PWMU.CO – Bertemu pengusaha resort Malaysia di Makkah, dia pun kaget daftar tunggu jamaah haji Indonesia yang lama.
Mumpung berada di Makkah, saya tidak ingin kehilangan momen syahdu suasana shalat subuh di Masjidil Haram, Rabu (5/6/2024).
Dan jika beruntung bisa mendengarkan lantunan ayat al-Quran oleh Imam Besar Alhudhaifi, suaranya menggetarkan jiwa saat suasana hangatnya fajar di Kota Makkah. Entah siapa yang akan jadi Imam, suasana akan terasa berbeda jika dilantunkan di waktu fajar.
Saya barengan dengan beberapa jamaah berangkat tepat pukul 02.30 Waktu Saudi Arabia. Suasana pagi terasa hangat, tidak dingin, karena cuaca di Arab memang sedang panas panasnya.
Dengan Armada Rawahil No 18 Sektor Al Misfalah, kami berangkat menuju Masjidil Haram. Tidak menunggu waktu lama hanya dibutuhkan 15 menit untuk sampai di terminal tidak jauh dari Tower Zam Zam.
Seperti biasa, kami sangat mafhum untuk langsung naik ke lantai 2, karena lantai satu biasanya diperuntukkan para mutamir. Saya mencari celah kosong untuk dapat shalat subuh. Suasana ramai sepertinya harus jeli mencari tempat yang nyaman tidak berdesakan.
Lantai 2 pun banyak muttawif yang lalu lalang apalagi jika mereka dari negara seperti Afrika maupun Turki yang berpostur besar. Mereka kerap berlari saat tawaf, entah apa yang mereka kejar.
Saya akhirnya mendapatkan tempat yang nyaman, ada waktu untuk berdoa dan berdzikir, yang kian lama kian meluluhkan hati tak terbendung deru luapan hati tidak dapat menahan tetesan air mata.
Hingga seorang bapak sepuh yang belakangan saya tahu bahwa dia dari Malaysia, meminta saya untuk sedikit menggeser memberikannya tempat untuk ahalat. Usai bapak itu ahalat qabliyah kami pun saling sapa dan dia pun bertanya saya dari mana, “Saya, Indonesia,” jawabku pelan.
Namanya Jamaluddin Bin Tamin. Dia bercerita bahwa dia kelahiran Port Dickson, Negeri Sembilan Malaysia.
Jamal panggilannya, pengusaha resort yang bernama Laman Nota. Dia menunjukkan foto-foto keindahan tempat dia berinvestasi. Darinya, saya belajar bahwa seorang pensiunan dapat mencari kerja meskipun bapak yang berumur 66 tahun ini sekadar penghobi tukang kebun saat dia masih sempat bekerja di Perusahaan Shell.
Jamal yang pernah belajar jurusan Teknik di pusat Institut Latihan Perindustrian Kuala Lumpur mengaku menunggu 5 tahun untuk bisa berangkat Haji.
Saya pun memberi tahu dia, bahwa dia beruntung tidak seperti saya yang menunggu sampai 13 tahun, dia pun terkaget dengan masa tunggu haji di Indonesia.
Kami pun larut dalam perbincangan bagaimana jatuh bangun ayah dengan 6 putra dan putri ini membangun usaha home stay ataupun resort, sampai dia harus menunggu 7 tahun hingga usahanya menunjukkan hasil.
Adzan subuh berkumandang, kami pun berhenti bicara. Suara Adzan Masjidil Haram memang berbeda, menggema dan membuat para muttawif berhenti seketika. Mereka mengambil shaf untuk shalat dengan Dr Shalih bin Hamiid sebagai imamnya. (*)
Penulis Zaki Abdul Wahid. Editor Ichwan Arif.