PWMU.CO – Tujuh syariat berkurban disampaikan Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Surabaya Dr Imam Syaukani MA di Pelatihan Manajemen Kurban, Sabtu-Ahad (1-2/6/2024).
Acara diadakan oleh Lembaga Pemeriksa Halal Kajian Halalan Thayyiban Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Surabaya di Pusat Dakwah Jl Wuni No.9 Surabaya.
Tujuh syariat kurban itu pertama, binatang kurban.
“Binatang kurban harus berupa binatang ternak yaitu unta, sapi, dan kambing lokal maupun kambing domba,” katanya.
Lantas dia mengutip surat al-Hajj:34 yang artinya: bagi setiap umat telah kami sarankan ibadah kurban supaya mereka menyebut nama Allah terhadap apa yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.
“Kalau hewan yang dipotong oleh ahli kitab itu haram, betapa sulitnya mereka yang hidup di luar negeri untuk mencari daging yang halal, mahasiswa yang ada di sana akan susah,” katanya.
Kedua, shahibul qurban. Pahala kurban seekor kambing dapat mencakup sebuah atau satu keluarga.
“Dalam Shahih Muslim Nomor 3637, wahai Aisyah ambilkan pisau besar setelah pisau itu dibawakan, Nabi mengambilnya dan memberikan kibas lalu berusaha menyembelihnya kemudian Beliau berkata: Dengan nama Allah wahai Allah terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad, kemudian menyembelihnya,” terangnya.
“Jika seseorang berkurban dengan seekor kambing maka pahala kurban hewan tersebut telah cukup untuk seluruh anggota keluarga baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, kata ‘keluarga’ adalah menyangkut istri, anak, dan kerabat yang dinafkahi,” jelas dia.
Seekor kambing tidak bisa dijadikan sebagai hewan kurban patungan untuk dua orang atau lebih, karena dalam hal ini tidak terdapat dalil dalam al-Quran dan Sunnah.
Ketiga, distribusi daging hewan kurban. “Disyariatkan bagi shohibul kurban untuk makan sebagian daging kurbannya, menghadiahkan dan bersedekah dengan daging itu,” katanya.
Dasarnya surat al-Hajj ayat 28. Supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak, maka makanlah sebagian daripadanya, berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir,” ujarnya.
Dia mengatakan, jika kurban disembelih pada tahun terjadi kelaparan maka tidak boleh menyimpan daging kurban tersebut lebih dari tiga hari.
Ini berdasarkan hadis Shahih Bukhari nomor 543: Barangsiapa berkurban maka tidak boleh ada daging kurban yang masih tersisa di rumahnya setelah hari ketiga. Maka pada tahun berikutnya, sahabat bertanya wahai Rasulullah, apakah kami harus berbuat sebagaimana yang telah kami lakukan pada tahun kemarin, beliau bersabda, makanlah daging kurban berilah makan orang lain dengannya dan simpanlah karena pada tahun yang kemarin orang banyak berada dalam kesulitan maka aku ingin kalian membantu mereka.
“Diharamkan untuk menjual bagian dari hewan kurban baik daging ataupun yang lainnya termasuk juga kulit, namun bagi orang yang memperoleh hadiah atau sedekah daging kurban diperbolehkan memanfaatkan sekehendaknya, bisa dijual atau dimanfaatkan dalam bentuk yang lain, akan tetapi tidak diperkenalkan menjualnya kembali kepada orang yang memberi hadiah atau sedekah kepadanya,” terangnya.
Keempat, hal-hal yang harus dijauhi oleh orang yang hendak berkurban.
“Jika bulan Dzulhijjah telah tiba, maka diharamkan bagi orang yang hendak berkurban memotong rambut, kuku serta kulitnya hingga setelah ia selesai melaksanakan penyembelihan kurban,” katanya.
Dalam al-Baqarah ayat 196 Allah menyampaikan: jangan kamu mencukur rambut kepalamu sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan,” imbuhnya.
Kelima, penyembelihan dan syarat-syaratnya.
“Penyembelih adalah orang yang berakal atau tamyiz, ada kesengajaan untuk menyembelih, penyembelihan haruslah seorang muslim, tidak disembelih untuk selain Allah, disebut nama Allah padanya dengan mengatakan saat menyembelih bismillah,” katanya.
Dalam surat al-An’am ayat 118 yang artinya maka makanlah hewan yang padanya disebutkan nama Allah jika kalian adalah orang-orang yang beriman dengan ayat-ayatnya.
Keenam, berkurban untuk orang yang telah wafat.
“Dalam hal ini meniatkan agar orang yang sudah meninggal mendapatkan pahala berkurban bersama dengan orang yang masih hidup,” katanya.
Menurut dia, berkurban untuk orang yang sudah meninggal untuk melaksanakan wasiatnya. Berkurban untuk orang yang sudah meninggal secara khusus sebagai bentuk ibadah tersendiri yang dilakukan oleh orang yang masih hidup atas inisiatif sendiri atau tanpa wasiat, ini boleh dilakukan tetapi tidak termasuk kedalam sunnah Nabi.
Ketujuh, hukum berkurban.
Dalam Musnad Ahmad nomor 7924, barangsiapa mempunyai kemudahan untuk berkurban namun ia belum berkurban maka janganlah sekali-kali ia mendekat tempat shalat kami.
“Orang kaya yang tidak mau berkurban ibaratnya seperti kecoak, yang hanya menempati kandang-kandang hewan kurban,” pungkasnya mengakhiri penjelasan tujuh syariat kurban. (*)
Penulis Habibullah Al Irsyad Editor Sugeng Purwanto