PWMU.CO – Cara mudah membesarkan sekolah di era revolusi industri 4.0 dikupas Dr Mulyana AZ SPd MSi di Seminar Pendidikan dan Bedah Buku Semarak Hari Pendidikan Nasional.
Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah (PDNA) Gresik bersama Majelis Dikdasmen dan Pendidikan Non Formal (PNF) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Gresik menyelenggarakannya, Sabtu (4/5/2024). Lokasinya di lantai 3 Gedung Dakwah Muhammadiyah Gresik.
“Saya berani nulis buku ini karena saya sudah pengalaman banget bagaimana membesarkan sekolah-sekolah Muhammadiyah,” terangnya.
“Menjadikan sekolah besar, unggul dan favorit itu tidak sulit. Selama kepala sekolah dan GTK nya memiliki growth mindset dan change mindset,” ujar Wakil Ketua Majelis PKS PWM Jatim.
Adapun cara membesarkan sekolah jenjang SD, SMP, SMA dan SMK sesungguhnya berbeda. Pria yang menjadi warga Gresik sejak 1996 itu lantas mencontohkan sekolah yang favorit yakni SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) dan Sekolah Muhammadiyah Gresik Kota Baru (GKB).
Ia lantas memaparkan tiga variabel yang berpengaruh. Yakni kepala sekolah, guru senior, dan orang-orang hebat. Ia mencontohkan, “Pak Luthfi menjadi kepala sekolah beberapa kali di beberapa tempat. Ustadz Aziz sudah bukan kepala sekolah biasa, bukan guru biasa, beliau menjadi Ketua Dikdasmen luar biasa!”
Kemudian Mulyana mengungkap hasil pembicaraannya dengan Ketua Majelis Dikdasmen dan PNF PDM Gresik M. Fadloli Aziz SSi MPd. Berdasarkan jumlah siswanya, dari 39 sekolah madrasah di kabupaten Gresik, ternyata sudah banyak yang termasuk sekolah besar.
Indikator Sekolah Besar
Awalnya ia mengungkap indikator sekolah besar. Sekolah besar itu dari dua variabel utama. Pertama, jumlah murid banyak. Kedua, harga jual mahal. “Kalau murah, nggak laku! Kalau murah, gurunya nanti tidak sejahtera,” tegas Mulyana.
Untuk sekolah TK, kata Mulyana, termasuk besar jika memiliki jumlah siswa KB 60 anak, TK A 60 anak, dan TK B 60 anak. “Itu sudah termasuk besar karena menangani anak lebih kecil, lebih sulit,” ungkap Ketua Litbang SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya (SD Mudipat) itu.
Untuk SD/MI, lanjutnya, sekolah tergolong besar jika memiliki jumlah siswa 672. Mulyana pun memaparkan rumusnya. “6 jenjang kelas (I-VI) dikali 4 rombongan belajar (rombel), dikali 28 anak per rombel. Jadi totalnya 672 anak,” ungkapnya.
Ketentuan 4 rombel itu merujuk pada kebijakan pemerintah yang membatasi 4 rombel. Kecuali jika ada izin khusus. Adapun jumlah siswa ini akan berkaitan dengan rumus harga jual.
“Harga jual ada rumusnya juga. Nanti kita ajari,” terang Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya ini.
Untuk SMP/MTs tergolong besar jika memiliki jumlah siswa 576 anak. Ini diperoleh dari rumus 3 jenjang kelas dikali 6 rombel dikali 32 anak tiap rombel.
Sedangkan untuk SMA/MA/SMK, jika memiliki jumlah siswa 864. Rumusnya, 3 jenjang kelas dikali 8 rombel dikali 36 anak tiap rombelnya.
Ia pun membuka data dari Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah. “Ada 5.346 SD/MI se-Indonesia. Ternyata masih ada 2022 sekolah yang jumlah siswanya di bawah 100. Di Gresik masih ada 9 atau 18 MI terutama yang di bawah 100 siswanya,” ungkapnya.
Kabar bahagia bagi guru pun ia sampaikan. Ketua Majelis Dikdasmen PNF Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Didik Suhardi PhD bersama timnya telah berupaya membantu mempercepat sertifikasi. Terutama yang sudah guru tetap.
“Makanya menjadi guru tetap itu dipermudah saja agar mudah mendapatkan sertifikasi,” imbau Mulyana kepada pimpinan sekolah Muhammadiyah di kabupaten Gresik.
Selanjutnya, Pengasuh Rubrik Konsultasi Keluarga di Majalah Matan itu juga mengupas tuntas empat indikator sekolah unggul. Yakni selalu menjadi juara dalam setiap lomba, jumlah siswanya melebihi kuota, gedungnya menjulang tinggi melebihi pohon kelapa, dan gurunya sejahtera, siswanya bahagia.
Empat indikator sekolah favorit pun ia terangkan. Pertama, sekolah yang mampu menolak siswa, bukan ditolak siswa. Kedua, pendaftarnya melebihi Kuota. Ketiga, banyak dibicarakan orang karena keunggulannya. Keempat, selalu mampu menyuguhkan inovasi baru.
Cara Sukses
Mulyana lantas mengungkapkan caranya mendapatkan siswa sebesar itu. Pertama, ia mengenalkan prinsip sukses Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) itu harga mati.
“Sekolah yang ingin bertahan dan terus berkembang, maka PPDBnya harus sukses. Jika Panitia PPDB menggunakan cara biasa-biasa saja dalam mencari murid baru, maka dapat dipastikan hasilnya juga akan biasa-biasa saja. Sekolah yang tidak mendapatkan siswa sesuai kuota, maka sekolah tersebut akan ‘bangkrut’,” jelasnya.
Beragam trik sukses PPDB ia paparkan. Pertama, jemput bola. Kedua, menjalin MoU kemitraan, presentasi di sekolah mitra, dan ngopi bareng. Ketiga, publikasi secara totalitas serta memaksimalkan media sosial. Keempat, mengadakan event di sekolah.
Selain itu, Mulyana menekankan pentingnya service excellent (pelayanan prima). “Jika sekolah-sekolah di Gresik ingin menjadi sekolah yang besar maka pelayanan prima menjadi kuncinya,” ungkapnya.
Pelayanan prima ini menurutnya juga termasuk bagaimana para guru murah senyum. “Senyum bagian dari pelayanan,” kata pria yang kini berdomisili di Surabaya itu.
Ia menyampaikan, satpam dapat menjadi ujung tombak PPDB. “Satpam yang pandai tersenyum dan selalu standby di posnya menjadi menarik simpati calon wali murid,” imbuh Mulyana. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni