Dr Imam Fauzi LC MPd – Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida)
PWMU.CO – Bulan Dzulhijjah adalah satu dari empat bulan-bulan mulia dalam Islam yang (Al Asyhur Al-Hurum), yaitu bulan Dzul Qa’dah, Bulajn Dzul Hijjah, Bulan Muharram dan Bulan Rajab. Banyak hadits yang menunjukkan bahwa bulan ini adalah bulan yang istimewa dan memiliki keutamaan yang luar biasa.
Sejak masa jahiliyah, manusia mengagungkan bulan ini dan menganggapnya istimewa. Banyak ritual yang mereka lakukan pada bulan ini. Ada yang disetujui dan disyariatkan oleh Islam dan ada pula yang dilarang.
Keutamaan bulan Dzulhijjah
Pertama, tentang keutamaan 10 hari pertama bulan istimewa ini. mengutip dari hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berbunyi:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tidak ada hari-hari yang perbuatan yang baik itu lebih dicintai oleh Allah daripada pada hari-hari ini”. Maksudnya: sepuluh hari ini. Mereka berkata: “Wahai Rasulullah, tidak juga jihad di jalan Allah?”. Dia bersabda: “Ya. Tidak juga jihad di jalan Allah. Kecuali orang laki-laki yang keluar dengan membawa dirinya dan hartanya, kemudian dia tidak kembali membawa sesuatu apapun darinya”. (HR Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).
Perbuatan yang baik yang disebutkan dalam hadits ini dapat berupa perbuatan-perbuatan yang bersifat wajib maupun sunnah. Bahkan yang mubah sekalipun selama perbuatan itu diniatkan untuk ibadah kepada Allah atau untuk memudahkan beribadah kepada Allah. Termasuk makan, minum, mencari rizki, memberi bantuan apapun kepada orang lain, dengan diniatkan untuk beribadah kepada Allah dan melaksanakan ajaran-ajaran-Nya.
Hal ini tidak hanya berlaku bagi orang yang melaksanakan ibadah haji saja, tapi juga bagi siapapun yang memasuki 10 hari ini. Sepuluh hari itulah yang disebut oleh Allah SWT dalam Al Qur’an dalam Surah Al-Fajr. Karena keutamaan yang luar biasa ini ada banyak perbuatan yang disunnahkan untuk dilakukan secara khusus pada hari-hari ini, diantaranya adalah:
1. Puasa, terutama puasa Arafah.
Dari Hafshah ra, bahwa dia berkata : “Empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: Puasa Asyura’, puasa di sepuluh hari Bulan Dzulhijjah, puasa tiga hari setiap bulan dan dua rakaat sebelum shalat subuh”. (HR Ahmad).
Yang dimaksud puasa sepuluh hari itu adalah selain di hari kesepuluh, karena puasa pada hari itu dilarang. Dan lebih spesifik lagi puasa pada hari kesembilan, yang disebut sebagai hari Arafah
Tentang keutamaan puasa Arafah ini, Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Abu Qatadah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya tentang puasa Arafah. Beliau bersabda: “Menghapus dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang”.
Adapun puasa khusus di hari kedelapan yang lebih dikenal dengan hari Tarwiyah. Maka tidak ada dalil yang mensyariatkannya. Yang disunnahkan adalah puasa dari tanggal 1 – 9 dan terlebih lagi di hari kesembilan itu.
Bahkan, ada hadits lain yang menjelaskan bahwa disunnahkan untuk beriuasa sebulan penuh (selain hari raya Idul Adha dan Hari Tasyriq). Imam Ahmad meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki dari Bahilah yang datang kepada Rasulullah untuk suatu keperluan.
Rasulullah berkata: “Siapa anda?”. Dia berkata: “Apakah engkau tidak mengenal aku. Aku adalah seseorang dari Bahilah yang datang kepadamu pada tahun pertama”. Rasulullah berkata: “Aduhai ada apa denganmu. Dulu kamu datang dalam keadaan bertubuh bagus dan bepenampilan bagus”. Dia berkat: “Sejak berpisah denganmu aku senantiasa berpuasa dan tidak makan kecuali di malam hari”.
Rasulullah berkata : “Siapa yang menyuruhmu untuk menyiksa dirimu. (Tiga kali) Puasalah Bulan Ramadhan”. Dia berkata : “Aku masih kuat. Dan aku ingin engkau menambahkan”. Rasulullah berkata: “Satu hari tiap bulan”.
Demikianlah laki-laki senantiasa merasa dirinya kuat dan meminta Rasulullah untuk menambahkan. Kemudian di akhir hadits itu, Rasulullah memerintahkan untuk berpuasa pada bulan Ramadan dan pada bulan yang dimuliakan itu dan agar berbuka di selainnya.
2. Mengucap takbir (Allahu akbar)
Takbir ini disunnahkan untuk dilakukan dengan suara keras untuk laki-laki dan lirih untuk perempuan. Dimanapun itu seperti di masjid-masjid, jalan-jalan, pasar-pasar ataupun tempat-tempat yang lain. Dr fauzi mengatakan bahwa takbir ini termasuk diantara Sunnah yang ditinggalkan oleh para manusia.
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Sahabat Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar ke pasar. Dia bertakbir dan orang banyak mengikutinya. Maksudnya mereka berdua mengingatkan orang banyak di pasar itu untuk bertakbir. Dan para manusia kemudian bertakbir karena mengingat tentang anjuran untuk bertakbir pada hari itu. Takbir ini dimulai ketika bulan Dzulhijjah itu masuk dan berakhir pada hari Tasyriq terakhir. Takbir ini boleh dilakukan setelah shalat fardhu ataupun takbir yang bersifat mutlak, kapanpun dan dimanapun.
