PWMU.CO – MPKS dan LKSA PDM Kota Surabaya berkunjung ke Pondok Pesantren Al-Ishlah Sendangagung Paciran Kabupaten Lamongan Jatim, Jumat-Sabtu (10-11/5/2024).
Semua kegiatan di Ponpes Al-Ishlah yang punya santri kurang lebih 2200 santri ini tak luput dari pantauan rombongan yang berjumlah 38 orang ini, dari kegiatan sore sampai pagi. Dari kegiatan mengaji al-Quran setelah Maghrib, shalat jamaah shubuh dan kultum kiai, muhadatsah (praktek bahasa), dan apel pagi yang menggunakan bahasa Inggris.
Madrasah Diniyah al Wustha (Madin Al-Ishlah) menjadi salah satu objek kunjungan. Madrasah yang Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) nya dilakukan pukul 07.15 – 09.00 WIB ini hampir seluruh prosesnya dilakukan dengan bahasa pengantar bahasa Arab dan Inggris. Tak pelak hal itu mengundang perhatian khusus dari anggota Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial (MPKS) dan LKSA PDM Surabaya ini.
Kepala Madin Al-Ishlah Abdul Kholiq Saifuddin SPd menerima tamu rombongan di meja tugasnya dengan penuh keakraban dan melayani setiap pertanyaan yang diajukan.
“Ada tiga pertanyaan mendasar tentang Madin Al-Ishlah. Pertama tentang kurikulum. Kurikulum madin mengambil intisari Kuliyatul Muallimin Al Islamiyyah (KMI) Gontor yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa,” ujarnya.
“Kedua, tenaga pendidik hampir seluruhnya asli lulusan Al-Ishlah dan sebagiannya lulusan Gontor. Dan ketiga, metode pengajaran, bahasa pengantar menggunakan bahasa Arab dan Inggris,” tambahnya.
Penampilan Sederhana
Sementara itu, Ketua rombongan MPKS dan LKSA PDM Surabaya, Fery Yudi Antonius Saputro SHI MPdI mengungkapkan, pertama kali datang ke pondok ini dalam rangka survei, mata saya tertuju pada menara masjid yang menjulang tinggi.
“Sejurus kemudian saya teringat akan sebuah film lima menara. Mata para peserta lain tertuju pada aktivitas para santri yang hendak melaksanakan shalat maghrib berjamaah. Begitu tertib tidak ada yang berisik,” cerita pria yang domisili di Dukuh Gogor RT 05 RW 02 Kelurahan Jajartunggal Kecamatan Wiyung Surabaya ini.
Dari halaman Madin, lanjutnya, nampak kesederhanaan dari para guru dan pembina pondok yang terlihat dari pakaian resmi ketika hendak mengajar. Yaitu dengan setelan hem polos celana hitam dan sepatu fantovel.
“Tidak terkecuali pengasuh Pondok Pesantren Al-Ishlah Kiai Muhammad Dawam Saleh. Beliau selama kegiatan saya perhatikan jam tangan beliau selalu dilepas dan dipegang. Seolah-olah sebagai time keeper, tutur katanya santun, penuh hikmah, dan terkadang makjeb dalam hati karena penyampaian materi beliau ringan, renyah mudah dipahami namun masuk ke relung hati,” ungkapnya.
Usai dari kunjungan Madin Al-Ishlah, rombongan MPKS dan LKSA PDM Surabaya ini bersiap balik dan sebelum pamitan diadakan acara penutupan di Kantor Sekretariat Ponpes Al-Ishlah. (*)
Penulis Gondo Waloyo. Editor Sugiran.