Muchtar Buchori, Jualan Deterjen demi Anak Yatim oleh Ahmad Akmal Rifqi, Juara III Lomba Menulis Feature Milad ke-8 PWMU.CO
PWMU.CO – Dia akrab disapa Pak Tar. Namanya Muchtar Buchori. Lahir tahun 1948. Sejak muda hingga sekarang dia aktif di Muhammadiyah.
Muchtar Buchori menerima penulis saat berkunjung ke rumahnya kampung Bedilan, Kamis (25/4/2024) yang lalu.
Dia bercerita, masa kecil di kampung dilalui bersama temannya. Bermain dan mengaji di mushala.
Sewaktu kecil mengenal Muhammadiyah dari sepatu. Di zaman dia kecil, anak-anak bersekolah negeri maupun swasta tak lazim pakai sepatu kecuali sekolah Muhammadiyah di Jl. KH Kholil.
Siswa pakai sepatu itu memikat hati ayah Mochtar yang bukan keluarga Muhammadiyah. Dia ingin anaknya masuk di sekolah yang bersepatu.
”Muchtar, kowe tak sekolahno nak Muhammadiyah ae yo, Le. Soale kabeh muride podo nggawe sepatu. Ben kowo disiplin karo rapi,” kata ayahnya.
Dengan senang hati Muchtar menjawab,”Inggih, kula manut penjenengan.”
Dia beruntung bersekolah di sini. Memperoleh ilmu pengetahuan dan agama. Guru-gurunya juga mengesankan.
Muchtar sekolah mulai TK Aisyiyah Bustanul Athfal Pasar Sore Gresik tahun 1953-1955. Kemudian SD Muhammadiyah Gresik tahun 1955-1961. SMP Muhammadiyah Gresik pada 1961-1963.
Selepas SMP dia melanjutkan ke STM Kimia Semen Gresik. Namun tetap mengaji ilmu agama di sekolah Muhammadiyah.
Tahun 1966, masuk Sekolah Persiapan masuk FIAD (Fakultas Ilmu Agama Islam dan Dakwah) Muhammadiyah. Tahun 1966-1970, baru diterima FIAD Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Pagi Mengajar Sore Kuliah
Fakultas Ilmu Agama Islam dan Dakwah (FIAD) didirikan pada tanggal 12 September 1964 di Masjid Dakwah kampung Blauran Kidul kawasan Jalan Embong Malang Surabaya.
Kelahiran FIAD dilatarbelakangi oleh situasi sosial politik yang panas karena propaganda ajaran komunis dari PKI menyerang umat Islam.
Kongres Nasional Majelis Tabligh Muhammadiyah memutuskan untuk mendirikan beberapa FIAD sebagai benteng pertahanan akidah dan ideologi umat Islam.
Pada tahun 1966, kampus FIAD pindah ke Perguruan Muhammadiyah Jalan Kapasan 73-75 Surabaya.
Di kampus ini, FIAD mencetak kader-kader ulama dan mubaligh yang siap berdakwah dan melawan komunis. Salah satu mahasiswanya adalah Muchtar Buchori pemuda asal Gresik.
Pertengahan tahun 1969 Muchtar ditawari menjadi guru di SD Muhammadiyah Gresik oleh kepala sekolah Muzayyin Uzair.
”Muchtar, sampeyan jadi guru di SD Muhammadiyah ingkang mriki nggih, bantu ngajar sebagai alumni, saget mboten?” tanya Muzayyin Uzair.
Muchtar menggelengkan kepala. ”Ngapunten, mboten saget taun sak niki, Pak. Kulo kuliah ing Surabaya,” jawabnya.
”Halah, urusan gampang niku bisa diatur, awal-awal sampeyan ngajar pas mboten nggada jadwal kuliah. Nopo kuliah dipindah sore saget?” kata Muzayyin memberi solusi.
Muchtar tak bisa beralasan lagi. Dia menganggukkan kepala setuju. ”Inggih, bismillah, kulo cobi mucal ing SD Muhammadiyah.”
Sejak saat itu, kesibukan Muchtar bertambah. Pagi mengajar di Gresik. Sore hari naik kereta api dari Stasiun Gresik di Kebungson turun di Stasiun Pasar Turi. Terus menuju kampus FIAD Jl. Kapasan.
Dia mengajar berbagai mata pelajaran termasuk agama Islam. Tak terasa dia mengajar di SD Muhammadiyah Gresik selama 42 tahun.
Pada tahun 2011, memasuki masa purnabakti di usia 63 tahun. Di masa pensiun makin aktif di kegiatan Muhammadiyah. Menjadi ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Gresik periode 2015-2022 di usia 67 tahun.
