PWMU.CO – Kesenian bagian dakwah kultural Muhammadiyah dari zaman KH Ahmad Dahlan. Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Lembaga Seni Budaya Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Kusen SAg MA PhD.
Kiai Cepu, sapaannya hadir dalam Cangkrukan Budaya yang diadakan oleh Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Jember, di Cafe Maya Sumbersar, Jember, Sabtu (25/5/24) malam. Acara bertema Merawat Jalan Dakwah Kiai Ahmad Dahlan. Ini dihadiri oleh kader-kader IMM se-Cabang Jember.
Kiai Cepu membuka penampilannya dengan membacakan dua puisi karyanya. Para kader IMM terpukau dengan bacaan puisinya.
Dia berpandangan sikap Muhammadiyah terhadap kebudayaan dan agama tidak mendikotomi, keduanya diperlukan. “Dalam bidang kebudayaan cara berpikir Muhammadiyah tidak dikotomi, hal tersebut sesuai surat al-Qasas ayat 77, jika ingin akhirat jangan lupakan dunia,” terangnya.
Kiai Cepu menganalogikan sikap mendikotomi itu seperti pilih akal atau wahyu. Keduanya perlu apalagi Kiai Dahlan tidak membedakan keduanya. Cara berpikir Muhammadiyah tidak dikotomi terkait budaya dan agama. Ciri dikotomi itu selalu membenturkan.
“Muhammadiyah dan kesenian selalu berjalan beriringan,” tegasnya.
Tokoh budaya dan sastrawan Muhammadiyah tersebut menjelaskan sejak dulu Muhammadiyah menggunakan instrumen kebudayaan untuk berdakwah.
“Jika hari ini kesenian di Muhammadiyah di rasa kering, berarti ada sesuatu yang salah. Karena jargonnya itu adalah kembali ke akar atau ke sumber. Belajar dari pendiri Muhammadiyah yang sejak dari awal berkesenian, artinya kesenian dan Muhammadiyah sudah beriringan,” ujarnya.
Ketua IMM Jember Dwi Noval mengungkapkan tujuan kegiatan ini untuk merawat ajaran Kiai Ahmad Dahlan. “Kami berharap melalui acara ini kader-kader IMM mengetahui dakwah kultural Kiai Ahmad Dahlan di masa awal-awal pendirian Muhammadiyah,” jelasnya. (*)
Penulis Khoirul Anam Editor Muhammad Nurfatoni/MS