PWMU.CO – Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr H Achmad Zuhdi DH MfilI berkeinginan melakukan penguatan dan membumikan Manhaj Tarjih di internal maupun eksternal persyarikatan dengan mengadakan Musyawarah Wilayah MTT PDM se-Jawa Timur, Sabtu (25/5/2024).
Dalam Rapat Rutinan Bulanan yang digelar di Aula Kantor PWM Jatim, dia menekankan urgensi penguatan dan membumikan Manhaj Tarjih di persyarikatan, terutama di lingkungan umat Islam.
“Musyawarah Wilayah tentang ketarjihan ini sebagai langkah konkret untuk menggalang pemahaman dan penerapan Manhaj Tarjih di berbagai aspek kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat Muhammadiyah Jawa Timur,” ucapnya.
Tekad tersebut semakin mantab dan sejalur dengan pernyataan Wakil Ketua PWM Jawa Timur, Dr Syamsuddin MAg. “Berdasarkan Qaidah Majelis: Satu periode minimal mengadakan 2 Musywil Tarjih. Langkah awal dikaji oleh berbagai MTT PDM se-Jatim. Kemudian diangkat melalui agenda Musywil,” katanya.
Seluruh peserta juga sepakat untuk mengadakan kegiatan MTT PWM Jatim yang dikemas dalam bentuk kajian penguatan Manhaj Tarjih bagi seluruh MTT Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) se-Jawa Timur. Kajian Pramusywil se-Jawa Timur ini nantinya akan membahas bagaimana Tamkin Manhaj Tarjih Muhammadiyah dengan pendekatan bayani, burhani, dan irfani yang digelar di Ponpes Modern Muhammadiyah Paciran Lamongan, Sabtu (29/6/2024).
Kajian Pramusywil Ketarjihan ini diharapkan menjadi wahana diskusi dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai Manhaj Tarjih, sehingga dapat menjadi landasan kuat dalam membimbing umat Islam di berbagai aspek kehidupan.
Achmad Zuhdi berharap agar pemahaman ini dapat diimplementasikan secara luas di Persyarikatan, “(Untuk) mengukuhkan posisi Manhaj Tarjih sebagai pedoman utama dalam menjalankan ajaran Islam bagi warga eksternal dan internal persyarikatan khususnya.”
Sementara itu, lanjutnya, demi mendukung penguatan dan membumikan Manhaj Tarjih Muhammadiyah perlu memerhatikan 3 aspek penting yang menjadi hasil dari rapat rutin bulanan MTT PWM Jatim.
Pertama, menekankan pentingnya menghidupkan ijtihad, sebagai wujud dari pemikiran kritis, penafsiran yang relevan terhadap konteks zaman dan menghidupkan suasana akademik. Hal ini dianggap sebagai langkah esensial dalam menjaga keberlanjutan dan keluwesan ajaran Islam dalam menghadapi perubahan zaman. “Al-Insanu muqoddamun ‘ala al-makan,” katanya.
Kedua, penguatan kepada dai Muhammadiyah (penceramah atau ulama) tentang manhaj tarjih dengan melakukan sosialisasi dan edukasi perihal manhaj tarjih. pemahaman mendalam tentang manhaj tarjih sangat krusial bagi dai untuk memastikan ajaran Islam yang disampaikan tetap relevan dan kontekstual.
Sosialisasi dan edukasi ini bertujuan untuk mengintegrasikan pendekatan bayani, burhani, dan irfani dalam dakwah, sehingga dai dapat memberikan solusi yang komprehensif dan aplikatif bagi umat. Dengan penguatan ini, MTT PWM Jatim berharap dai dapat membimbing masyarakat secara inklusif dan adaptif, sesuai dengan prinsip-prinsip syariat dan dinamika zaman.
Ketiga, digitalisasi produk Tarjih dengan bersinergi antar Majelis di PWM Jawa TImur dalam rangka kemudahan akses fatwa tarjih. Aspek ini bertujuan untuk mempermudah akses terhadap putusan-putusan juga fatwa tarjih bagi seluruh anggota dan masyarakat luas.
Dengan digitalisasi ini, fatwa-fatwa tarjih dapat diakses secara online melalui platform digital, sehingga memudahkan proses pencarian dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Inisiatif ini diharapkan dapat meningkatkan literasi keagamaan dan memperkuat pemahaman umat terhadap ajaran Islam sesuai dengan Manhaj Tarjih Muhammadiyah.
Dengan demikian, tekannya, pengadaan kegiatan Kajian Pramusywill MTT PDM se-Jawa Timur tentang Manhaj Tarjih Muhammadiyah tidak hanya menjadi refleksi teoretis dari pendekatan tekstualis, tetapi juga berfungsi sebagai panduan yang relevan dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan pemahaman bayani, burhani, dan irfani. Pendekatan bayani mengutamakan pemahaman literal dan tekstual dari al-Quran dan Hadis, memastikan interpretasi yang akurat dan mendasar.
Pendekatan burhani mengandalkan logika dan rasionalitas untuk menafsirkan teks agama dalam konteks kontemporer, membuatnya lebih relevan dan aplikatif. Sementara itu, pendekatan irfani melibatkan intuisi dan pengalaman spiritual, memberikan dimensi kedalaman dan kebijaksanaan dalam memahami ajaran Islam.
Dengan mengintegrasikan ketiga pendekatan ini, Majelis Tarjih mampu menghasilkan fatwa dan panduan yang tidak hanya sahih secara teologis, tetapi juga praktis dan sesuai dengan realitas kehidupan umat Islam modern.
“Ini memastikan bahwa ajaran Islam dapat diterapkan secara efektif dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari ibadah hingga isu-isu sosial, ekonomi, dan budaya, menjadikan panduan Majelis Tarjih sebagai pegangan hidup yang komprehensif dan adaptif,” tekannya. (*)
Penulis Sabiq Noor. Editor Ichwan Arif.