Kanjeng Mami Uswatun Hasanah, Tetap Aktif meski Sakit oleh Estu Rahayu, Harapan III Lomba Menulis Feature Milad Ke-8 PWMU.CO.
PWMU.CO – Komplek Perguruan Muhammadiyah Jl KH Kholil siang itu terasa gerah. Panas cahaya matahari membuat bulan Ramadhan 2021 terasa berat.
Membuat kerongkongan semakin kering terasa pahit pekat. Apalagi wabah Covid-19 saat itu masih membayangi setiap gerak sekolah yang membutuhkan tatap muka.
Saat itu siswa SMA Muhammadiyah 1 Gresik melaksanakan kegiatan Pesantren Kilat Darul Arqam (PKDA) edisi Covid-19.
Peserta terdiri dari kelas X dan XI putra dan putri. Mereka bisa menentukan pilihan mengikuti secara daring melalui virtual zoomeeting atau secara luring hadir di sekolah dengan membawa surat izin dari orangtua.
Banyak yang memilih luring. Kangen masuk sekolah lagi. Bertemu teman dan guru. Saling menyapa bermain, bergurau, dan mengerjakan tugas bersama.
Para guru juga punya perasaan sama. Rindu sekolah. Menyambut siswa di depan gerbang sekolah, mengajar, mengingatkan merapikan rambut atau kuku panjang.
Menjelang acara, seorang guru perempuan berbadan tambun datang naik becak ke sekolah. Wajahnya pucat dan berkeringat. Agak kesusahan menurunkan kaki kirinya.
Pengemudi becak di belakang memegang erat-erat kemudi supaya becak tak goyang. Setelah penumpang itu bisa turun langsung menuju ruang guru.
” Ya Allah Bu Us, kenapa masuk sekolah. Kan dilarang dokter aktif dulu. Istirahat dulu, Bu,” ucapku kepada Uswatun Hasanah, nama guru itu.
”Gak enak di rumah terus, Mak. Eson (saya) wis kepingin ngajar anak-anak,” jawabnya dengan bahasa Gresik.
Uswatun Hasanah, guru Kemuhammadiyahan itu memanggil saya Mak Tu, sapaan sayang pada Estu Rahayu.
Naik Tangga
Kaki kirinya hampir kaku. Dia paksa berjalan. Badannya yang besar membuat langkahnya gontai. Kakinya tak kuat menahan. Meski begitu memaksa berdiri. Saya pun mengambil kursi menyilakan dia duduk di kursi saja.
Nafasnya ngos-ngosan. Beberapa kali matanya terpejam. Mulutnya mengucap,” Ya Allah. Laa haula wala quwwata illa billah.”
Lantas dia berusaha bangkit lagi melanjutkan langkah menuju tangga di depannya.
Beberapa guru sibuk menolongnya. Ada yang membawakan tas. Memegangi tangannya dan melarangnya naik. Namun Uswaun Hasanah bergeming.
Kedua tangannya berpegangan erat pada pagar tangga. Kaki kirinya yang kaku berusaha menaiki anak tangga setingkat demi setingkat.
Mulutnya tidak henti-henti mengucap laa haula wala quwwata illa billah hingga berhasil ke lantai dua, tempat kegiatan PKDA.
Begitulah Uswatun Hasanah, Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Gresik periode 2015-2022 dan guru Kemuhammadiyahan menjalani hari-harinya.
Semangat dakwah dan mendidik siswa tak pernah surut. Mengalahkan sakit akibat obesitas dan komplikasi lainnya.
Semangat itulah yang mengalahkan rintangan. Melakoni kegiatan apa saja seharian tanpa mengeluh.
Sembunyikan Handphone
Handphone tidak pernah lepas dari genggaman tangannya. Sejak memasuki ruang guru, sebagai Ketua PDA Gresik, Uswatun membalas setiap chat yang masuk. Mulai dari koordinasi dengan para Pimpinan Daerah Aisyiyah Gresik, pertanyaan dari Cabang atau Ranting Aisyiyah, Pimpinan Muhammadiyah, menghadiri undangan ini itu, bahkan melayani konsultasi masalah rumah tangga.
Sesekali menelepon atau menerima telepon. Memesan aplikasi ojek online untuk mengantarnya. Lalu pergi rapat di sela jam mengajarnya. Setelah itu kembali dan membalas beberapa chat yang masuk.
Pernah suatu hari Uswatun bercerita, membalas chat di WA Aisyiyah untuk koordinasi persiapan acara esok ternyata sampai tengah malam.
Melihat itu suaminya, Kadar Roharto, mengambil HP istrinya dan menyembunyikan. Suaminya meminta istrinya segera tidur.
Keesokan harinya, dia mencari-cari HPnya. Karena tidak menemukan, Uswatun bertanya kepada suaminya,”HPku di mana ya Pak?”
Suaminya menjawab,”Di bawah bantal.” Cerita itu dia kisahkan sambil tersenyum.
Sayang Keluarga
Uswatun Hasanah sosok istri sayang keluarga. Suatu hari guru dan karyawan SMA Muhammadiyah mengadakan Baitul Arqam di Agrowisata Pasuruan.
Semua peserta sudah hadir. Acara sudah dimulai. Hingga sore dia belum juga datang.
Menjelang Maghrib baru muncul. Bersama suaminya turun dari mobil diantar sopir. Saya pun menyapanya,”Alhamdulillah, akhirnya sudah sampai sini, Bu.”
”Sepurane yo, tadi bapak perlu istirahat sebentar setelah cuci darah,” ucapnya.
