Pemimpin Tak Didengar jika Makan Harta Haram; Oleh M. Anwar Djaelani, penulis bukuUlama Kritis Berjejak Manis dan sebelas judul lainnya
PWMU.CO – Dulu, karena memakan buah terlarang, Adam As dan istrinya harus keluar dari surga. Kini, agar bisa makan enak, banyak orang melakukan suap-menyuap. Padahal, ada ayat ini: “Penerima suap dan pemberi suap masuk neraka.” (HR Bazzar dan Thabrani).
Agar beruntung dan berbahagia, bersihkanlah jiwa kita. Dari mana memulainya? Dari makan dan minum kita. Perhatikan ayat ini: “Hai Rasul-Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih.” (al-Mu’minuun 51).
Hamka, di Tafsir Al-Azhar, berpendapat bahwa dari ayat di atas tampak betapa eratnya hubungan antara kebersihan makanan dengan kebersihan jiwa. Sungguh, jiwa yang tegak dan yang sanggup mengendalikan orang lain ialah jiwa yang sanggup mengendalikan dirinya sendiri. Mulut seorang pemimpin tidak akan didengar orang kalau dia makan dari harta yang haram.
Masih menurut Hamka, ulama yang menjadi pemimpin ruhani umat, kesehariannya wajib meniru hidup Nabi Saw termasuk dalam hal makanan yang harus “dari makanan yang baik-baik”. Terkait, kalau sekiranya si ulama ingin menyebut diri sebagai pewaris para Nabi, maka jangan sampai predikat ulama dijadikan mata pencaharian untuk menangguk di air keruh kebodohan pengikutnya. Hal ini, karena harta yang didapat dengan cara itu termasuk yang tidak baik (2003: 4798).
Sungguh, bersih-tidaknya jiwa seseorang sangat bergantung kepada halal atau haramnya makanan yang dikonsumsinya.Terasa, al-Mu’minuun 51 ini memberi petunjuk yang sangat jelas: Bahwa, memakan makanan yang baik lagi halal adalah prasyarat sebelum beramal-shalih.
Jika kita selalu makan yang halal dan baik, berarti kita senatiasa siap beramal-shalih. Orang dengan penampilan seperti itulah yang berhak memperoleh keberuntungan.
Terang, Jelas!
Makanan dan minuman itu rizki dari Allah. Simaklah ayat ini: “Dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku.” (asy-Syu’ara’ 79). Sadar tentang hal tersebut, maka patut kita hubungkan dengan ayat ini: “Hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.” (Abasa 24). Caranya? Saat akan makan dan/atau minum, manusia harus mengikuti petunjuk Allah.
Berikut ini sebagian petunjuk Al-Qur’an soal makan-minum. Pertama, jangan turuti bujuk-rayu setan! Perhatikan dua ayat ini: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (al-Baqarah 168).
“Dan, di antara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rizki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.”(al-An’am 142).
Kedua, jangan serakah! Dalam hal makan dan minum, jangan memakan atau meminum sesuatu yang dilarang Allah. Ingatlah kasus Adam As yang memakan buah terlarang di ayat ini: “(Dan Allah berfirman): ‘Hai Adam, bertempat-tinggallah kamu dan isterimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim’.” (al-A’raf 19).
Ketiga, jangan berlebih-lebihan! Dasarnya, ayat berikut ini: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid. Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (al-A’raf: 31).
Keempat, jangan melampaui batas! Renungkanlah ayat ini: “Makanlah di antara rizki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu” (Thaha 81).
Terus Terang
Kelima, jangan makan dari hasil kebathilan (seperti korupsi dan suap)! Seksamailah ayat ini: “Dan, janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian dari harta-benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (al-Baqarah 188). “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” (an-Nisaa’ 29).
Keenam, jangan makan hasil riba! Taatilah tiga ayat ini: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Ali ‘Imran 130).
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (al-Baqarah 275).
“Dan, disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih” (an-Nisa’ 161).
Ketujuh, jangan seperti Yahudi yang suka makanan haram! Perhatikan dua ayat ini: “Dan, kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan, dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu” (al-Maidah 62). Jangan seperti Yahudi dan Nasrani! “Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang bathil.” (at-Taubah 34).
Kedelapan, jangan makan harta anak yatim secara tidak patut! Perhatikanlah ayat ini: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (an-Nisa’ 10).
Tak Main-Main
Duhai orang-orang yang beriman, makan-minumlah seperti yang diminta oleh Allah dan Rasul-Nya. Atas semua karunia itu, bersyukurlah kepada-Nya. Tunaikan ayat ini: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.” (al-Baqarah 172).
Duhai orang-orang yang beriman. Makan-minumlah hanya yang halal dan baik saja. Ketahuilah, sikap yang demikian itu adalah sebagian dari cermin orang yang bertakwa seperti yang diinginkan ayat ini: “Dan, makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (al-Maidah 88).
Telah terang-benderang, ini masalah serius: Semua kaum beriman harus makan dan minum hanya dari baik dan halal saja. Sudah jelas, terlebih kepada ulama sebagai pewaris para Nabi, semua yang dikonsumsi harus yang baik dan halal.
Terakhir, khusus kepada pemimpin, jangan pernah lupa nasihat Hamka (lewat kalimat bernada mengingatkan) ini: Bahwa, mulut seorang pemimpin tidak akan didengar orang kalau dia makan dari harta yang haram. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni