Muhammadiyah, Menghadapi Salafi dengan Santai; Oleh Dr Aji Damanuri MEI, dosen FEBI IAIN Ponorogo, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Tulungagung.
PWMU.CO – Kelompok salafi hanya ngaji ke sesama salafi. Ustadz di luar mereka dikategorikan sebagai ustadz bidah dan ustadz syubhat yang tidak boleh dikuti kajiannya. Maka jangan heran kalau mereka bersikap eksklusif. Menghadapi orang yang hanya mau benar sendiri dan menutup pintu yang lain tidak perlu disikapi dengan serius. Perlakukan seseorang sesuai dengan kapasitasnya. Meladeni salafi bukan saja tidak ada gunanya, hanya menghabiskan energi, bahkan lebih banyak mudharat-nya karena menyulut percekcokan dan perdebatan yang sia-sia.
Anggap saja kelompok salafi adalah anak-anak yg sedang mencari perhatian. Pepatah Arab mengatakan tarkul jawabi ala al jahili jawabun (tidak menjawab orang bodoh adalah jawaban). Dalam konteks ini, tidak menanggapi secara serius celometan salafi adalah adalah respon yang tepat, karena semakin direspon mereka akan semakin bersemangat menyerang. Santai saja sambil nyruput kopi, cuma salafi saja.
Kelompok salafi hari ini bukanlah generasi salafushalih yang terbaik, mereka cuma generasi milenial yang berimajinasi menjadi generasi salafushalih. Sikap, ilmu dan akhlaknya sangat jauh berbeda dengan para ulama salaf yang lembut dan sejuk. Mereka masih belia dalam beragama.
Anak muda memang masih butuh pengakuan, ibarat pengantin baru yang mengumbar kata sayang dan cinta, yang sudah matang dan tua, maka rasa cinta dan sayang tidak diukur dengan berapa sering bilang cinta. Wajar kalau masih baru mengenal agama dan butuh perhatian dan pengakuan kesunahannya, maka sedikit-sedikit sunah, mereka menganggap semua yang dilakukan sunah.
Jurus menghadapi mereka bisa dengan rumus anak muda pula. Ketika mereka men-tahdzir kita dengan tuduhan sesat, bidah, atau kafir, cukup kita bilang, “Biarin, emang gue pikirin.” Atau rumus Gus Dur, “Gitu aja kok repot.”
Keimanan, ketaatan, dan ketakwaan kita tidak akan luntur hanya karena dituduh sesat, kita tidak otomatis keluar dari Islam hanya karena tuduhan kafir, kita juga tidak otomatis masuk neraka hanya karena di-tadzir salafi. Memang salafi itu siapa bisa menentukan mana yang boleh masuk surga atau mana yang masuk neraka? Itu cuma khayalan mereka saja. Boleh jadi mereka yang di neraka karena suka mengadu domba dan men-tahdzir Muslim lain seenak jidatnya sendiri.
Rasulullah, para sahabat dan ulama salafushalih saja tidak ngawur memvonis seseorang yang telah bersyahadat dengan tuduhan kafir. Para Wali Songo di Tanah Jawa perlu bermusyawarah dengan perdebatan hangat dan cermat untuk menentukan status Syekh Siti Jenar. Padahal mereka para wali.
Bagaimana Sikap Muhammadiyah?
Muhammadiyah secara organisatoris tidak perlu menanggapi serius persoalan-persoalan receh dari para salafi. Muhammadiyah tetap fokus pada agenda besar Islam berkemajuan dalam menyelamatkan semesta. Salafi tidak punya tawaran konkret untuk menghadapi dan mengatasi problem-problem keumatan dan kebangsaan kontemporer, apalagi problem kekinian dunia. Mereka hanya sibuk mengajak kembali ke zaman primitif untuk bertengkar masalah khilafiah yang kontraproduktif untuk kemajuan umat.
