PWMU.CO – Mimpi tunanetra David Lesmana (43) untuk memiliki kompor bros dua tungku terwujud berkat Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Binaan Lazismu Kategori Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Disabiltas.
Program tersebut kerja sama Lazismu Sidoarjo bersama Lazismu Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Bank Mega Syariah.
Kompor bros adalah kompos gas khusus digunakan untuk usaha makanan atau catering. Api kompor gas ini menyala,menyemburkan apinya sehingga lebih mempercepat proses memasak dalam jumlah besar.
Sejak tahun 2017, dengan keterbatasan penglihatannya ia bersama istrinya mengelola usaha makanan dengan nama Warung Lumintu di depan rumahnya, Jalamn Kenongo RT 05, RW 02, Desa Kenongo, Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Warung Lumintu buka setelah Magrib hingga Subuh, dengan menu nasi kuning, nasi campur, rawon, aneka lauk pauk seperti ayam goreng, bergedel, tempe, dan menu lainya khas warteg.
“Awal merintis usaha jualan ini sehari masak nasi 2 kg. Alhamdulillah sekarang sehari-hari rata-rata habis 15 kg beras,” ungkapnya.
Menurut David, kelebihan warung makannya dibandingkan yang lain adalah harga terjangkau, pilihan menu yang beraneka dan pembeli bebas mengambil sendiri lauk pauknya, dan tidak pernah menolak pembeli jika mau beli nasi saja atau beli lauk saja.
“Biasanya kan kalau orang jualan seperti ini ndak boleh beli lauk saja atau nasi saja. Saya ndak pernah menolak rezeki, terserah apa mau pelanggan. Alhamdulillah pelanggan semakin banyak, bahkan dari luar kota, seperti Mojokerto dan Pasuruan,” kisahnya.
Operasi Mata Gagal
Bapak tiga anak ini, menceritakan kedua matanya yang tidak bisa melihat bukan sejak lahir, tapi setelah operasi matanya gagal.
“Setelah operasi tahun 2014 pelan-pelan penglihatan saya mulai berkurang, remang-remang, hingga tahun 2016 sama sekali tidak bisa melihat. Sekarang hanya bisa menangkap sinar saja, operasi mata saya karena minus 16,” ungkapnya.
Dulu ketika penglihatannya masih normal beberapa kali dia pindah pekerjaan. Pernah menjadi sopir, kerja di mesin bubut juga pernah jadi tukang las.
“Saya hanya tamatan SMP, jadi ya kerja apa saja, serabutan, pernah kerja jadi sopir, tukang las dan kerja di mesin bubut. Saya berhenti kerja di bubut karena mengalami kecelakaan kerja, pernah cedera tangan, dua jari tengah dan jari manis terpotong,” kenangnya sambil memperlihatkan jarinya kepada PWMU.CO, saat ditemui, Sabtu (25/4/2024).
Sekarang dengan kondisi penglihatannya seperti itu, David Lesmana tetap semangat menjalankan bisnisnya. Setiap pukul tiga dini hari bersama anak pertamanya kulakan ke pasar jalan kaki dengan dituntun, kebetulan jarak rumah dan pasar sekitar 500 meter.
Keinginan David Lesmana saat ini bisa memviralkan warung makannya lewat media sosial tapi mau menyewa influencer atau mendatangkan conten creator tarifnya cukup mahal.
“Saya teringat pas pembinaan di Lazismu Sidoarjo, pelatih menyampaikan untuk pengembangan pasar harus mempromosikan dagangannya lewat media sosial, apa daya saya kan ndak bisa melihat, menggunakan handphonehanya saat telepon itu pun butuh bantuan. Warung sebelah mendatangkan influencer akhirnya pembeli antre, setelah saya dapat info ternyata bayare mahal,” keluhnya. (*)
Penulis Yekti Pitoyo Editor Mohammad Nurfatoni