Mengapa Bermuhammadiyah harus Menyeluruh?

Ilustrasi AUM Muhammadiyah, Sumber : Muhammadiyah.or.id

Akhmad Faozan – Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Mayong Jepara, Anggota Majlis Dikdasmen & PNF PDM Jepara

PWMU.CO – Muhammadiyah dengan ciri khas pergerakan memiliki karakteristik khusus. Ciri dan karakter inilah yang menjadi sebab Muhammadiyah pesat perkembangannya. Pergerakan Muhammadiyah menjadi tanda hidupnya Muhammadiyah. Hidup yang tidak sekadar hidup, yakni hidup yang memberikan nilai manfaat seluas-luasnya kepada masyarakat. 

Dari sini Muhammadiyah tampak dengan Amal Usaha perkembangannya ekseleratif. Diantaranya berbentuk sekolah, Perguruan Tinggi, Rumah Sakit dengan berbagai macam  sisi-sisi keunggulannya.

Tentunya gerbong Muhammadiyah ini diisi dengan sumber daya yang cukup menggerakkan dengan percepatan dan kekuatan yang dimilikinya. Kata kunci dari pergerakan masif Muhammadiyah adalah sumber daya insaninya. Artinya Sumber Daya Insani yang menjadi penopang pergerakan ini mampu menggetarkan dan memantik hati para penggeraknya. Bahkan lebih dari itu menjadi sumber kekuatan. Itulah kader. Kader itu inti (core), kader itulah yang menjadi penggerak selama gerbong besar Muhammadiyah itu bergerak maju.

Pertanyaannya, sejauh mana pergerakan Muhammadiyah digerakkan dengan totalitas oleh para sumber dayanya?

Banyak dari kalangan generasi tua yang mengkhawatirkan kondisi sumber daya penggerak Muhammadiyah akhir-akhir ini. Isu-isu santer kalau penggerak muhammadiyah memiliki pijakan  “ideologis” atau “keyakinan lain” tidak hanya isapan jempol. Komunitas yang secara intens menyuarakan Quran Sunah “melepaskan” tarikan golongan di akar rumput menjadi penyebab bahwa ruh Muhammadiyah tidak dapat dirasakan oleh kelompok ini. 

Bahkan dualisme keyakinannya menjadikan “perseteruan” dalam hatinya, karena ada dua keyakinan. Bahkan saat-saat ini dua keyakinan saling memengaruhinya sampai suatu ketika muncul  varian Muhammadiyah Salafi. 

Sudah seharusnya sosok kader, atau unsur pimpinan di level apapun pada Muhammadiyah memantapkan keyakinan untuk tafaqquh fiddin, menetapkan hati dengan Din-Nya lewat pergerakan persyarikatan Muhammadiyah. Masihkah ragu dengan alenia terakhir dari Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah (MADM). “Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan ummat Islam dapatlah diantarkan ke pintu gerbang surga, jannatun na’im” atas Rahmat dan RidhoNya. 

Di dalam MADM ini tersusun untaian kalimat dengan terstruktur dan sistematis, kalimat demi kalimat berbentuk ikrar pernyataan yang berisi kebulatan tekad dengan landasan keimanan dan ketentuan serta ikhlas ridha menerima ketentuan dari Allah dan utusanNya serta melaksanakan amanah tugas sosial agar menjadi sekumpulan orang yang akan menjadi pencerah bagi peradaban. Langkah setrategis ini hendaknya dijalankan oleh para kader dan pimpinan di semua jenjang dan level dengan berkhidmat dan patuh atas keputusan-keputusan yang telah ditanfidzkan oleh para pimpinan. Tidak ada niatan lain kecuali ketentuan dan keputusan (tanfidz)  direspon ditindaklanjuti menjadi satu kebulatan tekad dalam menyusun peta jalan sukses bersama dunia dan akherat.

Demikian gamblangnya ketentuan dan keputusan-keputusan persyarikatan yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah dihasilkan oleh para ulama yang kompeten secara jama’I (kolektif) bukan individualis. Maka dari itu, masukilah Muhammadiyah dengan hati yang ridho ikhlas dengan menerima keputusan-keputusannya. Misalnya dalam hal-hal syariat atau ibadah yang dianggap furu’iyah, kadang bergesekan dan bersinggungan dengan seorang ustadz/kyai yang menjadi pengaruh di suatu tempat kajian baik masjid atau musholla. Dimana para ustadz atau kyai yang memberikan kajian memiliki dasar dan keyakinan sendiri yang sebagian besar mereka memiliki atau mencari dasar sendiri dari kitab-kitab hadits. karena mereka mencari dan mengolah sendiri yang kemudian apa yang disampaikan kerap berseberangan dengan manhaj tarjih. Sehingga majlis ilmunya sering berselisih pandang dengan hasil dari manhaj Muhammadiyah. 

Padahal manhaj Tarjih adalah sistem yang memuat seperangkat wawasan (semangat atau perpektif), sumber, pendekatan dan prosedur-prosedur teknis (metode) tertentu yang menjadi pegangan dalam kegiatan ketarjihan, sehingga produk yang dihasilkan dari proses ini dapat diterima dan menjadi landasan hukum. Para ahli dalam bidang ilmu agama yang berhubungan dengan ketarjihan ini dalam melakukan keputusan hukum melewati proses kajian mendalam dan berkonsekwensi sehingga tidak sembarangan dalam melakukan kegiatan tarjih. 

Sering ditemukan dari para tokoh ustadz secara individual yang mengisi kajian di majlis-majiis taklim di masjid/musholla Muhammadiyah dalam kesehariannya mulai dari cara berpakaiannya, penampilannya, termasuk cara ibadah khususnya shalatnya, sering didapati berbeda dengan apa yang telah ditetapkan oleh keputusan tarjih. Contoh kecil seperti mereka yang tidak mengikuti manhaj tarjih Muhammadiyah penetapan puasa Sunah Arofahnya masih mengikuti Mekah. Padahal Keputusan tarjih dan hari Arofah serta Idul Adha sudah diputuskan jauh-jauh hari oleh Majlis Tarjih lewat metode hisab. Dari kasus kecil ini dapat dilihat loyalitasnya kepada Muhammadiyah, separuhnya saja, atau sedikit sekali.  

Dapat dibayangkan bila masjid/musholla, sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit milik Muhammadiyah para direktur dan kepala sekolah termasuk para guru dan karyawannya mereka  dari kalangan orang-orang yang enggan berMuhammadiyah, loyalitas kepada Muhammadiyah setengah hati, atau berMuhammadiyah hanya jasadnya, hatinya ke keyakinan lain?

Editor Teguh Imami

Exit mobile version