PWMU.CO – Manajemen dakwah menjadi titik yang krusial bagi sebuah lembaga dakwah. Terutama bagi Aisyiyah, tentunya hal tersebut menarik untuk dibahas.
Riza Agustina Wahyu Setiawati MPdI Anggota Majelis Tabligh dan Ketarjihan Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kabupaten Gresik mengangkat topik menarik tersebut pada Pertemuan ke-2 Corps Muballighot Aisyiyah (CMA) se-Kabupaten Gresik Majelis Tabligh dan Ketarjihan PDA Kabupaten Gresik, Menganti, Gresik, Jawa Timur, Ahad (9/6/2024).
Pada acara yang dilaksanakan di KB-TK Aisyiyah Bustanul Athfal 41 Menganti Gresik tersebut, Riza memulainya dengan sebuah pertanyaan kepada 48 mubalighat yang hadir, “Apa sih yang dimaksud dengan manajemen dakwah?”
“Manajemen dakwah merupakan proses perencanaan tugas, mengelompokkan tugas, menghimpun dan menempatkan tugas dan kemudian menggerakkan kearah pencapaian tujuan dakwah, yaitu kebahagiaan dunia akhirat,” terangnya.
Empat Prinsip Manajemen Dakwah
Riza menyebut bahwa ada empat prinsip dalam manajemen dakwah, dengan prinsip pertama yakni amar ma’ruf nahi munkar, sebagaimana Riza mengutip ayat al-Qur’an Ali Imron 104. “Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Dalam prinsip kedua yang berupa kewajiban menegakkan kebenaran, senada dengan prinsip ketiga yakni menegakkan keadilan. Riza mengutip ayat al-Qur’an Al Maidah ayat 8 sebagai dasar kedua prinsip ini, yang berbunyi, “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.”
Sedangkan prinsip keempat adalah kewajiban menyampaikan amanat sebagaimana dalam ayat al-Qu’an Al Ahzab 72. “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia.”
“Tujuan utama dalam berdakwah adalah, satu menyampaikan dan Aisyiyah dakwahnya selalu mengajak orang pada jalan Allah, mengajak pada jalan ma’ruf dan menjauhi hal yang munkar,” tutur Riza.
“Tujuan yang kedua adalah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat yang diridhai oleh Allah SWT,” lanjutnya, sambil menekankan pentingnya mencapai tujuan tersebut melalui penyampaian nilai-nilai yang sesuai dengan segi atau bidangnya masing-masing.
Menyadari keragaman cara berdakwah, ia menegaskan, “Berdakwah tidak hanya yang berdiri di depan. Ada berbagai macam cara dalam berdakwah. Bermedsos juga termasuk dalam bagian berdakwah.“
Dalam konteks ini, ia menekankan esensi dakwah Aisyiyah sebagai dakwah yang nyata dan konkrit. “Dakwah Aisyiyah adalah dakwah yang konkrit, bukan dakwah yang hanya bil lisan di mimbar tetapi dakwah kita adalah benar-benar dakwah yang menyasar pada sasaran yang tepat,” lanjutnya.
Keempat Latar Belakang Keberhasilan Dakwah Rasul
Riza menerangkan bahwa Rasullah juga memiliki hal yang menjadi latar belakang dalam keberhasilan dakwahnya. Yang pertama ialah stabilitas pribadi.Yang dimaksud di sini adalah niat yang benar, kebaikan akhlak, cara menanggapi masalah, semangat, idealisme, dan emosi yang dimiliki.
Yang kedua adalah stabilitas keluarga. Maksudnya adalah adanya dukungan dari keluarga baik suami, anak maupun saudara.
Ketiga adalah stabilitas ekonomi. Yaitu dakwah itu tidak mengharapkan sesuatu. Kita merasa cukup dengan apa yang kita miliki. Berdakwah bukan untuk mencari kehidupan tetapi untuk menolong agama Allah, maka Allah akan menolong kita.
Keempat adalah stabilitas akhlak, yang artinya seorang pendakwah mestinya memiliki akhlak yang baik karena akan dicontoh dan diperhatikan oleh umat.
Berikutnya, Riza menanyakan kepada para pesertaa tentang bagaimana dakwah bisa dikatakan berhasil. Riza mengutip pernyataan dari Quraish Shihab bahwa kesuksesan sebuah dakwah itu ditandai dengan dua indikator. Pertama, orang yang mendengarkan bertambah pengetahuannya tentang ajaran agama Islam setelah mengikuti dakwah tersebut. Kedua, bertambah kesadarannya dalam beragama.
“Semakin sering belajar maka bertambahlah ilmu kita. Ilmu itu kalau kita gali akan semakin banyak dan kita akan merasa semakin kecil,” ungkap Riza.
Etika dalam Berdakwah
Di akhir materi Riza menambahkan bahwa etika dalam berdakwah sudah disebutkan dalam al-Qur’an, yakni etika yang pertama adalah ikhlas, disebutkan dalam al-Qur’an surah Al-Bayyinah ayat 5. “Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).”
Etika dakwah yang kedua adalah yaitu konsisten antara ucapan dan perbuatan, terdapat dalam al-Qur’an surah Ash Shaff ayat 2-3. “Hai orang-orang yang beriman. Mengapa kamu mengucapkan apa yang tiada kamu perbuat. Sangat dibenci Tuhan, bahwa kamu ucapkan apa yang tiada kamu perbuat.”
Pada urutan ketiga terkait etika dakwah adalah lemah lembut terdapat dalam al-Qur’an surah Ali Imran ayat 159. “Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”
Etika dakwah yang terakhir adalah takut kepada Allah sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an surah al Mu’minuun ayat 57-61. “Sungguh, orang-orang yang karena takut (azab) Tuhannya, mereka sangat berhati-hati, dan mereka yang beriman dengan tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya, dan mereka tidak mempersekutukan Tuhannya, dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan (sedekah) dengan hati penuh rasa takut (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya, mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya.”
Demikian bagaimana topik tentang manajemen dakwah yang bisa diimplementasikan oleh mubalighah Aisyiyah. (*)
Penulis Nadhirotul Mawaddah Editor Wildan Nanda Rahmatullah