Daripada meladeni kenakalan salafi lebih baik warga Muhammadiyah tetap fokus pada agenda dakwah pencerahan. Menduniakan MDMC, meningkatkan kinerja Lazismu, menyehatkan bangsa dengan rumah sakit berkualitas, mencerahkan, dan mencerdaskan anak bangsa dengan sekolah yang berkualitas dan menjangkau semua kalangan.Menyayangi yatim piatu dengan panti asuhannya, ikut mengatasi problem dunia, stunting, narkoba, judi online yang merajalela, trafiking, kerusakan alam, ketahanan pangan, dan tentu saja kajian keagamaan sesuai Manhaj Tarjih yang solutif bagi problem keumatan.
Menghadapi keusilan salafi serahkan saja pada anak-anak milenial di media sosial, biar menanggapi seperlunya untuk sekadar meramaikan suasana, tidak perlu terlalu serius untuk kelompok yang tidak memiliki iktikad baik memajukan umat. Kelompok yang cuma pandai mengadu domba, memecah belah umat, tuduh sana sini, memvonis sesat, kafir, tidak nyunah, maka senyumin aja. Jika sudah kelewatan serahkan aparat. Penting Istiqomah dalam berdakwah, salafi menggonggong dakwah tetap berlalu.
Sesungguhnya masalah ritual ibadah mahdhah bagi Muhammadiyah sudah hampir selesai. Hampir semua persoalan ritual mahdzah sudah dibahas ulama mahzab beserta dengan ikhtilaf yANg mengitarinya. Hanya saja kita malas membaca, maka ketika disampaikan lagi khilafiah klasik tersebut seolah persoalan yang baru dan menarik diperdebatkan.
Dalam ibadah mahdhah generasi hari ini cukup mengikuti yang telah ada dan tidak perlu memikirkan ritual baru. Cukup melakukan tarjih untuk memperoleh yang terbaik secara metodologis. Justru persoalan keumatan kekinian luput dari perhatian padahal sangat krusial. Masalah varian zakat baru, kerusakan alam, krisis air, kelaparan, perdamaian dunia, green ekonomi, dan lain sebagainya padahal bagian integral ajaran agama.
Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah sudah berada pada jalur yang tepat sesuai al-Qur’an Surat az-Zumar ayat 18 yang meminta umatnya tidak picik pikir, eksklusif, dan menganggap hanya kelompoknya yang benar.
Ayat tersebut meminta kita mendengar orang lain, mempelajari berbagai sumber untuk kemudian menentukan sikap dengan manhaj yang dibenarkan para ulama. Maka tidak heran dalam kajian-kajian tarjih dalam hal shalat misalnya, mengkaji sifat shalat Nabi karya Albani, pengajaran shalat Ahmad Hasan Bangil, pendapat para ulama mahzab, kemudian mengambil sikap secara ijtihad jamaai tanpa menyalahkan pendapat lain selama masih bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits.
Sebenarnya beberapa teman menyarankan agar Muhammadiyah lebih tegas terhadap salafi seperti kelompok lain dalam mengamankan jamaahnya. Melakukan penghadangan, penolakan, pengusiran bahkan pembubaran terhadap kajian-kajian salafi. Tetapi Muhammadiyah tetap memilih opsi musyawarah, tabayun, dan kekeluargaan. Muhammadiyah masih memegang ajaran innamal mukminuna ikhwatun (bahwa antar sesama Mukmin adalah saudara) meski disesatkan dan dikafirkan kelompok salafi. Ini adalah kelebihan sekaligus kelemahan yang dimanfaatkan salafi dalam mencari panggung. Semoga kesabaran Kokam tetap terjaga.
Ketika cara-cara kekeluargaan tidak digubris tentu jalur hukum harus ditempuh sebagai cara yang bermartabat. Karenanya Muhammadiyah perlu menertibkan struktur amal usahanya denga SK (surat keputusan) yang jelas sehingga menjadi hukum perikatan yang kuat. Kalau ada kelompok lain yang mengganggu bahkan merebut amal usaha Muhammadiyah biar diselesaikan oleh aparat dengan bantuan Kokam.
Akhirnya, Muhammadiyah tetap berada pada jalur dakwah yang berorientasi pada penguatan spiritual dan sosial dalam penyelamatan semesta sebagai implementasi Islam rahmatan lilalamin. Pada saatnya sejarah akan membuktikan siapa pecundang dakwah dan siapa pejuang sejati. Wallahu alam bishawab. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni