PWMU.CO – Bulan Dzulhijjah merupakan salah satu bulan yang paling istimewa dalam kalender Hijriyah bagi umat Islam di seluruh dunia. Bulan ini dikenal dengan momen besar, yakni Hari Raya Idul Adha, yang pada tahun 1445 Hijriyah/2024 Masehi jatuh pada tanggal 17 Juni 2024.
Seperti yang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah bahwa Hari Raya Idul Adha bertepatan dengan 17 Juni 2024 yang tertuang dalam Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 1/MLM/I.0/E/2024 tentang Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah 1445 H.
Berdasarkan maklumat itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan 1 Dzulhijjah 1445 H jatuh pada Sabtu, 8 Juni 2024 M. Dengan demikian, Idul Adha 2024 (10 Dzulhijjah) Muhammadiyah pun jatuh pada Senin, 17 Juni 2024.
Keistimewaan bulan ini tidak hanya pada hari raya yang dirayakan dengan penuh suka cita, tetapi juga pada serangkaian ibadah dan makna spiritual dalam bulan tersebut.
Ibadah Haji
Salah satu keistimewaan terbesar bulan Dzulhijjah adalah pelaksanaan ibadah haji. Setiap tahun, jutaan umat Islam dari berbagai penjuru dunia berkumpul menjadi satu di Baitullah (Mekah) ini. Ibadah ini merupakan rukun kelima dalam Islam dan dilakukan jauh sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW. Beberapa abad sebelum kota Makkah sebagai pusat Islam dengan ditandai lahirnya Baginda Nabi Muhammad SAW, para nabi sebelumnya sudah melaksanakan haji di kota tersebut.
Ibadah haji merupakan bentuk pengabdian dan ketaatan tertinggi kepada Allah SWT, serta momen untuk merasakan kebersamaan umat Islam tanpa memandang latar belakang apapun.
Secara umum, hukum ibadah haji sendiri adalah fardhu ‘ain menurut kesepakatan para ulama. Namun, dalam pemilihannya, hukum haji bisa mempunyai hukum yang berbeda sesuai dengan dalil yang digunakan.
Mengenai dalil diwajibkannya haji ialah dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:
وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
“Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam” (QS Ali ‘Imran: 97).
Dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW bersabda:
أيُّهَا النَّاسُ، قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُم الحَجَّ فَحُجُّوا
“Wahai manusia! Sungguh Allah telah mewajibkan haji atas kamu sekalian, maka kerjakanlah haji” (HR Muslim).
Hari Arafah
Selain ibadah haji, sebelum perayaan Idul Adha, ada momen penting yang dikenal dengan Hari Arafah, yang bertepatan pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Sebagai informasi, berdasarkan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal yang dipakai Muhammadiyah saat ini, tanggal 9 Zulhijah 1995 H jatuh pada Ahad, 16 Juni 2024. Pada tanggal tersebut, kaum Muslimin disunahkan untuk berpuasa Arafah, meskipun pelaksanaan wukuf mungkin dilakukan pada hari yang berbeda sesuai penentuan tanggal oleh Pemerintah Arab Saudi.
Jadi, Muhammadiyah memiliki pandangan berbeda mengenai penetapan tanggal puasa Arafah, yaitu tidak harus bersamaan dengan waktu wukuf jamaah haji di Arafah. Keputusan ini didasarkan pada beberapa alasan yang kuat.
Salah satu dasar hukum yang digunakan Muhammadiyah adalah hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ
“Puasa hari Arafah, aku berharap kepada Allah agar menjadi penebus (dosa) setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya” (HR. Muslim No.197).
Bagi Muhammadiyah makna kalimat صِيَامُ يَوْمٍ عَرَفَةَ (puasa hari Arofah) artinya puasa yang dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah sesuai dengan kalender bulan Dzulhijjah pada masing- masing wilayah. Hal ini berbeda dengan pendapat yang menyatakan bahwa puasa Arafah harus dilakukan bersamaan dengan wukufnya para jamaah haji di padang Arafah.