Aktif di PKU
Selain mengajar Muchtar aktif di PCM Gresik. Periode 1976-1979 menjadi wakil bendahara. Dia juga aktif di PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) yang kini lebih akrab disebut PKU (Pembina Kesehatan Umum).
PKO awalnya bukan Amal Usaha Muhammadiyah kesehatan berupa rumah sakit atau klinik, melainkan konsep gerakan.
Di PKO terdapat gugus tugas untuk membantu orang dhuafa dengan mendirikan Armhuis (rumah miskin), Weeshuis (rumah yatim), dan Ziekenhuis (rumah sakit). Gerakan ini juga termasuk pengumpulan zakat.
Muchtar aktif dalam berbagai kegiatan PKU. Awal kegiatan membagikan zakat fitrah jelang Idul Fitri dan daging kurban saat Idul Adha.
Suatu hari, dia didatangi Wak Kadar yang tinggal di Kroman dekat Kantor PKU Gresik. Wak Kadar ini bukan anggota Muhammadiyah.
Dengan marah-marah dia berkata,”Tar! Koen gak moco ta surah al-Ma’un? Wis jelas artine kene dikongkon ngerawat anak yatim! Yak opo kok PKU Gresik kok dak duwe program santuni anak yatim? Kerjoane mbagi beras karo daging thok ae, ojo cari perhatian koen dadi wong!”
Terkejut dengan perkataan Wak Kadar, Muchtar menanggapi dengan kepala dingin. ”Ngapunten Wak Kadar, niki tasih proses insyaallah saran panjenengan dadi program kangge PKU Gresik.”
Wak Kadar menjawab,”Yo ngono Muchtar, iku baru apik sesuai surah Al-Maun!”
Setelah kejadian itu, Muchtar mengumpulkan rekan-rekannya PKU Gresik. Mulai merintis program santunan anak yatim yang terealisasi sebulan kemudian.
Awalnya hanya menjangkau lima anak yatim saja. Ternyata banyak orang bersedia jadi donatur. Puluhan anak yatim bisa disantuni. Keluarga anak yatim bergembira atas perhatian PKU Muhammadiyah.
Wak Kadar gembira mengamati program ini dari kejauhan. Lama-lama dia ikut pengajian Muhammadiyah di kampung Kroman. Akhirnya menjadi aktivis PCM Gresik bersama Muchtar dan kawan-kawan. Membantu program PKU.
Menjual Deterjen
Di tengah keterbatasan dana untuk menyantuni anak yatim, tiba-tiba Muchtar muncul ide selepas shalat Isya di Masjid Taqwa Kemasan, Pekelingan.
Ia teringat saat pendidikan STM Kimia Semen Gresik diajari pembuatan sabun deterjen. Akhirnya PKU memulai usaha pembuatan deterjen. Pakai merk Deterjen Paku. Singkatan dari Penolong Anak dan Kesengsaraan Umum.
Bahan deterjen dibeli di Surabaya. Dia menghabiskan waktu berjam-jam di laboratorium kecil di rumahnya daerah Bedilan untuk menyempurnakan formula deterjen.
Setelah beberapa kali uji coba akhirnya menemukan formula yang pas. Kualitas bagus, pemakaian efektif, aman di tangan, dan harga lebih murah dibanding sabun di pasaran.
Merk Deterjen Paku dikemas bagus dan dipasarkan ke masyarakat. Muchtar sendiri langsung memasarkan ke masyarakat. Saat rapat, ceramah, pengajian, acara sosial dimanfaatkan untuk promosi produk deterjennya.
”Jamaah pengajian, silakan yang ingin bajunya bersih dan wangi serta mendapatkan pahala keberkahan santunan anak yatim dari Allah swt, silakan membeli Deterjen Paku ini. Insyaallah ada nama anda terpaku di pintu surga!”
Begitulah kalimat promosi yang Muchtar ucapkan dalam marketingnya usai mengisi pengajian.
Promosi itu disambut antusias jamaah. Apalagi ibu-ibu. Deterjen itu kualitasnya baik, baunya harum, dan harga murah. Mereka yang membeli tidak pernah kecewa.
Bahkan ibu-ibu jamaah pengajian ikut mempromosikan Deterjen Paku ke tetangganya. Kemudian terkenallah deterjen itu sebagai pembersih ajaib yang mampu menghilangkan noda paling bandel sekalipun.
Ibu-ibu itu termotivasi ikut menjual Deterjen Paku karena hasilnya untuk menyantuni anak yatim dan orang miskin. Semakin banyak deterjen terjual, semakin banyak anak yatim yang dibantu.
Editor Sugeng Purwanto