PWMU.CO-Penderita tuberkolusis (TB) kesulitan mendapat izin cuti kerja dua bulan untuk menyembuhkan penyakitnya. Diminta pemerintah memberikan pengertian kepada pengusaha untuk memahami persoalan kesehatan masyarakat ini.
Masalah itu terungkap dalam diskusi Community TB HIV Aisyiyah dan Sub Sub Recipient Gresik yang digelar Rabu (30/8). Diskusi ini dihadiri oleh dr Ardisa dan dr Putri dari Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (KPMAK) FK UGM, Dinas Kesehatan Gresik, pengelola Puskesmas, RS Ibnu Sina, LSM, Dinas Sosial, KPAD, Disnaker, Bapemas, dan pihak terkait dengan Community TB HIV Care Aisyiyah.
M. Ubaidillah dari Puskesmas Nelayan Gresik mengatakan, ada hambatan izin cuti pasien setelah terdiagnosa positif TB melalui pemeriksaan di puskesmas.
Pasien dengan usia produktif dan masih bekerja kesulitan untuk penyembuhan karena izin istirahat dari perusahaan tidak lebih dari tiga hari. ”Padahal TB harus pengobatan kontinyu dua bulan. Jika dibiarkan penyakit bertambah parah,” katanya.
Ririn Retno Utami dari Dinkes Gresik menambahkan, masalah ini perlu dikoordinasikan dengan Dinas Tenaga Kerja agar ada kebijakan khusus untuk penderita TB diizinkan istirahat dua bulan oleh perusahaaan. ”Cuti panjang diperlukan karena khawatir penyakitnya menular ke teman kerja. Pasien TB terdiagnosis awal rentan menular,” ujar dia.
Sementara dr Ario Pambudi dari BPJS Kesehatan menjelaskan, BPJS memberikan kelonggaran penjaminan pembiayaan pasien TB mulai pemeriksaan sampai pengobatan. Dengan demikian warga yang terdiagnosis TB terjamin pembiayaan kesehatannya.
Berkurangnya penemuan suspect TB oleh kader juga disampaikan oleh SSR Gresik yang diketuai Siti Farihah dari Majelis Kesehatan Pimpinan Daerah Aisyiyah Gresik. ”Adanya jejaring pemeriksaan pasien TB yang dipusatkan di Puskesmas Bungah melalui TCM (Tes Cepat Molekural) menyulitkan penemuan suspect TB di masyarakat,” katanya.
Keluhan ini dijawab oleh petugas Dinas Kesehatan dan perwakilan dari RS Ibnu Sina. Dijelaskan, jejaring dan pemusatan pemeriksaan TB karena alat tes yang terbatas. Harga TCM mahal, ratusan juta rupiah sehingga hanya puskesmas tertentu yang diberikan alat tersebut. ”Semoha hal ini bisa dipahami dan tidak dijadikan kendala. Solusinya ada pada komunikasi antara kader,” katanya.
Ketua PD Aisyiyah Gresik, Uswatun Hasanah, mengatakan, dalam program TB Care, Aisyiyah tidak berjalan sendiri. ”Kebersamaan, kerja sama, dan dukungan dari semua pihak menjadikan program yang dipercayakan pada kami bisa berhasil, karena itu kami mohon dukungan dan kami sangat berterima kasih atas perhatian dan juga kehadiran KPMAK FK UGM,” ujarnya.
Dia berharap, pemberantasan TB HIV di wilayah Gresik bisa maksimal dengan dukungan biaya yang bagus juga. Bagaimanapun pembiayaan adalah salah satu hal utama terlaksananya program ini.
Diskusi permasalahan TB HIV dilaksanakan oleh PD Aisyiyah dan SSR Gresik. Acara berlangsung tiga jam membahas tiga hal pokok mengenai TB. Pertama, bagaimana menemukan pasien TB dan memberikan pengobatan sampai sembuh. Kedua, kebijakan pemerintah terkait administrasi dan pembiayaan. Ketiga, membahas peran LSM yang tergabung dalam Community TB HIV Care dalam hal ini PD Aisyiyah yang ditunjuk dan dipercaya oleh Global Found untuk menggawangi pelaksanaannya. (Agustine)