PWMU.CO – Sholat dan Kurban Adalah Bentuk Ketaatan Kepada Allah. Hal itu di sampaikan oleh Suhadi Fadjaray pada Kajian Ahad Pagi PCM Menganti Gresik, Jawa Timur, Ahad (9/6/2024). Acara itu bertempat di halaman SD Muhammadiyah 1 Menganti Gresik.
Dalam tausiyahnya, Suhadi – demikian sapaannya – menerangkan bahwa metode pendidikan yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim ada dua yaitu sholat dan berkurban.
“Yang pertama adalah ketaatan kepada Allah, dan ketaatan kepada Allah nomor satu adalah urusan sholat, sebagaimana dalam al-Qur’an surah al-Kautsar. “Sesungguhnya Kami telah memberimu (Nabi Muhammad) nikmat yang banyak. Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah! Sesungguhnya orang yang membencimu, dialah yang terputus (dari rahmat Allah).” ucapnya.
“Sholat nomor satu, maka ayah ajaklah anak-anak sholat jangan dibiarkan anak-anak tidak sholat,” pesannya.
Suhadi mengutip al-Quran Ali Imron 33. “Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat di masa mereka masing-masing.”
“Mengapa Nabi Adam dan Nabi Nuh tidak disebutkan nama keluarganya, sedangkan Nabi Ibrahim disebutkan bersama dengan keluarganya?” pertanyaan retoris dilontarkan kepada para jemaah yang hadir.
“Karena di dalam keluarga Nabi Adam ada masalah dengan anaknya yaitu Qabil, demikian juga Nabi Nuh ada masalah dengan anaknya yaitu Kan’an, tapi dalam keluarga Nabi Ibrahim AS totalitas semuanya keren banget”, ujarnya.
Suami keren, istrinya keren dan anaknya luar biasa keren. Keren semuanya, lanjutnya.
“Bagaimana kita bisa meniru kehebatan keluarga Ibrahim?,” kembali pertanyaan retoris dia lontarkan. Kemudian Suhadi bercerita tentang kisah Nabi Ibrahim AS.
“Allah menguji Nabi Ibrahim dengan perjalanan darat dari titik Palestina menuju Ka’bah dengan jarak 2000 km dengan mengajak istri yang baru saja melahirkan yaitu Siti Hajar.”
“Sampai ditempat itu, Allah meminta nabi Ibrahim untuk meninggalkan istri dan anaknya di tanah suci Makkah,” lanjutnya bercerita. Wanita tangguh bernama Siti Hajar setelah ditinggal oleh suaminya memperjuangkan sang anak mencari air dari bukit Shofa ke bukit Marwah hingga 7 kali guna menghidupi anaknya.
Dari cerita tentang kehebatan Siti Hajar, Suhadi berpesan kepada ibu-ibu yang hadir pada kajian Ahad Pagi dengan berujar” perjuangkanlah anak-anakmu, sepontang panting apapun engkau memperjuangkan anak-anakmu, jangan menyerah.”
“Pontang-panting seperti apapun, dan engkau tidak mendapatkan hasilnya di depan mata, jangan putus asa, teruslah perjuangkan anak-anakmu, itulah ibu yang hebat, ibu yang luar biasa, dan generasi ini membutuhkan ibu yang demikian,” lanjutnya.
“Ibu-ibu harus sanggup memperjuangkan anak-anaknya, seberat apapun jangan sampai menyerah, sampai Allah mendatangkan pertolongannya,” imbuhnya.
“Jadilah ibu yang tangguh, tetaplah bersemangat menjadi ibu, jangan gampang menyerah, terus perjuangkan anak-anakmu,” pesannya.
Selanjutnya Suhadi meminta kepada para jemaah wanita untuk mengangkat tangan kanan masing-masing dan menepukkannya ke pundak kiri jemaah sebelah kanannya sambil berucap, “tetap semangat ya, jadi istri, jadi ibu, semangat, yang tangguh, jangan rapuh, nangis boleh, menyerah jangan, semangat”.
Selesai mengucapkan kata-kata motivasi tersebut, berganti jemaah wanita diminta untuk mengangkat tangan kiri masing-masing dan meletakkan di pundak kanan jemaah sebelah kirinya sambil berucap, ”ojo omong tok, lakonono dewe, tetap semangat yo, ojo jarkoni, iso ujar gak iso nglakoni”.
Kisah Nabi Ibrahmim AS.
“Di tengah perjalanan Nabi Ibrahim menoleh sebentar melihat istri dan anak tercinta yang ditinggalkan ditanah yang tandus dan tidak ada tanaman, lalu sang ayah memasrahkan kepada Allah sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surah Ibrahim ayat 37. “Ya Rab, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak punya tanam-tanaman didekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati.
“Metode pendidikan yang diberikan oleh Nabi Ibrahim adalah menempatkan anak jangan jauh-jauh dari masjid. Jika mencari rumah carilah yang dekat dengan masjid, jika tidak ada maka bangunlah masjid.”
“Tujuannya adalah supaya mereka mendirikan sholat. Perhatiannya ayah, baik dirumah ataupun tidak dirumah adalah sholat. Otaknya ayah berisi kalimat sholat, sholat, sholat.”
“Bagaimana sholatnya anakku, bagaimana sholatnya istriku, sholat sholat sholat.”
“Ini adalah inti dari doa tersebut, meminta anak keturunannya tetap mendirikan sholat.”
“Sholat yang paling sulit dilakukan adalah sholat subuh. Jangan sampai generasi-generasi ayah ini rebutan di shaf pertama untuk menjalankan sholat subuh di masjid namun anak-anaknya tidak diajak ke masjid,” ujarnya.
“Bagaimana nanti di akhirat jika sang ayah kurang sejengkal saja masuk surga, sementara sang anak kurang sejengkal masuk neraka karena tidak melaksanakan sholat,” tanya Suhadi. Bagaimana seandainya sang anak berteriak-teriak ketika ditampakkan pemandangan neraka kemudian berkata bahwa saat di dunia orang tuanya diam saja melihatnya tidak melaksanakan sholat, lanjutnya bertanya kepada para jemaah.
“Laki-laki yang tangguh adalah laki-laki yang sanggup memenuhi seruan azan subuh, laki-laki yang rapuh adalah laki-laki yang tak mampu membuka mata ketika azan subuh berkumandang,” tegasnya. Ukuran ketangguhan seorang laki-laki adalah sholat subuh, imbuhnya.
“Buatlah kenangan yang indah tentang sholat subuh,” pesannya.
Pelajaran yang kedua dari nabi Ibrahim AS.
“Setelah lama meninggalkan istri dan anaknya, nabi Ibrahim kembali. Namun ketika kembali dia diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih anaknya, Ismail” ujarnya. Namun, Allah menggeser leher Ismail dengan leher domba, karena Allah sudah takjub dengan taat dan cintanya Nabi Ibrahim kepada Allah, lanjutnya.
“Isyaratnya adalah Allah ingin kita menyembelih sifat-sifat kebinatangan kita dan mempertahankan kemanusiaan kita,” ucapnya.
“Menyembelih Ismail itu adalah menyembelih cinta agar tidak ada cinta yang lain kecuali kepada Allah,” sambungnya.
“Idul kurban adalah ibadah cinta, untuk menyelamatkan keluarga, maka berkurbanlah bagi yang sudah memiliki rizki yang banyak, agar tidak menjadi korban.” Pungkasnya.
Penulis Nadhirotul Mawaddah Editor Teguh Imami