Foto: Kumara Adji Kusuma
Hikmah Penarikan Dana Muhammadiyah dari BSI; Oleh Kumara Adji Kusuma. Sehari-hari sebagai Dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Muhammadiyah merupakan organisasi masyarakat (Ormas) dengan aset terbesar di Indonesia. Total asetnya, yang terdiri atas masjid, lembaga pendidikan (PAUD hingga Perguruan Tinggi), Rumah Sakit, uang, dan amal usaha Muhammadiyah (AUM) lainnya, senilai Rp. 400 Triliun. Total dana yang tersimpan di Bank, yakni Bank Syariah Indonesia (BSI), diestimasikan senilai Rp. 13 Triliun. Pada 30 Mei 2024, Muhamamdiyah memutuskan memindahkan dana tersebut ke bank lainnya.
Lalu, bagaiamana dampak keputusan tersebut secara ekonomi, baik makro ekonomi maupun mikro ekonomi?
Dari perspektif teori ekonomi, penarikan dana oleh Muhammadiyah dari BSI memiliki potensi dampak yang signifikan baik pada tingkat mikro maupun makro ekonomi. Keputusan ini mencerminkan perilaku rasional dari nasabah besar berdasarkan analisis risiko dan kinerja, serta mempengaruhi pasar keuangan dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Reaksi dari pihak terkait seperti BSI, otoritas regulasi, dan nasabah lain akan sangat menentukan sejauh mana dampak ini akan terasa.
Diversifikasi Keuangan Muhammadiyah
Dalam konteks manajemen risiko keunangan, dapat dikatakan bahwa pengalihan dana oleh Muhammadiyah ke beberapa bank syariah lain memang merupakan bagian dari strategi manajemen risiko keuangan. Dengan menerapkan prinsip diversifikasi, never put your eggs in one basket (Markowitz, 1952; Brealey, 2016; Bernstein, 1998), Muhammadiyah dapat mengelola risiko lebih efektif, mengoptimalkan keuntungan, dan meningkatkan stabilitas serta fleksibilitas keuangan organisasi mereka.
Dengan mendistribusikan dana ke beberapa bank, Muhammadiyah mengurangi risiko keuangan yang mungkin timbul jika seluruh dana disimpan di satu bank. Dengan dana yang terdiversifikasikan, maka jika salah satu bank menghadapi masalah, dampaknya terhadap keseluruhan keuangan Muhammadiyah akan lebih terkontrol dan terbatas. Jika salah satu bank kolaps maka tidak berdampak pada keseluruhan dana di seluruh bank. Berberda jika dikelola dalam satu bank. Jika bank tersebut kolaps maka akan berdampak pada keseluruhan aset, bahkan hilang.
Secara umum, bank-bank syariah yang dipilih Muhammadiyah untuk mengalihkan dananya menunjukkan kinerja yang cukup baik, dengan fokus pada pertumbuhan yang sehat, manajemen risiko yang baik, dan peningkatan layanan digital. Keputusan Muhammadiyah untuk mengalihkan dananya kemungkinan didasarkan pada analisis kinerja keuangan, stabilitas, dan kualitas layanan dari bank-bank tersebut. Hal ini juga mencerminkan kepercayaan Muhammadiyah terhadap bank-bank ini dalam mengelola dana mereka sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Penempatan dana di berbagai bank memungkinkan alokasi sumber daya yang lebih efisien dalam perekonomian. Bank-bank yang menerima dana dapat menggunakan likuiditas tambahan untuk memberikan pembiayaan kepada sektor-sektor produktif, mendukung investasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kompetisi antara bank syariah bisa meningkat, yang dapat mendorong peningkatan efisiensi operasional, inovasi produk, dan layanan yang lebih baik bagi nasabah.
Bagi bank-bank Syariah penerima dana dari Muhammadiyah, tambahan likuiditas ini dapat digunakan untuk pembiayaan proyek-proyek produktif, seperti infrastruktur, usaha kecil dan menengah (UKM), dan sektor-sektor strategis lainnya, yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Dengan likuiditas yang lebih baik, bank-bank syariah dapat meningkatkan pembiayaan investasi, baik dalam bentuk pembiayaan modal kerja maupun pembiayaan investasi, yang dapat mendorong ekspansi usaha dan penciptaan lapangan kerja.
