PWMU.CO – Kementerian Agama Republik Indonesia menjadwal jamaah calon haji baru bergeser Sabtu, 9 Dzulhijah 1445 H bertepatan 15 Juni 2024 untuk melakukan wukuf di Arafah.
Namun, Kemenag RI mempersilahkan jamaah calon haji yang mau mengambil sunah Tarwiyah tanggal 8 Dzulhijjah dengan bermalam di Mina lebih awal, daripada jamaah calon haji yang langsung ke Arofah.
Maka, pergerakan sebagian kecil jamaah calon haji menuju Mina sudah terlihat pada hari Kamis malam (13/6/24).
Seperti yang dilaksanakan oleh KBIHU Masy’aril Harom Paciran, Labbaik RSML, Khoirul Ummah Banyuwangi, Al Mukhlisin Purworejo Jawa Tengah, serta KBIHU – KBIHU yang lain, juga jamaah luar negeri.
Pentingnya Memahami Tarwiyah, Sunnah Haji di Tanggal 8 Dzulhijjah
Sebelum jemaah haji bergerak ke Arafah untuk melaksanakan Wukuf keesokan harinya, ada sebuah ritual yang disunnahkan bagi mereka, yaitu sunah Tarwiyah.
Dalam sejarahnya, pada tanggal 8 Dzulhijjah, Rasulalallh SAW bersama para sahabat singgah di Mina untuk melepaskan dahaga setelah menempuh perjalanan jauh dari Makkah.
Selain melepaskan dahaga, mereka juga mengumpulkan perbekalan air karena di Arafah pada masa itu tidak terdapat air. Di Mina juga, Rasulallah SAW pun menunaikan Sholat Dzuhur, Asar, Magrib, Isya hingga Sholat Subuh pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Aktifitas sholat dhuhur hingga subuh (pagi harinya) menunjukkan bahwa Rosulullah SAW bersama para sahabatnya telah bermalam.
Dalam sebuah hadits yang di riwayatkan oleh Imam Abu Dawud disebutkan,
“…ketika hari Tarwiyah tiba, para Sahabat pergi menuju Mina dan mereka melakukan ihram untuk haji, dan (saat itu) Rasulullah mengenderai kenderaannya. Di Mina, Rasulullah Saw menunaikan salat Dzuhur, Asar, Magrib Isya dan Subuh. Nabi berada di Mina hingga matahari terbit …” (HR. Abu Dawud).
Atas dasar inilah banyak jamaah haji, termasuk yang berasal dari Indonesia mengejar Sunnah Tarwiyah pada 8 Dzulhijjah.
Namun, perlu digarisbawahi Tarwiyah bukanlah rukun maupun wajib haji, sehingga jikapun tidak dilaksanakan tidak akan mengurangi keutamaan atau afdhaliyah haji.
Mengutip dari Imam An-Nawawi,
وكل ذلك مسنون ليس بنسك واجب فلو لم يبيتوا بها أصلا ولم يدخلوها فلا شيء عليهم لكن فاتتهم السنة
Artinya, ‘Semua ini bersifat sunnah, bukan bagian dari manasik wajib haji. Jika mereka tidak mabit di Mina sama sekali, dan tidak singgah, maka tidak ada DAM pada mereka. Mereka hanya keluputan sunnah saja,’.
Al-Haitami menambahkan, apabila jamaah calon haji hanya shalat tanpa mabit atau mabit tanpa shalat, maka tetap mendapat keutamaan sunnah yang mereka lakukan.
الظاهر أنهم إذا صلوا بها ما ذكر ولم يبيتوا أو باتوا بها ولم يصلوا ذلك بها حصلت لهم سنة الصلاة أو المبيت وإن فاتتهم السنة الأخرى
Artinya, “Secara zahir, mereka bila melaksanakan shalat yang dianjurkan tersebut dan tidak melakukan mabit atau sebaliknya, yaitu mabit tetapi tidak shalat yang dianjurkan.
Maka, mereka mendapatkan keutamaan sunnah shalat atau mabit sekalipun mereka keluputan sunnah yang lainnya,”
Dari sini dapat menyimpulkan bahwa kesunnahan pada hari tarwiyah 8 Dzulhijjah, tidak termasuk bagian dari wajib dan rukun haji yang memiliki konsekuensi ketika ditinggalkan.
Sejauh dapat diamalkan demi menyempurnakan ibadah haji kita, sebagaimana yang Rasulullah SAW kerjakan tentu lebih baik.
Hal ini tentu semata-mata i’tiba kepada Rosulullah SAW sebagaimana beliau bersabda :
عن جابر بن عبد الله رضي الله عَنْهُمَا: أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قال: “خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ” رَوَاهُ أَحْمَدُ ومُسْلِمٌ وَالنَّسَائِيُّ.
Riwayat dari Jabir bin Abdullah ra, sesungguhnya Nabi saw bersabda: “Ambillah dari aku tata cara ibadah atau manasik (haji dan umrah) kamu sekalian” (Riwayat Ahmad, Muslim, dan an-Nasa’i).
Atas dasar inilah, sebagian KBIHU mengajak kepada jamaahnya untuk melaksanakan sunah Tarwiyah meski bersifat mandiri.
Artinya, akomodasi dan logistik seperti kebutuhan makan minum menjadi tanggung jawab jamaah melalui koordinasi kelompok bimbingannya masing-masing.
Kontributor Mustain Masdar Editor Zahra Putri Pratiwig