PWMU.CO – Tak cukup samawa, pernikahan bahadia butuh asmara. Samawa akronim sakinah, mawadah, wa rahmah. Sedang ‘asmara’ ada tambahan amanah di depannya.
Demikian kata Ketua Lembaga Dakwah Komunitas Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (LDK PWM) DKI Jakarta Ir H Satriawan Tanjung SE di pernikahan Syifa Mutiara Putri dengan Rosyad Hizbussalam Mohammad. Lokasinya di Midori Japanese Restaurant, Jalan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Ahad (5/5/2024).
Rosyad adalah putra kedua Pemimpin Redaksi PWMU.CO Mohammad Nurfatoni asal Gresik. Sedangkan Syifa putri pertama Zulkarnain dari Ciputat Tangerang Selatan.
Dia mengatakan, “Kunci bisa sakinah mawadah wa rahmah itu ditambah amanah. Amanah itu iman.”
Satriawan pun mengutip surat an-Nisa’ ayat 1. Artinya, “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dari padanya Allah menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan dari perempuan yang banyak.”
Dari ayat di atas, ia menjelaskan, pada ayat itulah perintah takwa pertama kepada manusia disampaikan. “Dengan kesadaran, manusia ini punya nenek moyang manusia juga,” ujarnya.
Satriawan menyimpulkan, ini kesadaran setiap laki-laki dan perempuan di dunia ini, selain Nabi Adam dan Hawa, pastilah keluar dari rahim ibu.
“Ketika ibu kita masih ada atau istri kita ada, maka itulah pelajaran kesadaran yang terdapat di antara yang satu,” kata Satriawan kepada 300 undangan yang hadir pada resepsi pernikahan Syifa dan Rosyad.
Kemudian, ia mengungkap perintah kedua. Yakni bertakwa kepada Allah. “Kita senantiasa berdoa dan meminta kepada Allah baik dalam keadaan lapang maupun sempit,” ajaknya.
Satukan Dua Keluarga
Satriawan kemudian menyatakan, “Pernikahan menyatukan dua keluarga. Keluarga besar dari Bapak Zulkarnain dan keluarga besar Bapak Mohammad Nurfatoni disatukan menjadi yang semakin besar.”
Artinya, kata Satriawan, sebagai anak atau menantu tidak boleh membeda-bedakan. “Antara ayah dan mertua, ibu dan mertua, dua-duanya ayah kita dan ibu kita,” ungkap dia.
Kalau ada kelebihan rezeki, ia menyarankan agar mengirim kepada kedua ibu. “Meskipun nilainya kecil, tapi rasanya beda. Pemberian anak itu masyaallah besar sekali rasanya, seperti yang saya alami,” ujarnya.
Ketika keluarga sudah dibina dengan iman, ia menegaskan bagaimana caranya selalu membaca kitab al-Quran di rumah. “Untuk menjadi orang bertakwa itu tiap hari membaca al-Quran di rumah sehingga di rumah menjadi damai. Timbullah sakinah,” pesannya.
“Sakinah itu syukur, berhenti sejenak karena seterusnya akan ada ujian-ujian. Tapi kebahagiaan yang berhenti sejenak ini insyaAllah membuat kita kuat,” ungkapnya.
Mawadah
Satriawan mengumpamakan mawadah seperti kaca mata kuda. “Bagaimana kita membina komunikasi dan kita berkaca mata kuda itu matanya kanan-kiri ditutup tapi kalau dibuka dan buat melihat yang lain tampaknya bagus-bagus terus. Katanya ada yang bilang rumput tetangga lebih hijau,” ucapnya.
Akhirnya ia menekankan mempelai untuk mempertahankan pernikahan. “Karena itu sudah dipilih dan itulah yang telah ditentukan Allah, Syifa untuk menjadi bagian dari tubuh Rosyad,” ujarnya.
Dengan demikian, lanjutnya, terbinalah rumah tangga yang baik dan rukun kepada seluruh keluarga yang ada di sini dan mungkin keluarga yang jauh-jauh terjalin hubungan yang baik. Dia berpesan, “Keluarga ini dibuat acara ketemu, silaturahmi, sehingga terbina hubungan yang baik. Seperti yang diajarkan Nabi Ibrahim kepada Nabi Ismail.”
Kemudian ia mengisahkan ketika Nabi Ibrahim mendatangi Nabi Ismail. “Coba bayangkan jarak Palestina ke Makkah kira-kira berapa kilometer, kalau lihat di Google itu 1.200 kilometer lebih,” ungkapnya.
Tapi Nabi Ibrahim naik kuda dari Palestina ke Makkah untuk anaknya Ismail, lanjutnya. “Itu kudanya harus ganti kuda berapa kali, ndak bisa satu kuda terus-menerus, perjalanan paling cepat 20 hari,” imbuhnya.
Katanya, perjuangan silaturahmi itu menjadikan badan sehat, kuat dan jiwa menjadi tegap. Selain itu, hubungan menjadi baik.
“Menurut Ibnu Qayyim ada beberapa pintu Surga yaitu melalui pintu shalat, zakat, puasa, haji, umrah, sedekah, jihad, dan pintu silaturahmi. Mari kita jaga hubungan silaturahmi ini,” ajak Satriawan.
Dia juga berpesan, “Jangan pernah letakkan tanganmu di kepala istrimu. Maksudnya jangan cubit, tampar, KDRT istri kamu. Kalau kamu kesal, cium saja istri kamu.” (*)
Penulis Slamet Hariadi Coeditor Sayyidah Nuriyah