PWMU.CO – Kritik masyarakat urban, Teater Akar SMP Muhammadiyah 12 (Spemdalas) GKB Gresik Jawa Timur pentas dalam acara Spemdalas Final Class Festival di Gressmall Gresik lewat lakon Gegerungan, Kamis (16/5/2024).
Pembina Teater Akar Spemdalas Bambang Hermanto SSn mengatakan pementasan Gegerungan sekitar 10 menit yang diperankan oleh 3 siswa kelas IX.
“Dalam pementasaan ini, menceritakan keegoisan seorang berumah tangga yang lupa pada hakikat kehidupan,” kata mata pelajaran seni ini.
Dia menuturkan, dalam lakon ini, tokoh bapak dan ibu saling menceritakan kekurangan masing-masing. Maka, anaklah yang menjadi korban. Etika, saling asih, asuh menjadi iklan-iklan kehidupan.
“Ngono yo ngono yen ojo ngono. Gegerungan itu adalah cuplikan sebuah episode peristiwa masyarakat urban. Arti Gegerungan itu yaitu saling sambat atau sambatan, umpatan tanpa sadar,” jelasnya.
Tokoh Bapak, Muhammad Aryadhani Rimawan mengaku untuk mendalami peran ini tidak butuh waktu yang lama. “Setelah membaca teksnya, setelah itu pula bisa menghayati peran. Intinya karakter bapak itu adalah orang yang egois, tidak mau kalah dan ngotot terus,” akunya.
Dia mengatakan konflik dalam lakon ini dipicu ketika tokoh bapak yang ngeband dan penghasilannya dibuat untuk membeli peralatan band.
“Tokoh istripun bekerja sebagai penari. Penghasilannya untuk keluarga tetapi tidak mencukupi. Tokoh bapak ngotot supaya istri tidak bekerja dan biarlah bapak yang bekerja saja,” ceritanya.
Hal yang ingin disampaikan dalam lakon Gegerungan ini yaitu berkeluarga harus bisa manajemen keuangan dengan baik, tidak egois dalam membangun kelarga, serta adanya komunikasi yang baik antara orangtua dan anak.
Hal serupa juga disampaikan tokoh ibu, Adinda Putri Nurisma. Dia mengungkapkan karakterannya tidak butuh waktu lama karena sering dapat peran sebagai ibu. “Karakter ibu sebagai wanita karier dan pekerja keras. Pucak konflik dalam lakon ini yaitu ketika istri meninggalkan rumah akibat konflik dengan suami atau bapak,” ucapnya.
Tokoh anak diperankan Khansaniar Zurike Artamevia. Dalam wawancara, dia menceritakan karakter tokoh anak sering tidak dipedulikan oleh orangtuanya. Kedua orangtuanya sering bertengkar urusan ekonomi.
“Sampai-sampai untuk beli perlengkapan sekolah, tokoh anak harus menggunakan uang sendiri. Tokoh anak pun sering marah karena sikap kedua orangtuanya,” katanya. (*)
Penulis/Editor Ichwan Arif.