PWMU.CO – Pandu Hizbul Wathan (HW), sehat fisiknya kuat karakternya disampaikan Wakil Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan (FPIP) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Dr Eko Hardiansyah MPsi, Jumat (17/4/2024).
Dalam Pelatihan Jaya Melati 1 (Jati 1) mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang dilaksanakan di kampus 3 Umsida, dia mengatakan Gerakan kepanduan HW didirikan pada tahun 1918.
“Tujuannya untuk meningkatkan fisik, karakter, dan moral. Ini sangat penting bagi anak-anak Indonesia. Memiliki badan yang sehat dan mental yang kuat,” tegasnya.
Pria yang akrab disapa Pak Eko menekankan pentingnya mengikuti pelatihan Jati 1 ini bagi mahasiswa PGSD. Sebab mahasiswa PGSD akan menjadi guru sekolah dasar (SD) yang harus memiliki kemampuan melatih atau membina kepanduan.
“Urgensi mahasiswa dilatih kepanduan salah satunya untuk meningkatkan karakter siswa SD melalui kepanduan Hizbul Wathan. Kenapa SD? Karena perkembangan neurologis siswa SD sangat optimal untuk perkembangan karakter,” lanjutnya.
Dia berharap agar mahasiswa peserta pelatihan jangan mudah mengeluh saat mengikuti pelatihan. Dinikmati dengan gembira, memperkuat kesabaran, dan meningkatkan semangat.
“Ini sebagai upaya agar mahasiswa PGSD bisa menjadi guru yang punya fisik kuat, karakter yang mantab, dan bermoral hebat,” jelasnya.
Senada Eko, Sekretaris Kwartir Wilayah (Kwarwil) HW Jawa Timur, Ramanda Khusnul Abidin berharap muncul pelatih muda yang menjadi penopang kemajuan HW. Apalagi lulusan PGSD tentu menjadi guru SD.
“Nanti semua akan melatih pandu Athfal dan pengenal. Kelas I-IV sebagai pandu Athfal, kelas V-VI sebagai pandu pengenal,” jelasnya.
Kehadiran pelatih yang masih muda dan memiliki dedikasi sangat tinggi akan memberikan perubahan besar dalam HW. Semangat terbarukan dan selalu adaptif terhadap perubahan akan membuat HW berkembang lebih pesat.
“Perubahan selalu dimulai dari anak muda. Dan HW akan berubah lebih maju dengan munculnya pelatih muda,” tegasnya.
Untuk itu, dia mengajak seluruh peserta agar membiasakan diri memanggil ramanda, bunda, rakanda, dan ayunda. “Ramanda Bunda untuk panggilan Bapak Ibu. Rakanda Yunda untuk usia remaja dan dewasa awal,” tandasnya. (*)
Penulis Ernam. Editor Ichwan Arif.