PWMU.CO – 16 perupa Banyuwangi Jawa Timur menggelar kegiatan melukis di Jembatan Gantung, Ahad (19/5/2024).
Jembatan gantung yang dikenal masayarakat dengan sebutan sasak gantung terbentang di atas sungai setail sebagai penghubung lalu lintas zaman dahulu antara masyarakat Sesa Setai dan Desa Genteng Kulon Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur.
Jika melihat prasasti di dinding sungai sebelah timur tertulis tahun 1912, konon dibangun oleh pemerintahan kolonial Belanda, sasak yang memiliki lebar 1,5 m dan panjang 25 m masih terbentang kokoh ditopang tali rangkaian kawat sebesar lengan orang dewasa mirip kontruksi jembatan suramadu modelnya.
Sejak dibangun jembatan permanen kini sasak gantung beralih fungsi menjadi destinasi wisata gratis dan jembatan hanya boleh dilaluai oleh pejalan kaki sepada dan kendaraan bermotor roda dua dilarang.
Berada dilokasi yang indah di antara gemericik aliran sungai yang bersih, dihiasi tebing terbuat dari batu dan tanggul yang tinggi merupakan surga bagi 16 seniman lukis untuk mengekspesikan karyanya pada kanvas yang telah disiapkan.
Koordinator Kegiatan Imam Taufik mengatakan kami mengundang teman-teman seniman lukis untuk menuangkan karya lukisnya di tempat yang indah ini dengan mengambil ide gambar dari yang ada di sekitar sasak gantung.
“Tidak boleh mengambil dari tempat lain dan acara ini kami kemas dengan tema outstanding paras elok Banyuwangi,” terang Uklik sapaan akrab guru kesenian SMP Muhammadiyah 1 (SMP Muhi) Genteng ini.
Pelukis putri Susilowati mengucapkan alhamdulillah akhirnya kami para perupa bisa berkumpul dalam satu tempat yang sejuk nan asri.
“Disamping sebagi ajang silaturrahmi juga bisa melukis bersama dengan mengambil judul di tempat yang sama,”ungkap Susi sapaan akrabnya.
Kegiatan melukis bersama dimulai pada pukul 09.00 WIB dan banyak menarik perhatian orang-orang yang kebetulan lewat sehingga berhenti untuk melihat para perupa yang sedang melukis. Pukul 11.00 WIB acara selesai dan para perupa memamerkan hasil karyanya masing-masing. (*)
Penulis Abdul Muntholib. Editor Ichwan Arif.