Namun Muhammadiyah sendiri harus memperhatikan dan mencermati untuk memastikan bahwa bank-bank penerima dapat mengelola likuiditas dengan baik dana yang diterima dari tersebut untuk menghindari risiko over-liquidity yang dapat mengurangi profitabilitas. Selain itu, bagi bank penerima dana menghadapi risiko penempatan, yakni dana yang tidak dikelola atau diinvestasikan dengan bijak dapat menyebabkan risiko penempatan yang tidak optimal, yang dapat mengganggu stabilitas bank-bank penerima.
Peran Muhammadiyah bagi Perbankan Syariah Nasional
Dalam konteks ini, Muhammadiyah memiliki andil besar dalam peningkatan perbankan Syariah secara nasional. Penarikan dana ini dapat memperkuat peran perbankan syariah dalam perekonomian Indonesia dengan meningkatkan pangsa pasar dan kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah. Dengan pengelolaan dana yang baik, bank syariah dapat meningkatkan inklusi keuangan, khususnya di daerah-daerah yang mungkin kurang terlayani oleh bank konvensional.
Dengan mengalihkan dana ke beberapa bank syariah, risiko konsentrasi dana pada satu bank berkurang, sehingga mengurangi potensi risiko sistemik jika terjadi masalah di salah satu bank.Diversifikasi ini dapat meningkatkan stabilitas keseluruhan sistem perbankan syariah di Indonesia, karena tidak ada satu bank yang menjadi terlalu dominan dalam mengelola dana besar dari satu entitas.
Peningkatan dana di beberapa bank syariah akan mendorong persaingan yang sehat, di mana bank-bank tersebut berlomba-lomba untuk menawarkan produk dan layanan yang lebih baik kepada nasabah. Bank-bank akan terdorong untuk meningkatkan efisiensi operasional dan mengadopsi teknologi baru untuk menarik dan mempertahankan nasabah.
Keputusan Muhammadiyah mempercayakan dana mereka kepada bank-bank syariah dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap stabilitas dan kredibilitas perbankan syariah. Langkah ini juga bisa mendorong dukungan lebih lanjut dari regulator (seperti OJK) untuk memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap bank syariah, memastikan mereka tetap sehat dan stabil.
Bank-bank yang menerima dana ini akan mengalami peningkatan likuiditas dan modal, memungkinkan mereka untuk lebih aktif dalam memberikan pembiayaan dan investasi di sektor-sektor produktif. Dengan modal tambahan, bank-bank ini dapat memperluas jangkauan layanan mereka, meningkatkan inklusi keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.
Namun, ada beberapa tantangan yang juga perlu diperhatikan. Bank-bank penerima dana harus memiliki manajemen risiko yang kuat untuk mengelola dana besar ini dengan baik dan memastikan bahwa mereka tidak mengambil risiko yang berlebihan. Bank-bank ini harus memiliki kapasitas untuk menyerap dana tambahan dan menyalurkannya ke sektor-sektor produktif tanpa menurunkan kualitas pembiayaan. Otoritas pengawas harus memastikan bahwa bank-bank ini tetap berada dalam kerangka regulasi yang ketat untuk mencegah potensi masalah keuangan di masa depan.
Secara keseluruhan, pengalihan dana oleh Muhammadiyah ke beberapa bank syariah dapat berdampak positif pada kesehatan perbankan syariah di Indonesia. Hal ini dapat meningkatkan likuiditas, mendukung ekspansi usaha, mendorong persaingan sehat, dan meningkatkan kepercayaan publik. Namun, keberhasilan ini tergantung pada kemampuan bank-bank penerima untuk mengelola dana tersebut dengan baik dan pengawasan yang efektif oleh otoritas terkait.
Berdampak Negatif bagi BSI?