”Tidak apa-apa. Alhamdulillah bapak sehat,” jawab saya.
Dia mengatakan, besok pagi mengisi pengajian di Blitar. Karena itu suaminya diajak pula menginap di Baitul Arqam itu.
Setiap Selasa dan Jumat, suaminya harus cuci darah. Uswatun selalu mendampingi sambil mengoreksi hasil ujian atau rapat online.
Kalau padat kegiatan, suaminya diajak ikut daripada di rumah sendirian. Sewa kamar sendiri untuk suami dan sopir. Uswatun satu kamar dengan ibu-ibu lainnya.
Di acara itu suaminya istirahat ditemani sopir.
Pernah suatu kali, Uswatun dan suaminya menghadiri reuni teman SMA. Lalu menunjukkan sebuah foto. Keduanya naik odong-odong berkeliling kampung.
Karena kursi odong-odong ukuran anak-anak, waktu turun,eh, Uswatun tidak bisa keluar dari kursinya. Suaminya berusaha menarik badannya.
Kejadian itu membuat teman-temannya tertawa.
Kanjeng Mami
Menjelang istirahat malam, di acara Pesantren Kilat Darul Arqam (PKDA), panitia putri menginap di Ruang Seni. Ruang itu terletak di pojok lantai dua. Panitia itu terdiri dari guru Ismuba dan karyawan.
Saya, Nur Shofiyah, dan Uswatun Hasanah adalah guru Ismuba dan pemateri. Sedangkan Nanik Nur Farista, Nur Budi Susilowati, Elistyowati adalah karyawan yang bertugas menjadi pendamping peserta. Ada juga Indah Wardati guru Matematika yang menjadi pendamping juga.
Menjelang tengah malam, kami belum juga memejamkan mata. Sambil rebahan, kami mengobrol dan bersendagurau. Mengomentari kegiatan PKDA yang terasa panjang dan melelahkan.
Apalagi instruksi yang diberikan guru Ismuba, terutama Bu Us, sapaan Uswatun Hasanah.
Dia mengatakan, semua panitia tidak boleh pulang, harus menginap. ”Pokoknya harus menginap di sekolah. Kalau ada apa-apa biar segera terselesaikan,” ucapnya saat itu.
Lalu kami pun bersenda gurau sambil menjawab,”Inggih, kami semua menginap kok, Bu. Gak ada yang pulang.”
Jawaban singkat itu mendadak jadi lucu ketika Nur Budi bekomentar,”Kayak Kanjeng Mami sama Sule saja. Pokoknya, pokoke. Kalau sudah pokoke tidak bisa bilang tidak.Harus dilaksanakan.”
Spontan kami semua tertawa. Yang lain menimpali,”Iyo yo, bener. Opo maneh potongane (postur tubuhnya) juga sama.”
Semua yang rebahan di ruang itu tertawa terpingkal-pingkal. Gagal tidur. Sambil melirik Bu Uswatun yang memiringkan badan menghadap kami semua.
Bu Uswatun malah terlihat bingung dan bertanya,”Sopo Kanjeng Mami iku?”
Kami tertawa lagi sambil duduk. Saya nyeletuk,”Untung gak weruh (tidah tahu).”
Kanjeng Mami tokoh sinetron komedi televisi berjudul Awas Ada Sule. Dia juragannya Sule. Orangnya gemuk, ningrat dengan kebaya dan sanggul, dan otoriter.
Karakter yang diperankan Kanjeng Mami adalah tegas, dengan instruksi yang jelas. Berwibawa dan menjaga nama baik serta adat istiadat.
Panitia di ruangan itu dipanggil dengan mak. Mak Tu (Estu), Mak Yah (Nur Shofiyah), Mak Ta ( Nanik Nur Farista) dan Mak Ti (Nur Budi Susilowati).
Sejak malam itu, panitia PKDA memanggil Bu Uswatun dengan sebutan Kanjeng Mami. Karena karakternya mirip.
Lebih Suka Mengajar
Nama lengkapnya Dra Uswatun Hasanah SAg. Lahir di Surabaya, 29 Januari 1963 dari keluarga Muhammadiyah.
Anak kedua dari pasangan Chozin dan Shofiyah. Pendidikan S1 ditempuh dua kali, Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya dan Fakultas Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Gresik.
Uswatun PNS Kemenag Kabupaten Gresik. Sebagai petugas pencatat pernikahan dan penyuluh perkawinan. Namun naluri mengajarnya membuat dia memutuskan jadi guru.
Pilihannya jatuh di SMA Muhammadiyah 1 Gresik. Mulai mengajar tanggal 1 Juni tahun 2006. Mata pelajaran al-Islam dan Kemuhammadiyahan.
Uswatun Hasanah menjabat Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Gresik dua periode. Tahun 2005-2010 dan 2015-2022.
Sempat menjabat Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Timur periode 2015-2022.
Uswatun Hasanah meninggal pada 5 Juli 2021. Menyusul suaminya yang meninggal pada 30 Juni 2021. Keduanya meninggal dunia karena Covid-19 dan dimakamkan berdampingan di makam Desa Yosowilangun Kecamatan Manyar, Gresik.
Uswatun Hasanah telah wafat. Seperti namanya, kegigihannya mendidik dan menggerakkan Aisyiyah menjadi teladan baik.
Kedua putrinya, Nadya Rufaidah Hartland dan Najmah Roseola Hartland, mendapat pesan.
”Berprasangka baiklah kepada semua orang, maka kamu akan memandang hidup laksana taman bunga. Penuh warna, indah dipandang, sejuk, dan menyenangkan.”
Editor Sugeng Purwanto