Puasa Arofah memiliki keutamaan sesuai yang ditegaskan dalam beberapa hadis Nabi Muhammad SAW, salah satunya adalah hadis dari Abu Qatadah. Dalam hadis tersebut, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa puasa pada hari Arafah dapat menghapus dosa-dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Sebagaimana diriwayatkan:
عَنْ أَبِى قَتَادَةَ الأَنْصَارِىِّ رَضِىَ الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ … صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ …[رواه الجماعة إلا البخارى والترمذى]
“Dari Abu Qatadah (diriwayatkan) bahwa Rasulullah SAW ditanya … tentang puasa hari Arafah, lalu beliau menjawab: (Puasa hari Arafah itu) menghapus dosa-dosa satu tahun lalu dan satu tahun yang akan datang…” [HR jemaah ahli hadis kecuali al-Bukhari dan at-Tirmidzi].
Idul Adha dan Qurban
Idul Adha, merupakan hari raya besar bagi umat Islam. Idul Adha juga dikenal sebagai Hari Raya Qurban. Pada hari ini, umat Islam yang mampu dianjurkan untuk menyembelih hewan qurban seperti kambing, sapi, atau unta.
Daging hewan qurban kemudian dibagikan kepada keluarga, tetangga, dan mereka yang membutuhkan. Tindakan ini tidak hanya sebagai bentuk ketaatan kepada Allah, tetapi juga simbol solidaritas dan kepedulian sosial.
Dalil tentang qurban yaitu di dalam surat al-Kautsar ayat 2 Allah SWT berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ.
“Maka shalatlah engkau karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” (QS. al-Kautsar:2).
Begitu juga di dalam surat al-Hajj ayat 34-35, Allah berfirman:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ اْلأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ. الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلاَةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ.
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka.” (QS. al-Hajj: 34-35).
Di dalam hadits lain yang juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari shahabat Zaid bin Arqam disebutkan:
قُلْتُ أَوْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ مَا هَذِهِ اْلأَضَاحِيُّ قَالَ سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ قَالُوا مَا لَنَا مِنْهَا قَالَ بِكُلِّ شَعْرَةٍ حَسَنَةٌ.
“Aku atau mereka bertanya: Hai Rasulullah, apakah kurban itu? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Itulah suatu sunnah ayahmu Ibrahim. Mereka bertanya (lagi): Apakah yang kita peroleh dari kurban itu? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Di tiap-tiap bulu kita mendapat suatu kebajikan.”
Sepuluh Hari Pertama Dzulhijjah
Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah memiliki keistimewaan tersendiri. Hari-hari ini dianggap sebagai hari-hari terbaik dalam setahun untuk melakukan berbagai amal ibadah. Pada sepuluh hari pertama bulan ini, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah seperti shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, berzikir, berpuasa, dan bersedekah.
Para ulama juga sangat menganjurkan umat Islam untuk memperbanyak zikir pada hari-hari tersebut. Salah satu hadis maukuf menceritakan tentang Ibnu Umar dan Abu Hurairah yang selalu bepergian ke pasar pada sepuluh hari pertama bulan Zulhijah sambil mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil. Kebiasaan ini kemudian diikuti oleh orang-orang yang menyaksikan mereka. Perilaku para sahabat ini merupakan salah satu bukti kuat dianjurkannya amalan ini.
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِى أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ أَيَّامُ الْعَشْرِ ، وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ . وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِى أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ ، وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا . وَكَبَّرَ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِىٍّ خَلْفَ النَّافِلَةِ
Ibnu Abbas berkata, “Dan berzikirlah kalian kepada Allah pada hari-hari yang ditentukan, sepuluh hari pertama Zulhijah, dan juga hari-hari tasyriq.” Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Zulhijah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir. Muhammad bin ‘Ali pun bertakbir setelah salat sunnah.”
Secara keseluruhan, bulan Dzulhijjah menghadirkan berbagai keistimewaan dan keutamaan yang mengingatkan umat Islam akan pentingnya ibadah, pengorbanan, dan kebersamaan. Melalui pelaksanaan ibadah haji, puasa Arafah, penyembelihan hewan qurban, serta berbagai amal kebaikan lainnya, umat Islam diharapkan dapat meraih keberkahan dan ridha Allah SWT.
Penulis: Alfain Jalaluddin Ramadlan Editor: Ni’matul Faizah