Bagi BSI, pertanyaannya adalah apakah ini akan berdampak signifikan bagi BSI? Tentu bisa kita katakan berdampak, tapi tidak begitu signifikan. Per Desember 2023, total aset Bank Syariah Indonesia (BSI) tercatat sebesar sekitar Rp353,6 triliun (Bank BSI Indonesia). Jumlah aset yang besar ini menunjukkan bahwa BSI merupakan salah satu bank syariah terbesar di Indonesia.
Dari kacamata likuiditas, memang terdapat dampak langsung. Ini karena penarikan dana Rp. 13 triliun mewakili sekitar 3,68% dari total aset BSI. Meski ini adalah jumlah yang cukup signifikan, BSI tentu memiliki cadangan likuiditas yang cukup untuk menangani penarikan ini tanpa menyebabkan gangguan besar. Bisa dipastikan bahwa bank besar seperti BSI akan memiliki cadangan likuiditas yang kuat serta akses ke pasar uang untuk menutupi kebutuhan likuiditas jangka pendek.
Namun memang penurunan likuiditas di perbankan bisa mempengaruhi nisbah bagi hasil atau margin dan deposito. Hal ini bisa berdampak pada inflasi, tergantung pada bagaimana bank dan pelaku ekonomi lainnya merespon situasi ini. Penarikan besar-besaran dapat mempengaruhi persepsi dan kepercayaan nasabah lain terhadap stabilitas dan kesehatan BSI, yang dapat memicu penarikan dana lebih lanjut (bank run).
Pada tahap ini, BSI boleh jadi harus menyesuaikan operasionalnya, termasuk menunda atau mengurangi pemberian kredit baru, serta meninjau kembali rencana investasi dan ekspansi mereka. Selain itu BSI harus menyesuaikan pelayanan atau menawarkan insentif untuk mempertahankan nasabah dan investor lain.
Dalam hal pendanaan (funding) dan Profitabilitas, BSI tentu mengalami penurunan Dana Pihak Ketiga (DPK). Penarikan dana sebesar ini dapat mengurangi DPK yang dimiliki BSI, yang berpotensi mempengaruhi kemampuan bank untuk memberikan pembiayaan dan meraih pendapatan dari nisbah bagi hasil maupun ujroh. Untuk menarik kembali likuiditas yang hilang, BSI mungkin perlu menawarkan nisbah bagi hasil yang lebih tinggi, yang dapat meningkatkan biaya dana dan menekan margin keuntungan.
Dalam konteks stabilitas keuangan, memang penarikan ini bisa mempengaruhi persepsi pasar terhadap stabilitas BSI, terutama jika diikuti oleh penarikan dana besar-besaran dari nasabah lain (rush money). Namun, jika penarikan ini dikelola dengan baik dan BSI mampu menjaga likuiditas, dampak negatif bisa diminimalisir. Jika penarikan dana tersebut menyebabkan bank mengurangi penyaluran kredit, hal ini dapat mengurangi investasi dan konsumsi yang pada gilirannya dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Jika setelah penarikan dana oleh Muhammadiyah, banyak nasabah lain mulai merasa cemas dan ikut menarik dana mereka, maka ini dapat menciptakan kondisi rush money (Diamond, 1983). Reaksi pasar dan media juga memainkan peran penting dalam menilai apakah penarikan ini akan memicu kepanikan. Alasan banyak nasabah lain menarik dana meraka bisa jadi karena ketidakpercayaan mereka terhadap BSI karena pengalaman keamanan yang ditembus oleh hacker serta pengalaman mengalami beberapa kali error sistem.
Penarikan dana sebesar Rp. 13 triliun oleh Muhammadiyah dari BSI memang akan memiliki dampak, namun besarnya dampak negatif tergantung pada bagaimana BSI mengelola situasi ini. Mengingat ukuran dan kapasitas BSI, serta mekanisme pengawasan yang ada, BSI memiliki potensi untuk mengatasi tantangan ini tanpa mengalami gangguan besar pada operasionalnya. Langkah-langkah mitigasi yang tepat serta dukungan dari regulator dapat membantu menjaga stabilitas dan kepercayaan terhadap BSI.
Secara keseluruhan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) perlu memastikan bahwa pergeseran likuiditas ini tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan dan memberikan dukungan jika diperlukan untuk menjaga stabilitas makro ekonomi.
Editor Teguh Imami