3. Berdzikir kepada Allah.
Dzikir ini meliputi takbir itu sendiri, tahmid, tasbih dan lain-lain, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Surat Al Hajj ayat 28 yang berbunyi:
“Dan mereka berdzikir kepada Allah pada hari-hari yang diketahui itu atas rizki yang telah diberikan kepada mereka”. Termasuk diantara dzikir itu adalah ucapan basmalah ketika menyembelih hewan kurban pada idul adha itu.
Dzikir yang dimaksud adalah baik berupa ucapan-ucapan dzikir yang kita kenal itu, seperti takbir, tahmid dan lainnya atau seseorang itu senantiasa mengingat Allah dalam setiap langkah kakinya dan kehidupannya sehingga dia selalu menjaga perintah-perintah Allah dan senantiasa menjauhi dari larangan-larangan Allah SWT.
4. Shalat Hari Raya idul Adha
Hal ini sangat dianjurkan dan dilakukan oleh segenap kaum muslimin. Seluruh umat Islam dianjurkan untuk menyaksikannya. Para laki-laki dewasa, anak-anak dan wanita yang tidak berhalangan melaksanakan shalat ini secara berjama’ah.
Walaupun seorang wanita yang sedang berhalangan karena haid ataupun yang lainnya, tetap dianjurkan untuk mendatanginya untuk menyebarkannya dan mendengarkan khutbah bersama dengan kaum muslimin yang lainnya. Tetapi dia tidak melaksanakan shalat Id itu.
Dalam Surat Al Kautsar Allah SWT berfirman : “Shalatlah karena Tuhan-Mu dan sembelihlah”.
Maksudnya, kata Dr Fauzi, shalatlah shalat Idul Adha dan sembelihlah kurban karena ikhlas kepada Allah. Shalat Idul Adha ini bersifat Sunnah mu’akkadah, sunnah yang ditegaskan.
Keutamaan shalat ini menjadi lebih istimewa karena pada hari ini hari dimana Allah menyempurnakan agama ini dan menjadikannya sebagai agama yang diridhai.
Seperti yang disebutkan dalam Surat Al Maidah ayat 3. Ini adalah hari yang terbaik bagi Umat Islam. Seluruh umat di dunia menjadikan hari-hari perayaan mereka itu sebagai hari hura-hura untuk menikmati berbagai macam kenikmatan. Islam menjadikannya sebagai hari untuk beribadah dengan memperbanyak dzikir, shalat, termasuk menyembelih kurban yang tujuannya untuk membantu dan menolong orang lain.
5. Menyembelih kurban
Surat Al Kautsar juga memerintahkan untuk berkurban. Perintah itu pada dasarnya menunjukkan kewajiban. Kewajiban ini melekat pada diri Baginda Nabi Shallaahu ‘Laihi Wasallam dan wajib baginya sepanjang hayatnya. Ibnu Umar bercerita bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu tinggal di Madinah sepuluh tahun dan senantiasa menyembelih kurban. Kurban ini bersifat Sunnah muakkadah untuk umatnya, dan bagi yang mampu.
Dan itu sebagai bukti ketakwaan seorang hamba kepada Tuhannya. Surat Al Hajj ayat 37 yang menyebutkan: “Yang sampai kepada itu tidak dagingnya dan darahnya, tetapi yang sampai kepadanya adalah ketakwaan dari kalian”.
Oleh karena itu qurban adalah Sunnah yang bersifat tahunan, bagi yang mampu melaksanakannya. Dan bagi yang memiliki harta sedangkan dia tidak mau berkurban, maka hukumnya adalah makruh lagi tidak disuka. Bahkan Rasulullah pernah mengancam agar orang ini tidak mendekati musholla tempatnya melaksanakan shalat id itu.
Berbeda dengan empat amalan diatas yang merupakan Sunnah ‘yang bersifat ainiyah, yang artinya bersifat personal. Artinya masing-masing person yang mengerjakan ibadah itulah yang berpahala. Amalan yang kelima, yaitu menyembelih kurban, ini bersifat Sunnah kifayah.
Artinya jika dalam ayah atau orang yang menanggung nafkah itu sudah berkurban, maka kurban yang dilakukan oleh dia itu sudah mewakili anggota keluarganya. Jika ayah –misalnya- sudah berkurban, maka anggota keluarga yang lainnya mendapatkan pahalanya. Ini tidak berarti istri atau anggota keluarga yang lain tidak perlu berkurban, jika mampu.
6. Dzikir dan do’a pada hari tasyriq
Pada hari kesebelas, kedua belas dan ketiga belas dari Bulan Dzulhijjah seperti firman Allah pada Surat Al-Hajj ayat 18 di atas, tentu saja selain ibadah puasa pada hari-hari ini.
Karena kaum muslimin telah ijma’ (sepakat) bahwa puasa pada hari ini dilarang dan diharamkan. Tetapi semua ibadah yang lainnya, termasuk menjalin silaturahmi dengan sanak saudara, dengan teman dan lainnya, memperbanyak sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan, membiasakan diri untuk senantiasa membaca basmalah ketika makan minum dan semua jenis dzikir yang lainnya. Rasulullah bersabda : “Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan, minum dan hari-hari berdzikir kepada Allah”. (HR Muslim).
Editor Teguh Imami