ungkapnya.
Lulusan Magister Program Profesi Psikologi Universitas Persada Indonesia Yayasan Administrasi Indonesia ini pun mengajak mereka memahami tentang generasi pemenang. “Jadi generasi pemenang masa depan itu adalah generasi muda yang dipersiapkan untuk sukses. Bayangin, Bu, dipersiapkan untuk sukses memiliki jiwa kepemimpinan dalam menghadapi tantangan global yang akan datang,” tuturnya.
Psikolog empat anak itu mencontohkan dalam dunia pekerjaan di zaman sekarang. “Banyak sekali anak-anak generasi muda nih yang fresh graduate itu masuk kantor kalau kena masalah, resign. Terus kalau kena tantangan sedikit melempem bahkan dibilang mentalnya katanya mental tempe,” ungkapnya.
Intan pun membahas kenapa anak-anak jadi mental tempe. “Kalau kita lihat zaman sekarang sama zaman-zaman kita fasilitasnya banyakan mana, Bu? Ibu-ibu punya aplikasi semua? Ojek online punya ya?” tanya Intan seraya memastikan.
“Kalau dulu kita mau makan, kita samperin abangnya, bahkan kalau makanan enak jauh aja kita samperin demi semangkok makanan nikmat, ada prosesnya!” kenangnya.
Sekarang, lanjut Intan, dengan adanya kenyamanan pesan makanan, langsung ketik, makanannya yang datang. “Anaknya belum berpindah tempat, makanannya sudah ada di depan mata, ada mbak (asisten rumah tangga) yang nganterin,” contohnya.
Pertanyaan retorik Intan lontarkan, “Yang hilang apa? Shortcut the proccess tidak menjadikan anak itu mental kuatnya.”
Artinya, jalan pintas ke prosesnya itu menjadikan anak bermental tempe. “Kalau begitu hapus saja aplikasinya sekarang? Tidak juga dengan dihapus, tapi bagaimana caranya dengan kemudahan itu prosesnya jangan dihilangkan,” ujarnya.
Intan memahami sekarang banyak muncul kalimat-kalimat generasi instan, di mana anak-anak mau sukses hidup enak dunia media sosial. “Flexing sana-sini yang dirongrong orang tua, disuruh bertarung lembek, karena kita tidak mendidik proses pada anak,” ungkapnya.
“Maka saya mengapresiasi SD Mugeb, saya mengapresiasi masih ada buku fisik, masih ada anak disuruh nulis, Masyaallah Bapak Ibu guru, tolong pertahankan itu,” harap Intan kepada para guru SD Mugeb. (*)
Penulis Ilmi Zahrotin Faidzullah Al Hamidy Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni