Menjawab Polemik Boleh Tidaknya Menjual Kulit Hewan Kurban; Oleh Ustadzah Ain Nurwindasari
PWMU.CO – Di antara persoalan yang sering muncul ketika momen Idul Adha ialah terkait boleh tidaknya menjual kulit hewan kurban. Hal ini karena terdapat hadits yang melarang menjual kulit hewan kurban.
Hadits tersebut di antaranya sebagai berikut:
قَالَ سُلَيْمَانُ بْنُ مُوسَى: أَخْبَرَنِي زُبَيْدٌ، أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ، أَتَى أَهْلَهُ فَوَجَدَ قَصْعَةً مِنْ قَدِيدِ الْأَضْحَى، فَأَبَى أَنْ يَأْكُلَهُ، فَأَتَى قَتَادَةَ بْنَ النُّعْمَانِ فَأَخْبَرَهُ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فَقَالَ: ” إِنِّي كُنْتُ أَمَرْتُكُمْ أَنْ لَا تَأْكُلُوا الْأَضَاحِيَّ، فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ لِتَسَعَكُمْ، وَإِنِّي أُحِلُّهُ لَكُمْ، فَكُلُوا مِنْهُ مَا شِئْتُمْ، وَلَا تَبِيعُوا لُحُومَ الْهَدْيِ، وَالْأَضَاحِيِّ فَكُلُوا، وَتَصَدَّقُوا، وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا، وَلَا تَبِيعُوهَا
Artinya: “Sulaiman Ibn Musa berkata: Zubaid telah menceritakan kepadaku bahwa Abu Sa‘id al-Khudri telah mendatangi keluarganya, kemudian ia mendapati semangkok besar dendeng dari daging kurban dan ia tidak mau makan dendeng tersebut. Kemudian Abu Sa‘id al-Khudri mendatangi Qatadah Ibn Nu‘man dan menceritakannya bahwa Nabi saw bersabda: Sungguh aku telah memerintahkan agar tidak makan (daging) hewan kurban lebih dari tiga hari agar mencukupi kamu sekalian, dan sekaramg saya membolehkan kamu akan hal itu. Oleh karena itu, makanlah bagian dari kurban tersebut yang kamu sukai, janganlah kamu menjual daging al-hadyu (daging hewan dam) dan daging hewan kurban. Makanlah, sedekahkanlah, manfaatkan kulit hewan kurban itu, dan jangan kamu menjualnya.” (HR Ahmad)
Juga hadits berikut:
أَنَّ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَخْبَرَهُ: «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ، وَأَنْ يَقْسِمَ بُدْنَهُ كُلَّهَا، لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلَالَهَا، وَلَا يُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا شَيْئًا»
Artinya: “Diriwayatkan bahwa ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu, ia menceritakan: bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk mengurus unta kurban dari beliau, dan agar ia membagikan dagingnya, kulitnya dan perlengkapan unta itu kepada orang-orang miskin; serta tidak memberikan sedikitpun untuk upah penyembelihannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Dua hadits di atas sama-sama memberikan petunjuk agar seluruh bagian hewan kurban didistribusikan untuk orang yang berhak menerima kurban, utamanya ialah fakir miskin. Tidak boleh menjual satu bagian pun dari hewan kurban, hatta kulitnya jika untuk keperluan selain dibagikan kepada fakir miskin atau yang berhak menerimanya. Misalnya, digunakan untuk membiayai jagal atau biaya operasional penyembelihan.
Para ulama di antaranya al-Auza‘i, Ahmad Abu Tsaur, dan mazhab Syafi’i mengatakan dibolehkan menjual kulit hewan kurban sepanjang hasil penjualan itu ditasharufkan untuk kepentingan kurban (Muhammad asy-Syaukani, Nailul Authar, Juz III, halaman 202).
Oleh karena itu jika kulit hewan kurban dijual dan uangnya digunakan untuk biaya operasional penyembelihan hewan kurban atau untuk diberikan kepada shahibul kurban, maka ini yang dilarang.
Akan tetapi jika kulit hewan kurban dijual lalu uang hasil penjualan kulit hewan kurban digunakan untuk membeli daging lalu dibagikan kepada fakir miskin atau yang berhak menerimanya, maka hal itu dibolehkan karena masih selaras dengan hadits di atas. Yaitu seluruh bagian dari hewan kurban adalah untuk dimakan baik oleh fakir miskin atau warga sekitar.
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI MIRKH adalah anggota Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Sekretaris Majelis Tabligh dan Ketarjihan Pimpinan Daerah Asiyiyah (PDA) Gresik; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM); guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Editor Mohammad Nurfatoni